Bab 16. Perasaan Henan dan Ambigu Mavi

30 19 63
                                    

Mempertahankan sikap keras kepala memang akan berakhir buruk, seperti Gina sekarang. Tubuhnya akhirnya menyerah, limbung dan jatuh menghantam lantai kelas sesaat dirinya hendak ingin izin menuju kamar mandi. Dirinya memang ikut kelas kuis namun tidak berjalan sampai akhir. Sela menceritakan semuanya kepada Bu Yuni selaku dosen yang mengajar saat itu. Tentu saja wanita itu memberi absen dan memaklumi. Ini sebab perkara sakit, bukan alasan abal-abal buatan.

Henan untungnya memang masih berada di kampus. Setelah aduk cekcok kesalahpahaman bersama Mavi di kantin akhirnya memilih pergi dari pada harus menguras emosi hingga melayangkan tinjunya jika perlu. Mavi terlalu bodoh dan Henan benar-benar tidak suka itu. Sekarang lelaki itu seperti memainkan dua hati dengan sebuah harapan. Lebihnya, Henan merasa lebih kasihan terhadap Abey. Gadis yang memang cantik itu dan dirinya memang tahu kalau dia juga menyukai Mavi. Henan rasanya ingin melepas kepala dan berisitirahat. Namun, hal lain yang harus membuatnya terjaga demi menemani Gina.

Di ruang kesehatan Fakultas Sastra Gina diperiksa dan dikatakan baik-baik saja. Hanya demam sebab perkara kelelahan dan butuh istirahat. Meskipun begitu, sebuah vitamin tetap diberikan untuknya. Dititip kepada Henan selaku menjaga ruangan karena beliau ingin keluar untuk membeli stok obat yang mulai habis.

Wajah damai Gina menjadi pandangannya saat ini. "Sok kuat, sih. Sekarang tumbang, kan?" ucap Henan.

Dirinya membiarkan ucapannya larut terbawa angin. Duduk di kursi kecil tepi kasur dan hanya menatap Gina tidur. Sela sempat ada tadi namun mengingat hari memang masih ada kelas jadi meninggalkan Henan untuk menjaga Gina. Tidak ada orang lain lagi selain dirinya.

Pintu ruangan terbuka. Henan mengira akan bertemu dengan dokter kampus yang tengah piket. Namun, alih-alih begitu, dirinya malah bertemu dengan lelaki yang baru saja diajak cek-cok.

"Gina kenapa, Hen?" tanya Mavi.

Dia tidak menoleh untuk menjawabnya. Terlalu malas untuk menatap wajah anak bodoh itu. Bisa jadi emosinya akan naik kembali.

"Pingsan. Sakit demam karena capek." Tapi tetap memberi jawaban untuk sekadar sopan.

Tidak ada pembicaraan lain lagi. Mavi terlalu sibuk membuka kotak obat untuk mencari satu papan vitamin. Dirinya memang biasa kemari untuk sekedar meminta. Saking seringnya, dokter kampus yang piket pun terkadang membiarkan lelaki itu seenaknya untuk mengambil vitamin. Terlebih lagi, siapa yang tidak kenal Mavi di fakultas ini?

"Henㅡ"

"Gak usah bahas di sini. Jangan sampai gue hilang kendali buat sepak betul-betul kepala lo," potong Henan cepat. Dirinya masih terlampau kesal dengan anak itu.

Mavi mendesah. Memberi Henan tepukan pada bahu kanan sebelum akhirnya beranjak keluar dari sana. Henan hanya menatapnya dari ujung mata. Hingga Mavi benar-benar menutup pintu barulah Henan menghela napas lega.

"Mavi sialan," desisnya.

Henan berpikir apa yang akan terjadi di saat Mavi tahu kalau Gina adalah orang yang menyukainya. Mungkin kabar baik untuk gadis itu sebab Mavi mengetahuinya, hanya saja sisi lain dari dirinya menolak. Dia juga takut, kalau Mavi dan Gina benar-benar akan bersama dan mencampakkan Abey. Dia bingung dengan dua sisi yang perlu dia lakukan.

Tentu saja Henan akan melakukan apa pun yang akan membuat Gina senang. Tapi setelah melihat perilaku brengsek Mavi, dirinya menjadi berpikir dua kali. Sebuah kesalahan yang Henan sendiri bahkan tidak tahu apa penyebab Mavi menjadi orang paling bodoh saat ini.

"Henan ...."

Sekian lama Henan menempelkan keningnya pada sisi kasur mendadak mendongak cepat. Ditatapnya mata sayu Gina yang kini terbuka.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Where stories live. Discover now