9. Larasati Parkidiningrat

62 18 0
                                    

⠀⠀Dari kemarin, Lara sudah tidak tenang. Latihannya tidak fokus dan dia merasa nervous di waktu-waktu random.

⠀⠀Masalahnya, dia baru pernah pergi date dua kali. Satu kali waktu kelas 3 SMP, satu kali lagi waktu SMA. Selama ini, Lara tidak pernah terlalu memikirkan soal pacar-pacaran. Dia sibuk dengan sekolah dan skating, ditambah lagi doktrin Mama yang sangat amat feminis sekali dan selalu mengatakan pada Lara untuk tidak memaksakan diri pacaran kalau memang tidak merasa perlu. Dan selama ini, Lara merasa tidak perlu.

⠀⠀Tentu saja, fakta bahwa Lara akan pergi kencan menjadi kehebohan tersendiri di rumah Keluarga Park. Papa bahkan sampai Zoom meeting dengan Bang Sena yang sedang training di Korea, hanya demi berbagi gosip bahwa si Adek punya gebetan. Nyebelin abis.

⠀⠀Pulang latihan, Lara mandi dan bersiap-siap. Padahal, dia sudah bilang pada Sadewa untuk ketemuan di Metropole saja, tapi laki-laki itu bersikeras menjemputnya.

⠀⠀Hari ini, Lara memutuskan untuk mengenakan kombinasi mini skirt dan blazer dari bahan corduroy berwarna biru lembut, bersama kaus putih berlogo Aeri—brand ready-to-wear milik Mama yang juga dikelola Lara. Beret hat biru tua, serta Cahier shoulder bag hitam polos dan nylon booties dengan hak lima senti, dua-duanya dari Prada. Merapikan rambut pink di kaca, memastikan lip gloss sudah sempurna.

⠀⠀"Deeek, itu Kak Dewanya udah dateeng!" Terdengar suara Mama dari luar kamar.

⠀⠀"Iyaaa, sebentar!" Buru-buru Lara mencemplungkan ponsel dan dompet ke dalam tas.

⠀⠀Sadewa menghentikan Honda Civic yang ia kendarai di depan sebuah rumah, mengecek ulang alamat yang diberikan Lara. Jalan Duta Permai VIII… benar kok, ini. Eh, yang benar?

⠀⠀Melongokkan kepala, Dewa memperhatikan rumah itu sekali lagi. Rumah dua lantai dengan cat putih dan atap biru tua, desainnya seperti campuran gaya french country dan american farmhouse. Terlihat mahal dan mewah, padahal ukurannya tidak sebesar rumah-rumah lain di sekitarnya.

⠀⠀Seorang security tinggi besar berwajah khas Indonesia Timur berjalan keluar dari pos, mengetuk kaca mobil Dewa. Cepat-cepat ia menurunkan jendela.

⠀⠀"Selamat sore, Mas. Cari siapa?" tanya si Bapak Security, yang name tag di seragamnya bertuliskan Sam.

⠀⠀"Sore, Pak. Saya mau jemput Lara," Sadewa berusaha menjawab dengan sekalem mungkin.

⠀⠀"Oh, atas nama Mas Sadewa ya? Silakan masuk, Mas."

⠀⠀Dewa menghembuskan nafas lega, jari mengetuk-ngetuk setir sementara Pak Sam kembali ke posnya, dan tak lama kemudian, gerbang terbuka perlahan. Rumah semewah ini, tentu saja gerbangnya otomatis.

⠀⠀Membawa mobilnya memasuki area rumah Lara, Dewa semakin mulas. Kalau dari luar tadi rumah ini sudah terlihat mahal, sekarang baru terlihat detail-detail lainnya : pintu depannya harus dicapai dengan tangga, melewati teras yang cukup lebar. Semak-semak hortensia dan melati mengelilingi rumah, beberapa sudah berbunga semarak. Di sisi-sisi rumah juga ada taman berumput yang cukup lebar—jadi, sepertinya rumah ini dibuat lebih kecil untuk memberi space bagi taman. Ada seorang security lagi, berdiri di depan pintu basement—anjrit, demi apapun, di rumah Lara ada BASEMENT—dan mengarahkan Dewa ke driveway di depan tangga utama.

⠀⠀Dewa memarkir mobil tepat di belakang sebuah G65 yang terlihat garang. Dia sering lihat Lara dijemput dengan mobil ini. Kalau tidak salah, ini mobil bokapnya. Ia menghitung dalam hati, menenangkan diri, sebelum membuka pintu mobil dan turun.

XOXO, Lara ParkWhere stories live. Discover now