Bab 04. Jumpa Sinis

75 28 93
                                    

Perkara boneka Henan yang hilang tiba-tiba tentu saja tak terlupakan di otaknya. Dia bahkan masih berusaha dengan sekeras mungkin untuk mencari bonekanya itu sampai dapat. Bahkan mengharuskan dirinya yang kemarin datang ke mal dan memutarinya satu gedung penuh. Singgah ke toilet tempat dirinya gunakan hari itu. Namun sayang seribu sayang, yang Henan dapat hanya sebuah kelelahan. Penyesalannya bahkan lebih membesar perkara bukan hanya benda yang hilang, melainkan juga uangnya yang melayang.

Sekarang Henan tak tahu, tinggal memilih menyerah atau pasrah. Sialnya, dia tidak bisa memilih diantar keduanya karena memang dua-dua itu mewakilinya sekarang. Dia masih galau perkara bonekanya itu.

"Lo perkara boneka Shin-chan saja pakai digalauin, Hen," sahut Nanda.

Anak ini sudah hampir setiap saat menemaninya. Bahkan sudah sangat hapal bagaimana modelan Henan yang galau perkara boneka Shin-chan.

"Nanti gue belikan, deh. Galau terus, padahal cuman benda mati," ujarnya lagi.

Pasalnya Nanda sudah sangat bosan dengan gerutu Henan yang beralasan sama. Buatnya geleng-geleng kepala karena maniak anak ini sudah terlalu mendarah daging. Henan sendiri yang tengah menaruh kepalanya di atas meja hanya bisa menghembus napas beratnya setiap menit.

Mereka saat ini tengah berdua di kantin Fakultas Kedokteran, fakultas Nanda. Bukan tujuan untuk makan, Henan yang kebetulan sudah selesai dengan kelasnya hari ini berniat untuk menemui teman calon dokternya itu. Dan kebetulan Nanda tengah duduk manis di kantin tengah berhadapan dengan laptop dan kertas-kertas yang bertumpuk banyak. Awalnya dia mencari Jeon, kembarannya. Tapi katanya anak itu masih ada kelas yang sampai mengharuskan dirinya pulang hingga menjelang petang. Berakhir hanya mereka berdua disana.

Nanda sudah pusing dengan tugasnya malah ditambah dengan gerutu bercampur curhat Henan perihal bonekanya. Dia berpikir anak ini tidak ada habis-habisnya hanya terus memikirkan benda itu. Padahal dia tahu tugas Henan lebih banyak yang perlu dipikirkan tapi anak itu malah nampak bodoh amat dengan semuanya.

"Mending lo pikir soal tugas lo deh, Hen. Lo sendiri yang menggerutu banyak tugas karena gak lo kerjakan," tegur Nanda lagi.

Tapi lagi, jangankan mengangkat kepala dan menjawab, Henan hanya memberi Nanda sebuah dehaman ringan tak minat.

Nanda sudah pasrah, memijit pangkal hidungnya sebelum mengambil atensinya kepada Henan. Masih dengan posisi yang sama, mengantarkan Nanda untuk mengambil tindakan dengan memberi pukulan kecil pada kepala anak itu.

"Akh! Nanda! Sakit bodoh!" dengusnya.

"Marah lo? Gerutunya jangan sama gue, sama tembok saja sana. Dikasih tahu tapi gak mau mendengar, yaudah," balas Nanda.

Henan cemberut sembari mengelus puncuk kepalanya sementara Nanda kembali dengan kegiatan mengetiknya. Beralih menopang dagunya dengan tangan kiri dan menatap Nanda lama. Membuat anak yang ditatapnya sesekali membalas dengan raut wajah yang heran.

"Kenapa lagi lo?"

"Jurusan dokter susah gak, Nan?"

Nanda berhenti sejenak untuk menatap Henan. Dengan alis berkedut dia melontarkan pertanyaan. "Hilangnya Shin-chan gak bikin lo gila kan, Hen?" Tapi Henan malah berdecak singkat dan mengubah duduknya menjadi tegak.

"Gue pusing, Nan. Itu boneka kenapa bisa hilang, coba? Kalau benaran memang gue lupa bawa, setidaknya pasti ada orang yang lihat gue dan simpan bonekanya," jawab Henan di akhiri napas menyerah.

"Tadi bahas jurusan gue, sekarang balik lagi bahas boneka lo. Memang gak jelas lo, Hen," cibir Nanda dan kembali bekerja. Terlalu membuang waktu jika dia terus membalas celoteh anak itu.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Where stories live. Discover now