"Ibu—?" Taehyung memeluk ibunya begitu bertemu di puncak tangga, tapi Damhee buru-buru mendorongnya menjauh.

"Apa yang kau lakukan?" Damhee mengernyit, sementara Taehyung tersenyum lebar.

"Kangen," katanya terus terang, lalu membingkai bahu Damhee dengan kedua lengannya.

"Berapa usiamu?" Kali ini Damhee diam saja, saat Taehyung merangkul bahu dan mereka menuruni anak tangga.

"Maunya sih 17, tapi sepertinya sudah 27 sih." Taehyung cekikikan saat Damhee meliriknya, dia mencium pipi ibunya sekilas yang membuat Damhee tersenyum samar.

Keduanya duduk di meja makan, sarapan roti telur panggang kesukaan Taehyung. Jemari Damhee bergerak ke rambut Taehyung yang tertata kurang rapi, sementara Taehyung tetap lanjut makan tanpa merasa terganggu.

"Semua lancar?" tanya Damhee kemudian, meneliti penampilan Taehyung yang terlalu rapi.

Taehyung biasa ke kantor dengan kemeja tanpa jas dan dasi, rambut berantakan, sesekali bahkan datang dengan sandal alih-alih sepatu. Katanya pakai sepatu merepotkan, Damhee sampai sakit kepala setiap mengingat tingkah putranya itu.

"Hhmm..." Taehyung mengangguk dengan mulut penuh roti, dia bicara setelah makanannya lolos dari tenggorokan. "Hari ini aku akan menemui Mr Presiden membahas proyek gedung kesenian, aku sudah melihat desain Felix, lumayan bagus."

"Dia ikut?"

"Ya," Taehyung tersenyum. "Seokjin benar-benar pintar, bisa-bisanya dia berpikir begitu, Sera sangat berguna untuk meloloskan proyek-proyek besar."

Damhee tersenyum tipis mendapati kelicikan Seokjin benar-benar tidak terduga, duduk tenang sambil menikmati kopi. Oke, Sera memang sangat berguna—pikir Damhee, tetapi apa alasan Seokjin memilih Taehyung? Selama ini Seokjin tidak begitu percaya Taehyung bisa melakukan banyak tugas berat di perusahaan, dan, Damhee sendiri berpikir demikian.

Taehyung tidak tertarik mengurus pabrik mobil, putranya lebih suka melukis. Bila dulu dia membiarkan Taehyung melanjutkan kuliah dibidang seni, mungkin Taehyung sudah jadi pelukis terkenal sekarang.

Damhee berpikir lagi, mencari-cari alasan masuk akal Seokjin memilih Taehyung.

"Taehyung, apa Namjoon pernah menemuimu?"

"Cih, dia lagi!" kemarahan Taehyung tumbuh cepat, sumbu kesabarannya yang pendek tiba-tiba saja putus. "Kalau bukan karena Jimin bilang aku tidak boleh menyentuh Namjoon, aku pasti sudah menuntutnya. CCTV jelas-jelas merekam perbuatannya, aku bingung kenapa Seokjin hyeong terus saja melindunginya."

"Jadi dia tidak pernah menemuimu?"

Taehyung menggeleng cepat. Damhee bergeming sampai Taehyung selesai makan, dan beranjak pergi. Mungkinkah, Seokjin melindungi Taehyung dari Namjoon?—Damhee mendengus kasar, jengkel dengan pemikirannya sendiri.

Anak angkat itu selalu membuatnya kesal, mungkin sudah waktunya Namjoon tahu hal sebenarnya dari tragedi buruk yang terjadi waktu itu. Sejujurnya Damhee malas berurusan dengan anak tidak penting itu, tetapi mengingat Seokjin tidak tahu apa-apa, terpaksa dia yang akan meluruskannya.

"Ah, membuat repot saja," gumamnya, sementara dia memutar-mutar cincin pernikahan.

🍁🍁🍁

Pertemuan singkat dengan Mr Presiden siang hari itu berjalan produktif, Taehyung memberi saran menambahkan lukisan di langit-langit gedung dan Jeon Jeha menyambut baik idenya. Di sepanjang pertemuan dia memerhatikan Jeon Jeha kedapatan berkali-kali memandangi Sera dengan manik berkaca-kaca, tetapi dia tidak paham kenapa kedua orang itu bersikap seolah-olah mereka belum tahu kebenarannya.

Tuan Kim dan Sang PelacurWhere stories live. Discover now