-4-

92.4K 8.4K 117
                                    

"Alah, nasib-nasib, udah check out sana sini, satu pun nggak ada yang nyampe sama aja hari ini tetap jadi gembel, mana kacamata setebal bedak cabe-cabean," gerutu Riana baru, sambil memakai sepatunya.

Karena nyatanya realita tak sesuai ekspektasi, sampai sekarang satu barang pun tak ada yang sampai ke kediaman nya.

"Tapi nggak apa-apa, mari kita lihat bagaimana kehidupan asli seorang Riana Grambel, Grambel nggak sih? Atau Alexander? Graham deh kayaknya, atau Rihana Grande? Au ah pusing,".

"Freak banget anjir, ngomong sendiri," celetuk nya lagi sambil meraih tas nya.

"Pagi Mah," sapa Riana sok kalem.

"Pagi, hari ini mau makan nasi atau roti aja?" tanya Mama nya lembut dan hangat berbeda dengan Bunda nya dulu.

"Ya makan nasi lah Mah, kalau cuman roti aja mana kenyang," jawab Riana cengengesan.

"Ouh sekarang selera kamu beda ya? Dulu kamu anti banget makan nasi pagi-pagi, kalau nggak roti, ya nggak sarapan.

"Buset dah, ini gue keliatan rakus banget pasti setelah di upgrade," monolog Riana dalam hati.

"Yaudah makan yang banyak ya, mau sekalian dibuatin bekal nggak?" tanya mama nya lagi.

"Nggak usah mah, nanti aku makan di kantin aja," walaupun ia ragu, di sekolah nya yang baru ada kantin atau tidak, ya pasti ada lah ya?

8 menit lebih sedikit dihabiskan Riana untuk menghabiskan sarapan nya, bukan nya rakus tapi emang nasi nya yang sedikit. Kalau pagi-pagi itu nggak ada selera makan nasi banyak, tapi kalau nggak makan nasi malah jadi kelaperan.

"Mah, berangkat dulu ya," pamitnya sembari meraih tangan lembut milik Mama nya untuk disalim.

"Hati-hati ya, bilang sama pak Muh pelan-pelan aja bawa mobil nya," peringat Mama nya.

"Iya, dadah Mama!" balas Riana lalu melangkah atau lebih tepatnya melompat-lompat, mengikuti petakan lantai marmer, maklum lah marmer nya lebar-lebar jadi susah ngikutin nya.

Mama nya menggeleng pelan, entah harus bersyukur atau bagaimana, tapi putri nya sekarang sangat berbeda dengan putri nya yang dulu.

Dulu Riana pendiam, pemalu, tidak pecicilan, tapi berbeda dengan Riana yang sekarang, Hobi teriak-teriak, bernyanyi tak jelas, urakan dan pecicilan.

Namun apapun yang ia terima sekarang harus ia syukuri, ia tau rencana Tuhan pasti yang terbaik.

"Pak sekolahnya ini?" tanya Riana ke-lima kalinya.

"Iya neng, kok nanya Mulu?udah masuk aja neng, entar terlambat," sahut si supir mulai kesal.

Riana menggeleng kan kepala nya, kenapa dia masih tidak percaya, padahal dari kemarin ia sudah tau, bahwa posisinya sekarang menjadi orang berada.

Ia keluar dari mobil mewah yang pintunya bergeser sendiri ke samping, katanya ini parkiran khusus, cuman beberapa yang bisa disini. Akhirnya ia tau kenapa dari tadi ia belum melihat satu siswa maupun siswi.

"Jadi ini saya masuk pak?"

"Nggak usah neng pulang aja, tidur aja di rumah, kayaknya Eneng masih sakit," jawab sang supir semakin kesal.

"Hehehe, becanda pak, ini saya masih shock, jadi ini saya beneran masuk nih?"

"Iya makasih ya neng, saya pergi dulu, bye!" ucap si supir tersenyum kecut, lalu berlalu meninggalkan Riana yang masih melongo.

"Buset, ditinggalin, ini ruangannye dimane? Ada peta konsepnya kagak ya?" Pemikiran yang di luar ruangan eh nalar maksudnya.

"Eh si Culun, sini Lo, kenapa setiap pagi gue ngeliat Lo datang dari belakang? Mana sepeda Lo? Lo sembunyiin ya? Malu? Nggak usah malu, kita-kita bakalan maklumin elo kok," Ujar Meriana sembari menepuk pelan pundak Riana, lalu mengusap jari-jari nya seakan-akan Riana barang yang berdebu, entah apa faedahnya, Riana pun tak tempe.

"Mungkin ini si antagonis ya? Kayak yang di novel-novel, oke mari kita lawan,"

"M-maaf kak, aku nggak pakek sepeda tapi jalan kaki,"

Lontaran itu membuat Meri dan dayang-dayang nya tertawa.

Sedangkan Riana menatap mereka dengan bingung, padahal yang dikatakan nya benar, tadi dia jalan kaki dari parkiran belakang, apa ada yang salah?

"Aduh culun-culun setelah katanya Lo amnesia, kenapa idiot Lo nggak ikutan ilang sih?" Celetuk salah satu dayangnya Meri.

Riana membelalakkan matanya, kasar sekali ucapan si kawan ini.

"Yaudah kak, makanya jangan ngajak saya ngomong, gitu aja ribet," balas Riana kesal mulai mengeluarkan sifat aslinya.

"Dih Lo kok nyolot?! Berani Lo sama kita?" Tantang Meri.

"Ya nggak lah, nanti kalok glow up, terus liat pelajaran sekolah ini dulu gampang atau susah, kalau gampang baru berani," lanjut Riana dalam hati.

Walaupun ia juara kelas, tapi itu dulu di sekolah terpencil nya, jelas beda lah dengan sekolah elite yang di depannya ini.

Kan nggak lucu udah culun, otak pas-pasan mau ngelawan orang kayak mereka, apa yang mau disaingi?

"Udah deh kak, aku mau ke kelas, nanti telat, nanti lagi ngobrol nya," ketus Riana lalu pergi berlalu melewati mereka.

Salah satu dayang nya ingin menarik kembali Riana namun langsung di tahan oleh Meri.

"Dih najis, lagian yang ngajak dia ngobrol siapa sih?" Geram dayang-dayang nya.

"Kayak nya ada yang aneh sama dia, kok jadi sok berani gitu?" Ujar Meri menatap kepergian Riana.

"Karena habis kebentur kali, otak nya yang mereng tambah mereng, jadi nya nggak takut apapun,"

Meri mengangkat bahu nya acuh, lalu pergi diikuti dayang-dayang untuk merencanakan suatu hal untuk Riana yang katanya berbuah eh berubah.




Tbc.

Si Culun Glow Up [TERBIT]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon