19. AIR TERJUN

Magsimula sa umpisa
                                    

Samudra tersenyum sejenak. "Air terjun," jawabnya sebelum kembali melangkahkan kaki.

Tunggu! Air terjun? Pagi-pagi begini? Emang nggak dingin? Terlalu fokus berpikir, Dinda sampai tak menyadari bahwa mereka sudah sampai.

Samudra melepaskan genggaman tangannya. "Abis ini kita bakal nurunin tangga. Jalannya hati-hati aja, jangan pernah lepasin tangan saya," pesannya kemudian berjalan ke arah lapak penjual makanan ringan.

Pria itu membeli dua botol minuman dingin dan sebuah Snack rasa BBQ. "Ayo," ajaknya sembari mengulurkan tangan.

Dinda sempat terdiam karena bingung. Ini kenapa Samudra tiba-tiba hangat dan perhatian kepadanya? Apa jangan-jangan kesambet penunggu Curug? Pikir Dinda.

Namun setelahnya ia menggelengkan kepala untuk menepis pikiran ngelamurnya. Ia kembali memegang tangan Samudra dan mulai menuruni anak tangga yang entah berapa jumlahnya.

___

Setelah sampai di bawah, Dinda merosot menduduki batu yang ada di pinggiran aliran air yang berasal dari air terjun yang akan mereka tuju.

Samudra terkekeh melihat hal itu. Dinda pasti kelelahan setelah menuruni anakan tangga yang cukup banyak.

Pria itu berjongkok di depan Dinda, membuat Dinda mengangkat sebelah alisnya. "Naik," ucap Samudra membuat Dinda bingung.

Naik kemana?

"Kamu capek, 'kan? Ya udah naik, saya gendong." Dinda kembali menganga, tak percaya dengan Samudra yang kini sedang bersamanya.

"Din?" Samudra menoleh ke belakang disaat Dinda tak kunjung naik ke punggungnya.

Tanpa aba-aba, Dinda turut berjongkok kemudian mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Samudra. "Abang nggak apa-apa?" tanyanya membuat Samudra mengerutkan keningnya.

"Kenapa?"

Dinda menggeleng. "Bang Samudra nggak kesurupan penunggu Curug, 'kan?" Ucapnya langsung mengundang sentilan kecil di bibirnya.

"Hus! Nggak boleh ngomong gitu!" Tegur Samudra.

Dinda hanya meringis. "Ya, abisnya sikap Abang tuh aneh banget. Berubah seratus delapan puluh derajat tau nggak?"

Setelah mendengar perkataan Dinda, Samudra jadi berpikir. Kenapa ia se perhatian itu sama Dinda? Kenapa ia jadi care gini sama Dinda?

Pria itu berdehem sejenak, lantas bangkit dari posisinya. "Oke, jalan sendiri. Cepet," ucapnya lantas berjalan mendahului Dinda yang masih tercengang.

Ini dia nggak jadi gendong gue?

Tak ada pilihan lain, Dinda pun memilih untuk mengikuti Samudra. Emang dasar nggak bertanggung jawab. Anak orang diajak capek tapi dia nggak perduli!

Harusnya gue tadi nurut aja.

Coba aja gue nggak pake lemot, pasti sekarang gue bakal digendong sama Bang Samudra!

Arghh, Dinda! Kenapa Lo lemot banget, sih?!

'bruk'

"Awh!!" Rintih Dinda.

Ia tak memperhatikan jalan hingga membuat kakinya terkilir disaat kakinya salah menginjak. Ia terpeleset batu berlumut yang sudah pasti cukup licin.

Mendapati Dinda yang terduduk di tanah, Samudra segera menolongnya. Pria itu menggendong tubuh Dinda tanpa banyak bicara.

"Makanya jangan sok!" Cibir Samudra sambil melangkah dengan Dinda yang sudah ada di punggungnya.

Dih?? Sok dia bilang?

KUTUB UTARA [On Going]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon