32. Karuna

28 15 84
                                    

🍁 Happy Reading 🍁

.
.
.


Suasana rumah begitu sepi, bahkan pencahayaan tampak begitu minim. Tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana, aura sunyi begitu mendominasi sehingga terasa mencekam dalam sesaat. Tapi tidak pada sebuah kamar yang pintunya sedikit terbuka.

Di dalam sana juga minim cahaya tapi ada seseorang yang berdiam diri ditemani sebuah pigura foto seorang wanita paruh baya.

Dhira tak berhenti menatap pigura yang terdapat foto sang ibu di sana. Kedua matanya sibuk meneteskan air mata, tapi tidak ada suara isak tangis yang keluar dari mulutnya. Sesekali, tangan putih Dhira mengusap kaca pada pigura yang sudah mulai buram.

Seulas senyum tipis merekah di wajah cantik Dhira, mengikuti ukiran senyuman yang tampak di wajah ibunya di dalam foto pada pigura itu.

"Ibu ... aku rindu," gumam Dhira.

Gadis itu terlihat begitu kacau, seperti keadaan kamarnya yang begitu berantakan karena beberapa barang yang berserakan di lantai. Bahkan ada beberapa benda yang terbuat dari kaca, sudah bercerai berai hampir memenuhi permukaan lantai.

"Ibu ... apa Aku boleh ikut ke sana? Di sini Aku terus disakiti oleh ayah, aku tidak mau jadi bahan bisnisnya lagi."

Senyum getir terbit di wajah cantik Dhira ketika ingatan lama terlintas di benaknya. Bagaimana dulu ayahnya membawa dia pada orang lain demi menyelamatkan bisnis yang saat itu di ambang kehancuran.

Tubuhnya seketika menggigil hebat ketika setiap kejadian mengerubungi pikirannya. Ketakutan mulai menyelimutinya, membuat pandangannya nanar seketika.

"Bajingan," ucap Dhira ketika wajah seseorang terlintas di pikirannya.

Dengan emosi yang meluap, Dhira meraih sebuah benda tajam yang terletak di atas nakas. Sebuah benda yang tampaknya selalu berada di dekatnya ketika dia membutuhkannya.

Tidak, Dhira tidak membutuhkan itu untuk menenangkan dirinya, tapi dia menggunakan benda tersebut untuk menyalurkan rasa takut yang begitu besar dalam dirinya.

Tok!
Tok!
Tok!

Netra Dhira yang tadi sibuk melihat karya yang baru saja ia buat di tangannya, sontak melirik ke arah pintu kamarnya yang sedari tadi dibiarkan terbuka karena mendengar suara ketukan. Tampak olehnya seorang gadis menyembulkan kepalanya dari arah luar dengan hati-hati.

"Dhi— Astaga, Dhira!"

Nayla langsung masuk ke dalam kamar Dhira saat melihat darah di tangan gadis itu sudah mengalir deras hingga meninggalkan noda di seluruh permukaan bajunya.

"Apa yang kamu lakukan?! Kamu udah gila apa?!"

Cutter yang sedari tadi dipegang oleh Dhira, kini terbang ke arah luar kamar karena Nayla merampas benda itu dan melemparnya asal. Dengan cepat, Nayla mengambil kain yang tampak olehnya tergantung di pintu lemari milik Dhira, dan segera melilitkannya pada tangan Dhira yang sudah terdapat beberapa sayatan di sana. Tidak ada reaksi dari Dhira ketika Nayla melakukan itu, pikirannya kosong.

"Kenapa?" tanya Dhira ketika Nayla masih sibuk membalut luka di tangannya.

"Apanya?" tanya Nayla balik.

College or ConfessWhere stories live. Discover now