Epilog

333 36 17
                                    


— Semestanya telah pergi ditelan keabadian.

••••••

Sore itu ketika langit temaram, cahayanya redup, menembus pada jendela transparan yang hampa tanpa kaca, menyinari dia, seorang gadis yang menatap dirinya dibalik cermin yang teramat usang, pun dengan mukanya yang menyedihkan.

Sorot itu dapat tertangkap, begitu gundah, hanya ada sayu kemudian ragu.

"Lo gak papa?" gadis itu masih terdiam, bahkan pikirannya tak buyar, masih menelisik bola mata Indah yang tersemat di matanya.

Nayla menghela napas lagi, menyandarkan punggungnya diranjang rumah sakit dengan perasaan gundah, seolah ada belati tajam yang menusuk dirinya.

"Lo makan ya, udah 2 hari lo gak makan!" suara yang terdengar berat ini tak Nayla respon, pikiran gadis itu kacau, kusut terlalu berbelit apalagi ketika 2 minggu lalu ia kehilangan seorang Danuarta.

Lagi dan lagi semesta mematahkannya kembali.

Baskara mendekat tangannya perlahan menyingkirkan rambut gadis itu yang menghalangi wajah "Gue suapin ya?" namun tetap tak ada respon.

"Gue mau Danu, cuma dia" lirih gadis itu pelan, suaranya yang serak bahkan nyaris tak terdengar, hidupnya hampa seperti rumah tanpa atap, kemudian hujan adalah air mata yang selalu keluar.

Bahkan Nayla tak pernah kira sejauh ini, hatinya selalu hancur ketika menatap bola mata itu dalam pantulan cermin, sorot mata yang terlihat teduh, dan garis waktu yang tak ayal seolah semesta pun memang tak memihak.

"Nay, Danu itu udah tenang" suara Baskara terdengar klise, hatinya remuk tak berbekas, sejauh mana ia menahan tapi air mata itu yang bicara, hanya ada gema gema suara Danuarta yang terekam jelas di memory gadis itu.

"Lo gak bawa kaos olahraga, nih pake aja punya gue"

Nayla menghela napas kembali, meremat selimut abu abu yang ada disampingnya.

"Kenapa? Baskara nyakitin lo lagi? Sini gue peluk"

Mata gadis itu sepenuhnya terpejam, hanya ada satu helaan napas yang tak dapat diisyaratkan.

"Ayo naik, lo pasti butuh tumpangan"

Untuk kesekian kalinya Nayla terisak, meremat rambutnya dengan kasar, seolah semesta tak baik, langit tak pernah paham, hujan selalu datang diwaktu yang salah, terlalu abu abu, nyaris gundah, hanya ada bucahan memori yang menyakitkan. Terlalu bergaris.

"Kalau lo sakit, lo terluka, lo harus inget kalau lo masih punya gue,"

"Gue ini rumah buat lo"

Nayla menangis, menjerit, mangkuk berisi bubur yang ada digengaman Baskara pecah tak berbentuk, seiring kata kata Danu yang terus menggema ditelinganya.

Sekarang Danu sudah pergi, tak ada akan lagi sayap untuk Nayla, tak akan ada lagi malaikat pelindung untuk Nayla, Danu sudah pergi menyatu dengan tanah dalam keabadian.

Bagi Nayla adalah adalah sebuah sayap, ketika dia terluka Danu akan membawa Nayla terbang tak berbatas, tapi terkadang Nayla juga lupa bahwa terbang terlalu tinggi bisa membuat gadis itu jauh kedasar paling dalam layaknya palung.

Dua bola mata milik Danuarta kini terpasang di mata gadis itu dengan jelas, sorot matanya yang teduh berisi gambaran tentang sajak semesta penuh luka, terlalu kosong, dengan kontur gambar yang menjadikan titik berbentuk garis yang hilang.

Semestanya sudah pergi dalam keabadian, semestanya sudah hilang keujung luka, hanya cabik cabik lara penuh jeritan, semestanya Nayla. Danuarta Arga.

Baskara kembali memeluk gadis itu dengan erat, tak lagi membuat tangisan gadis itu semakin hebat, hanya ada bisik bisik sesak, dan rengkuhan hangat dimatanya.

Semenjak Milka memutuskan hubungan tunangan, Baskara kembali mendekati Nayla untuk memperbaiki semuanya. Walaupun mustahil.

"Lo gak usah ngerasa sendiri, lo masih punya gue"

Ucapan Baskara membuat tangisan gadis itu berangsur angsur mereda.
Meskipun ada sesak luar biasa tak bisa dijelaskan oleh kumpulan kata.

"Nayla, saya mencintai kamu"

UNTUK NAYLA :

Tulisan ini saya tulis untuk gadis yang begitu saya cintai.
Duniamu begitu gelap, sampai matamu tak bisa melihat indahnya semesta diluar sana.
Duniamu terlalu abu abu, sampai mencari jalan yang begitu tak pasti, tanpa sebuah arah.

Semua akhirnya usai.
Dibantu waktu dengan hukum Tuhan yang menetapkan sebuah takdir.
Semesta tak jahat, tapi makhluk sekecil kita yang terlalu lemah.
Dan berujung di ending yang tak tepat.

Kamu adalah kekuatan,
Aku adalah sebuah sayap.
Kosong, ingin menjauh
Dan terkadang lupa untuk jatuh kedasar pecahan kaca.

Nay, kamu tau?
Saat kamu bilang semua nya gelap.
Aku yang akan menjadi mata untuk kamu.
Semesta mu akan pergi, sebentar lagi.
Sebuah kado dariku, bola mata yang selalu kamu inginkan.

Danuarta Arga.

Dear Baskara [End]Where stories live. Discover now