Bab 35. Shin-chan Atau Novel? [END]

86 17 77
                                    

Beberapa bulan setelahnya, UAS yang dengan penuh ketegangan akhirnya terlewati. Hati yang berdebar menjawab tiap soal dengan anggapan benar atau salah. Sisanya bahkan ada yang menaruh pasrah intinya selesai ujian.

Prinsip datang, duduk, kerjakan, pulang dan lupakan.

Hal yang paling dinanti setelah ujian adalah libur. Di semester ganjil ini, hari tak kampus benar-benar meraja lela waktu. Tak main-main sampai terhitung bulanan baru akan mendapat informasi kembali masuk. Dan para anak mahasiswa memakai kesempatan ini untuk mengambil pulang kampung atau mencari cuan dengan melamar kerja sampingan.

Sama seperti Gina tentu saja. Kesempatan libur panjang dia pakai dengan acara kumpul keluarga. Terlebih lagi karena kepulangan abangnya dari negara seberang. Menetap di rumah hampir sebulan lamanya baru kembali ke indekos. Tak jarang juga Henan datang ke rumah sekadar bertamu dan mengobrol bersama abangnya. Kedua anak lelaki itu kini menjalin hubungan yang begitu dekat layaknya saudara. Gina juga sempat singgah di rumah kakak ipar Henan. Walau hanya bermalam sehari cukup menyenangkan bagi dirinya yang suka bermain dengan anak kecil.

Kembali ke indekos bertemu Sela dan penghuni lainnya. Mereka sempat mengadakan girls party dengan bakar-bakaran. Kemudian menjelang beberapa hari, tak banyak di antaranya mengajukan pamit. Entah pulang kampung maupun pindah indekos.

"Gak ada acara sama teman yang lain, Hen?"

"Pada sibuk semua," jawab Henan tanpa mendongak.

Hari libur kali ini mereka berada di perpustakaan kota tempat Mavi pernah membawa Gina. Hubungan keduanya juga sudah terhitung masuk bulan. Namun, bahasa yang digunakan masih sama. Tidak memakai embel panggilan aku dan kamu yang katanya terdengar romantis penuh kasih sayang.

Henan mengutamakan kenyamanan dalam hubungannya. Kalau Gina suka dengan sebutan nonformal layaknya teman, dirinya tidak mempermasalahkan. Meski terkadang Henan suka menggodanya dengan panggilan Sayang. Demi apa pun, itu adalah bentuk bagaimana lelaki itu benar-benar menaruh hati penuh pada sang pacar.

Kepala Henan seketika mengadah kala selesai dengan permainannya. Menemani Gina yang berpacaran dengan buku tebal, sudah hampir dua jam mereka di perpustakaan dengan tiga buku yang kini bertumpuk di atas meja. Dan selama itu juga, Henan menghabiskan waktu menunggu dengan bermain game.

Tanganya menjadi topangan dagu. "Belum selesai?"

Mata Gina sejenak menatapnya sebelum turun kembali kebacaan. "Kenapa? Sudah lapar?"

"Sedikit," jawab Henan jujur.

Lelaki itu kembali mengambil ponselnya dan membuka kamera. Memfokuskan lensa pada Gina yang tertunduk membaca novelnya. Beberapa jepretan berhasil diambil tanpa mengganggu kegiatan gadis itu. Sudah menjadi hal biasa, bahkan Henan memiliki album tersendiri berisi kekasihnya.

"Gina." Yang dipanggil tidak memberi jawaban.

"Gina," panggil Henan sekali lagi namun dengan jawaban yang sama.

"Sa-"

"Kenapa?"

Henan tersenyum miring setelah panggilannya terpotong. Lantas membangkitkan diri dan berpindah duduk di samping gadis itu. Menjatuhkan kepalanya di bahu kiri seraya ikut menatap deretan kalimat yang panjang di atas lembar kertas.

"Gak capek baca tulisan doang?" tanyanya.

"Gak, sudah biasa dan gue suka."

"Sudah tiga novel ngomong-ngomong. Tambah ini jadi empat. Kepala gak pusing?"

"Gak, Henan. Sekarang diam. Gue jadi gak bisa masuk diceritanya," tegur gadis itu.

Membuat Henan berhasil mengatup mulut meski sempat menghela napas.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Where stories live. Discover now