23. Jatuh Tapi Tak Terasa Sakit

36 15 94
                                    

🍃Happy Reading🍃

.
.
.

Senja telah tiba. Nayla terlihat sedikit tergesa berjalan keluar dari asrama. Beruntung jadwal kuliah hari ini tak terlalu padat. Nayla jadi bisa memenuhi kebutuhan yang sedikit diluar dugaan. Kalau bukan karena salah satu teman sekamar yang bermasalah, Nayla juga ingin sekali bertahan di dalam kamar sembari rebahan.

"Nayla, kamu mau kemana?" Langkah Nayla terhenti. Menatap seorang lelaki bertubuh jangkung yang berjalan mendekat. Senyuman Nayla merekah. Tak lupa dengan gaya tersipu malu yang membuat kedua pipi gadis cantik itu bersemu merona.

"Kak Vir, baru pulang kuliah ya?" Suara lembut Nayla terdengar. Suara yang jarang sekali bisa terdengar. Hanya saat berbicara dengan Javier saja suara Nayla bisa semerdu kicauan burung. Lelaki itu tersenyum, kemudian memberikan sebotol minuman dingin ke arah Nayla.

"Iya ini baru pulang. Tadi kebetulan mampir ke supermarket buat beli minuman. Ini buat kamu ajah." Nayla menerima minuman itu dengan senang hati. Namun beberapa detik kemudian alis mata Nayla bersambung. Menatap penuh selidik ke arah Javier yang masih bisa terlihat santai dan tampan tentunya.

"Kenapa Nay?" Javier mulai kebingungan melihat gelagat Nayla.

"Asrama kak Vir bukannya ada di sebelah sana ya? Tapi kok malah jalan ke arah sini. Kak Vir lupa jalan pulang ya?" Javier terkekeh. Dengan gemas Javier mencubit hidung Nayla. Membuat rona kemerahan semakin jelas terlihat di kedua pipi.

"Yah ketahuan deh. Aku emang mau ketemu kamu sih Nay karena tadi susah nyari kamu di kampus, jadi kesini deh. Tapi kayaknya kamu mau keluar ya?" Nayla mengangguk. Mendengar pertanyaan Javier membuat Nayla teringat akan niat yang tak seharusnya ia tunda-tunda.

"Sebenarnya aku mau ke apotek kak." Ekspresi wajah Javier seketika berubah panik. Menelisik setiap jengkal tubuh Nayla mencoba mencari tahu apakah ada yang terluka atau yang lainnya. Tapi anehnya Javier tak mendapatkan hasil apa-apa. Nayla terlihat dalam keadaan baik-baik saja.

"Kamu sakit apa?" Kentara sekali jika Javier tengah khawatir saat ini.

"Bukan, bukan aku yang sakit kok. Aku ke apotek mau beli vitamin penunjang nafsu makan buat anak-anak." Jawaban Nayla jelas membuat Javier semakin kebingungan. Terlebih saat Nayla menyebutkan kata 'anak-anak'.

"Anak-anak?"

"Em. Ayi bilang dia lagi nggak nafsu makan, jadi aku pengen beliin dia vitamin. Aku takut Ayi sakit nantinya. Dia cuma makan cemilan doang kak. Nggak mau makan nasi sama sekali. Perutnya bisa bermasalah nanti. Aku nggak mau dia sakit juga kayak si Diva." Javier terdiam mencoba mencerna setiap kata yang terlontar dari bibir Nayla.

"Nay, Ayi temen sekamar kamu itu bukan?" Nayla hanya memberikan anggukkan perlahan.

"Astaga Nay, temen kamu itu bukan anak-anak loh. Masa iya mau dibelikan vitamin untuk anak-anak. Kamu ada-ada ajah deh. Mending kamu bujuk supaya mau makan dia." Nayla mendengus. Seandainya bisa semudah itu. Sayang Ayi tetap kukuh tak mau berdamai dengan yang namanya nasi dan kawan-kawannya.

"Yaudah aku anterin ya." Kedua mata Nayla berbinar. Kapan lagi bisa berjalan berdua dengan Javier. Ternyata mogok makan Ayi ada berkah juga, pikir Nayla. Namun belum sempat Nayla memberikan persetujuan, seorang lelaki terlihat turun dari motor besar tepat di samping tubuh gadis cantik berambut panjang tersebut.

"Nayla!" Merasa namanya di serukan, Nayla segera menolehkan kepala. Ekspresi Nayla berubah seketika. Dengan cepat ia bersembunyi di balik punggung Javier. Mencoba untuk menghindari tatapan lelaki tampan tersebut. Javier yang tak tahu apa-apa hanya bisa menatap bergantian ke arah Nayla dan juga lelaki yang berusaha mendekati Nayla.

College or ConfessWhere stories live. Discover now