Bab 14. Nanda, Sialan!

35 19 63
                                    

"Ayah! Bunda! Gina pulang!"

Pukul tujuh lewat malam Gina akhirnya sampai di rumah dengan selamat. Terima kasih pada Henan yang sudah menyempatkan ide untuk makan mie ayam-lagi- sebelum dirinya berangkat. Perjalan yang terbilang cukup jauh itu juga perlu tenaga, apalagi Gina adalah seorang perempuan.

"Loh? Gina? Pulang kok, gak bilang-bilang?"

Ayahnya muncul dengan setelan kaos kutang dan celana pendek. Kebiasaan seorang kepala keluarga di kala malam hari. Pernah saja Gina mendapat ayahnya tanpa atasan, cukup dengan celana pendek dan berjalan kesana kemari mengitari rumah.

Gina menjabat tangan sang Ayah yang kemudian dikecup manis. "Sudah, kok. Bilangnya sama Bunda siang tadi," jawabnya.

Tidak perlu membawa banyak barang saat dirinya ingin pulang. Secara rumah ini tempat dirinya lahir dan dibesarkan. Cukup membawa diri tanpa harus mengemas pakaian.

Gina masuk hanya untuk mencari sosok Bunda. "Bunda?" Menolehkan kepalanya saat memasuki kamar orang tua. Beruntung sang Bunda tengah duduk di tepi kasur. Dirinya lantas masuk tanpa izin.

"Sudah sampai? Kiranya gak jadi datang," ucap bundanya.

Gina naik di kasur orang tuanya setelah menjabat tangan sang Bunda. "Kan, aku sudah bilang bakalan pulang." Gadis itu beralih pada sebuah kotak yang tertutup di samping sang wanita. "Itu apa, Bun?"

Sang Bunda menoleh. "Ini bingkisan dari Abang kamu." Seraya disodorkan padanya.

"Bingkisan apa?"

Kedua bahu milik Bunda terangkat. "Entah, Bunda gak tahu. Abang kamu juga gak kasih tahu kalau mau kirim barang."

Gina mengangguk. "Gina buka di kamar saja ya, Bunda."

"Iya. Sekalian kamu mandi terus istirahat. Jauh datang ke sini." Selepas memberi jawaban Gina berlalu keluar dari kamar.

Dalam kamar, Gina mendudukkan diri di atas kasur yang sudah lama ditinggalkan. Masih terasa persis auranya. Hanya busa kasurnya yang dia rasa semakin menebal. Antara sebab tidak pernah di tempati mungkin. Kegitannya menjadi fokus pada bingkisan dari sang Abang yang dibuka dengan gunting.

"Heh? Boneka?"

Sebuah boneka anjing putih berukuran cukup besar. Mirip dengan besarnya boneka Shin-chan milik Henan yang dia temukan itu.

"Tunggu. Ini anjingnya Shin-chan," pukasnya.

Benar, sudah tidak salah lagi. Boneka anjing yang dia keluarkan memang model anjing Shin-chan kesukaan Henan.

"Orang gak doyan boneka kok, dikirimkan boneka?"

Gina kembali memeriksa kotak bingkisan. Rupanya bukan hanya sebuah boneka anjing peliharaan Shin-chan saja yang ada di sana. Sebuah piyama serta dress selutut juga ada terbungkus rapi dengan plastik bening.

"Gak boneka, gak piyama, kenapa semuanya bertema Shin-chan? Gue bukan penggemarnya, anjir! Abang ada-ada saja."

Entah apa yang merasuki abangnya sehingga mengirimkan piyama dan boneka yang berunsur kartun Jepang itu. Memang bagus, hanya saja dirinya tidak begitu doyan dengan yang namanya kartun. Untuk dress, dia memaklumi itu. Mungkin saja abangnya ada unsur lain sehingga mengirimkannya gaun cantik.

"Gue kasih lihat ke Henan enggak, ya? Lihatkan saja, deh."

Gina meraih ponselnya hanya untuk mengambil gambar boneka dan piyamanya. Gambar yang diambilnya kemudian dikirimkan kemaniak Shin-chan. Sekarang waktu dirinya untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian ke yang lebih nyaman. Sesuai kata bundanya, dia akan istirahat.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang