-41-

14K 1.1K 326
                                    


     Mengalahkan 15 orang laki-laki berbadan kekar adalah hal yang cukup mudah bagi Candala. Bukannya sombong, tetapi memang kenyataannya ia mampu mengalahkan 15 orang dengan mudah.

      Namun, hampir 30 menit berlalu, Candala belum juga membuat 6 orang assassin yang masih berdiri tegap tumbang. Candala seperti mengulur waktu dan terus-menerus menghindar dari serangan para assassin alih-alih membalas mereka hingga tak berkutik.

   Singkatnya, keinginan Candala adalah membuat perasaan kakek Rui yang tengah asik menonton di kursi kerjanya itu melambung tinggi bahagia, karena merasa akan menang. Setelahnya, perasaan itu akan Candala runtuhkan dalam sekejap dengan sebuah kekalahan.

    Sreet!

    Brak!

   Meja di pojok pintu terlempar, Candala  menghindar dengan cepat tak kala meja itu hampir mengenai tubuhnya. Ia lantas menatap tajam si pelaku yang melempar meja. Dia salah satu assassin yang belum sempat ia habisi.

   " Wah, nyari mati lo." Gumam Candala mulai meregangkan kedua otot tangannya.

    Ia melangkah perlahan, tak lama berlari secepat kilat dengan gerakan melompat. Namun gerakan selanjutnya tak terduga. Alih-alih melakukan tendangan angin, Candala malah menendang ke bawah menuju aset di bawah sana.

    " AKH!" Assassin itu berteriak dan reflek memegang aset miliknya yang terkena tendangan maut Candala.

   " Ups! Sorry, salah sasaran." Celetuk Candala dengan wajah mengejek.

    " Sialan! Kau akan ku habisi gadis gila!" Assassin mulai berdatangan berniat mengeroyok Candala.

     " Woi, woi! Satu-satu! Jangan main keroyokan kayak bocah!" Ucap Candala.

     " Cih, kau takut sekarang?" Kali ini kakek Rui lah yang bersuara hingga membuat Candala menoleh.

      " Eum, bagaimana ya. Sebenarnya...," Candala menjeda dengan beberapa langkah mendekati kakek Rui.

     "...aku hanya takut pada Tuhan dan kedua orangtuaku," lanjutnya.

     " Cih, sudah kehabisan akal? Jangan sok berani! Nyalimu itu besar, tapi tak punya skill mumpuni!" Ujar kakek Rui meremehkan.

      " Masa sih?" Respon Candala membuat pria tua itu kesal hingga melempar pot bunga kaca di atas mejanya. Namun di luar dugaan, Candala justru menangkap pot bunga tersebut.

     " Jangan emosi, kakek. Nanti serangan jantung. Tidak lucu, kan, jika anda mati hanya karena emosi dengan saya." Kata Candala seraya melempar pot di tangannya ke udara pelan.

    " Tapi... lucu juga kalau anda mati hanya karena terlalu emosi." Candala melempar balik pot itu hingga pecah mengenai tembok di belakang kakek Rui.

    PRANG!!!

   " Lemparan yang bagus bukan?" Kakek Rui mengepalkan tangan kuat menahan emosi karena perbuatan Candala barusan. Baru saja hendak membuka mulut, seseorang tiba-tiba menerobos masuk.

    BRAK!

    " KAKEK! JANGAN BUNUH DIA!" Atensi keduanya tertuju pada pengganggu yang masuk secara tiba-tiba itu.

    " Kenapa kau ke sini, Victor?" Si pengganggu tak menjawab, tetapi malah fokus pada dinding yang retak dan pecahan pot kaca di lantai.

 
°
°
°
 

   Kantor keamanan cyber tengah sibuk karena perintah dari sang atasan. Akibat ulah seorang gadis banyak tingkah itu, mereka harus bekerja lembur semalaman.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Oct 03, 2022 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

CandalaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora