Bab 18. Nasi Goreng Sari Laut

37 17 52
                                    

Celana kulot hitam, kaos abu-abu lengan panjang, dan terakhir sepasang patu putih dengan motif tiga garis hitam. Gina duduk manis di teras depan indekos sambil memainkan ponsel. Kakinya yang berayun-ayun nyaman yang sesekali bergesekan dengan lantai ubin merah marun. Pandangannya tidak bisa lepas dari layar datar sebab tengah sibuk bermain aplikasi di sana, menggunakan waktu kosongnya seraya menunggu Henan. Jam pada ponselnya sudah menujukkan pukul empat lewat sepuluh menit. Gina hanya mengedikkan bahu. Memikirkan pasal lelaki itu mungkin saja masih di jalan saat ini.

Sebenarnya, dirinya masih dilanda kebingungan. Bingung antara pikiran sama hatinya yang tidak pernah satu koneksi kalau sudah membahas perihal Henan. Lebih heran sampai membuatnya uring-uringan tidak jelas.

Seperti tadi pun. Memilih baju yang mau dipakainya sampai harus berpikir keras. Hampir sejam lebih dia lewatkan untuk itu. Belum lagi meledeni diri sendiri perkara ingin pergi atau tidak. Ditambah lagi waktu untuk mandi. Bisa terhitung berapa lama Gina habiskan hanya untuk bersiap-siap. Dan diakhir, dirinya lebih memilih jalur alasan yang lebih logis.

Iya, tujuan Gina mengiyakan ajakan Henan untuk menghilangkan bosan. Tidak ada maksud lain.

Suara motor terdengar dari luar gerbang. Gina berdiri bergegas menuju depan. Namun, bukan lelaki yang tengah ditungguinya yang datang, melainkan Sela yang baru saja selesai dari jam kuliahnya. Dengan sekuat tenaga menarik gerbang demi memberi ruang bagi motor temannya masuk di garasi indekos. Baru lepasnya gerbang dibiarkan terbuka lebar sebab dirinya yang akan keluar nanti.

"Rapi banget. Mau kemana?" tanya Sela. Helmnya sudah dia lepas dan menata rambut dari kaca spion.

"Jalan, cari angin," jawab Gina.

Sela menoleh. "Cari angin biar tambah sakit atau bagaimana?"

"Gue sudah baikan. Di kamar terus juga gue ngapain? Makan tidur doang kerjanya. Penggemukan."

"Kan, itu memang kegiatan lo setiap hari."

"Sembarangan!" desis Gina dan mendapat tertawaan dari Sela.

Pip!
Pip!

Suara klakson menyambut keduanya. Menatap pada kendaraan roda dua yang sudah terparkir manis di depan gerbang.

"Apa, nih? Cari angin berdua? Kencan?" selidik pacar Delio.

Gina berdecak. "Bapak lo yang kencan. Cuman cari angin."

"Cari anginnya harus bareng Henan memang?" goda Sela. Memasang wajah penuh keusilan dengan alis yang bergerak naik turun.

Gina tidak ingin meledeni temannya lebih panjang lagi. Dirinya lantas berlalu untuk mengambil helm yang segera dipakai. Baru saat dirinya hendak naik di motor, Henan malah menghalangnya dengan rentangan tangan. Gina mendongak.

"Kenapa cuman pakai kaos? Kan, tadi gue bilang pakai pakaian tebal," ucap Henan.

Gina menerjap sebelum menatap pakaiannya. "Gak apa. Gue gak selemah itu. Tertiup angin juga gak bakalan terbang," jawabnya.

"Nanti lo masuk angin lagi."

"Gak bakal. Gue juga sudah malas buat ganti. Naik turun tangga lagi buat lo menunggu, capek."

Henan mendesah hingga dirinya turun dari motor. Membuka sadel dan mengeluarkan sebuah jaket denim dari sana.

"Pakai," suruh Henan.

"Gue gak apa."

"Pakai, atau gue suruh ganti pakaian?"

Gina memberinya tatapan malas. Dengan sedikit wajah paksa dirinya lantas memakai jaket milik lelaki itu. Nampaknya memang sengaja dibawa karena Henan juga sama sepertinya, sekadar memakai kaos lengan panjang.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang