"Kalo Dinda Sampai hamil, gimana?" Perempuan tersebut memberanikan diri untuk membahas topik ini.

Samudra menaikkan bahu. "Ya nggak gimana-gimana," jawabnya tenang.

"Kok gitu? Kamu mau tanggung jawab, 'kan?" Dinda mulai menunjukkan raut wajah cemas.

Samudra mengangguk, dengan sikap tenang yang senantiasa ia tunjukkan. "Saya akan nikahin kamu. Saya janji," ucapnya. Membuat Dinda seketika tenang dan tersenyum bahagia.

"Diminum dulu itu cokelatnya, keburu dingin." Pria itu mengelus lembut Surai panjang Dinda.

___

Hari ini Dinda tidak ada jadwal keluar, ia hanya bermain dengan Azizah di dalam rumah. Dengan sepiring buah apel kupas, sesekali Dinda menyuapi Azizah.

"Dinda," panggil seseorang dari dapur membuat Dinda menoleh dan sedikit meninggikan ucapnya.

"Iya, Tante?"

Dinda berdiri setelah sosok tersebut berada di depannya dengan membawa sebuah Tupperware.

"Kamu free, 'kan? Anterin ini ke kantor Samudra, gih! Lumayan bisa berduaan," ucap Helna dengan kedua alis yang sengaja di naik-turunkan untuk menggoda Dinda.

Dinda meringis canggung kemudian meraih Tupperware itu dari tangan Helna. "Siap, Tante!"

"Azizah. Ayo, Sayang. Kita ke kantor Papa!" Serunya bersemangat lantas menggandeng tangan mungil Azizah.

Mereka berdua pergi dengan menggunakan taksi, karena Dinda tidak bisa membawa mobil. Jika ia menggunakan motor, lantas bagaimana dengan Azizah?

Setelah sampai di kantor Samudra, Dinda turun dengan menggendong anak asuhnya memasuki lobi. "Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya salah satu pegawai disana.

Dinda tersenyum canggung dan mengangguk. "Apa Pak Samudra ada?" Pertanyaan Dinda sempat membuat si pegawai bingung, namun sedetik kemudian ia kembali tersenyum ramah.

"Maaf, Bu. Pak Samudra sedang ada tamu. Ibu boleh mengatur jadwal terlebih dahulu jika ingin menemui beliau," ucap pegawai tersebut ramah.

Sedangkan dalam hati Dinda terheran. Ibu? Mentang-mentang ia sedang membawa anak, seenaknya saja ia dipanggil ibu. Eh, tapi bener, deh. Kan dia calon ibu dari Azizah? Wkwk.

"Em... Harus ngatur jadwal, ya?" Tanya Dinda canggung dibalas anggukan oleh pegawai wanita itu.

"Benar. Memang seperti itu peraturan disini, Bu."

"Bunda, Papa mana?" Azizah tiba-tiba berbicara, membuat wanita tersebut terkejut.

"Eh? Anda istrinya Pak Samudra? Maaf, saya tidak tahu. Mari, saya antar ke ruangan Pak Samudra."

Belum sempat menjawab, wanita tersebut sudah berjalan mendahuluinya. Ini beneran? Ada untungnya juga ia berpakaian feminim disaat mengantarkan makanan.

"Beliau sedang ada tamu, Bu. Sebaiknya Anda mengabari Pak Samudra terlebih dahulu. Saya permisi," ujar wanita tersebut berjalan menjauh.

"Ngabarin dulu? Ngga usah lah ya. Langsung masuk aja," batin Dinda.

Tangannya bersiap membuka knop pintu, sedikit membukanya untuk mengucap salam.

"Assalamu-" salamnya terpotong, disaat ia melihat seorang wanita berada di pangkuan Samudra. Wanita tersebut mengacak rambut Samudra dengan manjanya, dan dengan pakaian yang kekurangan bahan.

Tak ingin Azizah melihat hal seperti itu, Dinda kembali menutup pintu dengan keras, menyebabkan insan yang ada di dalamnya terkejut.

Samudra segera mendorong wanita sewaannya lantas bangkit untuk memeriksa keluar. "Dinda?" Kejutnya setelah membuka pintu ruangan.

KUTUB UTARA [On Going]Where stories live. Discover now