Bab 26. Harusnya Senang, Bukan?

28 17 14
                                    

Berdiri pada sekat tangga gedung Fakultas Sastra lantai dua, Henan bersandar seraya bersedekap dada. Dari jarak sepuluh meter di depan, terlihat Mavi dan Gina yang sedang berbicara. Setelah menahan gadis itu, berakhir mendapat izin dengan dirinya yang harus menunggu jauh dari keduanya.

Henan merotasikan matanya malas kala mendapat senyum lebar Gina di depan sana. Bahkan Mavi yang berpelakuan manis hingga menimbulkan tawa, lain di tempat yang justru membuat Henan tidak suka. Alih-alih merasa ikut bahagia menatap Gina yang bergitu ceria, dirinya malah terbakar dengan panasnya amarah cemburu di dalam.

Kepergian Mavi yang disertai lambaian tangan Gina menjadi akhir dari konversasi mereka. Henan lantas berdiri tegak lepas dari sandaran. Menatap gadis itu yang kini berjalan dengan senyum lebar yang tak berniat luntur.

"Henaaann!" panggilannya bahkan berubah menjadi manis.

"Apa?"

Cengiran sejenak lepas di wajah perempuan itu. Badannya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan dua tangan yang saling genggam di depan badan. Henan menaikkan sebelah alisnya mendapat reaksi aneh.

"Henan," panggil Gina sekali lagi.

"Apa?"

"Gue ... hihihin! Astaga, gue senang banget!" pekiknya kemudian. Melompat-lompat kecil dengan tangan yang kini menggenggam udara dengan begitu gemas.

"Lo kenapa sih? Menang lotre?" Tangan Henan menahan Gina dengan memegang puncuk kepalanya.

"Ada apa? Mavi bilang apa sampai lo senang kayak begini?"

Binar mata itu mengalihkan Henan. Terlalu lucu dibanding dengan pupil anak anjing meminta makan. Gina menggigit bibir bawahnya menahan kesenangan itu meluap.

"Gue senang banget, Henan. Kak Mavi ... dia tembak gue!" serunya tertahan.

"... Apa?"

Kepala Gina mengangguk dengan kuat. "Kak Mavi ajak gue pacaran!" katanya. "Dia bilang ke gue kalau ternyata juga sudah suka sejak awal ketemu hari itu. Astaga, padahal kalau diingat itu cuman malu-maluin."

Gadis itu menepuk pipinya beberapa kali. Semburat rona merah nampak terlihat di sana.

"Gue masih gak percaya ternyata Kak Mavi juga suka sama gue! Sudah lama! Wah, Henan! Gue senang bangett!"

Tidak, Henan tidak senang. Sama sekali tidak. Lelaki itu justru membenci hal ini terjadi. Maka, tatapan diam dan datarnya menjadi saksi menatap kesenangan gadis itu. Masih belum ingin mengatakan apa pun.

"Henan, pulang nanti gak usah antar gue karena pulangnya bareng Kak Mavi. Katanya mau singgah makan terus jalan. Oke?" Gina tersenyum. "Juga, sekarang lo gak perlu jemput gue kalau mau ke kampus. Gue sudah punya Kak Mavi. Jadi kalau gue butuh apa-apa tinggal hubungi dia saja. Lo gak usah repot-repot lagi buang-buang bensin."

Henan memalingkan wajahnya. Kepalanya mendidih seketika. Di saat gadis itu berceloteh penuh kegirangan mengatakan hubungan resminya dengan Mavi, dia malah berpikir akan satu sisi gadis lain yang menjadi korban mereka. Mungkin dua, Henan menghitung dirinya juga.

"Gue sudah pernah bilang, kan? Gue pasti punya kesempatan kalau Kak Mavi juga suka sama gue," pukas Gina.

Henan menoleh masih setia dengan pandangan datar dan tidak sukanya. "Putusin," sahutnya seketika.

Raut senang Gina seketika memudar dengan perlahan.

"Lo bilang apa?"

"Putusin," ulang lelaki itu tanpa beban.

"Maksud lo apa?" Gina seketika menjadi sungut.

"Lo tuli apa gak paham bahasa Indonesia? Putusin gue bilang."

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang