21. Tentang Mama

55 15 10
                                    

⠀⠀UAS yang penuh drama sudah terlewat, dan tiba-tiba saja Lara sedang bersiap-siap untuk berangkat ekskursi. Sebenarnya, dia sedang sedikit galau. Abang Sena sudah kembali ke Korea, tepat setelah menemani Anna-eonni wisuda. Meski Abang dan Eonni bersikeras mereka tidak punya hubungan apa-apa, Lara yakin ada sesuatu yang spesial di antara dua orang itu.

⠀⠀Sekarang, Lara kembali menjadi anak tunggal sementara di rumah Keluarga Park. Yang tadinya dia bisa semena-mena minta dijemput kesana-kemari oleh Abang, kini tidak bisa lagi, kecuali kalau terpaksa. Sebenarnya, Keluarga Park punya seorang driver, Mas Yudi. Tapi Papa dan Mama lebih suka menyetir sendiri dan selalu mengajari anak-anaknya untuk menyetir sendiri juga. Lama-kelamaan, kerjaan Mas Yudi bergeser menjadi security, kadang berkebun di taman juga kalau sedang gabut.

⠀⠀"Dek, ada yang perlu dibeli gak?" tanya Mama, masuk ke dalam kamar Lara, "kamu gak mau bawa cemilan gitu-gitu?"

⠀⠀"Mau, lah. Harus banget," jawab Lara, "apalagi kan naik bus. Lama gak sih Ma, ke Bali naik bus?"

⠀⠀"Kurang lebih dua hari lah, Dek. Tapi gak bakal kerasa kok, kan rame-rame, bareng temen-temen."

⠀⠀"Tapi takuuut." Lara cemberut. "Kan gak pernah pergi-pergi sendirian."

⠀⠀Memang, memiliki keluarga sekompak keluarganya membuat Lara tidak pernah pergi jauh-jauh tanpa mereka. Kalaupun ada acara pergi bersama sekolah, Mama dan Papa akan menyusul. Satu-satunya saat dia pergi lumayan jauh tanpa orangtuanya adalah ke Bromo, itu pun naik pesawat, bersama Sena, Anna, dan Naren. Meski tidak dengan orang tua, Lara masih bisa merepotkan Sena dan Anna saat itu.

⠀⠀Tapi sekarang, untuk ekskursi ini, Lara akan pergi sendiri. Papa sedang sibuk akhir-akhir ini, mengurus debut Abang. Mama juga sedang menyiapkan koleksi untuk fashion show. Ditambah lagi, Mama ingin Lara setidaknya belajar untuk sedikit lebih mandiri.

⠀⠀"Pasti bisa, Dek." Mama tersenyum lembut, meraih Lara ke dalam pelukannya. "Anak Mama pinter dan hebat, kok."

⠀⠀Lara balas merengkuh tubuh mungil ibunya, menghirup aroma manis dan melati yang khas.

⠀⠀"Lagian katanya Naren juga mau nyusul kan? Nanti Mama suruh dia nginep deket-deket hotel kamu. Jadi kalo ada apa-apa, bisa bilang Naren. Ya?"

⠀⠀"Iya," angguk Lara, "mau temenin ke Lotte Mart gak, Mam? Beli cemilan."

⠀⠀"Ayo, ayo. Kamu yang nyetir kan?"

⠀⠀"Yang agak berat, Dek. Biar perut kamu gak kosong pas di bis." Mama mendorong troli. "Kalo perlu, pas makan prasmanan kamu masukin aja di tempat makan. Jangan dipaksain makan banyak, nanti malah sakit perutnya."

⠀⠀"Iya, Mam," sahut Lara. Dia dan Mama memang terbiasa makan sedikit-sedikit, tapi sering. Bisa empat atau lima kali sehari. Kalau yang tidak tahu, pasti mengira mereka sedang diet ekstrim.

⠀⠀"Minuman beli pas lagi berenti-berenti aja biar tetep dingin. Oh iya, permen tuh! Permen mint yang pedes. Nanti pasti susah cari waktu buat sikat gigi."

⠀⠀Lara menurut saja, mengambil ini-itu sesuai arahan dari Mama. Kemudian, mereka membawanya ke kasir. Seperti biasa, Lara bagian menjadi kuli angkut, memegangi tas-tas belanjaan. Namanya juga mengajak emak-emak ke supermarket, tidak mungkin tidak beli ini-itu lagi. Yang sabun mandi habis lah, karbol tinggal sedikit lah, frozen food kadaluarsa di kulkas malah dimakan Mas Oji, dan tiba-tiba belanjaannya sudah berkantong-kantong.

⠀⠀"Dek, ke Sbucks dulu yuk, Mama mau ngopi."

⠀⠀"Ayoo…" Lara terseok-seok, menyeret tas-tas yang beratnya sih bukan masalah, tapi dimensinya itu yang membuat dia repot sendiri.

XOXO, Lara ParkWhere stories live. Discover now