-39-

5.4K 624 11
                                    


    Malam hari di kota Kopenhagen, Denmark. Di kediaman mewah bernuansa klasik Eropa milik Perdana Menteri Owen. Para tamu undangan mulai memenuhi ruangan untuk mendengarkan pidato singkat dari sepasang suami istri itu.

     Memeriahkan ulangtahun pernikahan yang ke-25, tuan Owen dan nyonya Owen membuka botol minuman beralkohol hingga mengeluarkan buih seperti lahar gunung api yang meletus. Acara yang awalnya formal, mendadak seperti club malam. Dentuman musik dan lenggak-lenggok manusia mulai memenuhi dance floor.

    Segerombolan orang yang membawa pasangannya akan berjoget ria di tepi kolam renang. Sedangkan orang-orang yang masih single sibuk mencari pasangan berdansa. Asal colek sana-sini, mereka langsung berhasil mendapatkan pasangan.

    Berbeda dengan sosok cantik nan manis yang tengah asik menikmati aneka kue kering di meja pantry. Dia tampak seperti bocah kelaparan karena mengunyah 3 buah kue kering sekaligus. Yap, gadis ini adalah Candala.

     Akibat ditinggal ayahnya sendirian sejak sampai di tempat ini, Candala mendadak kalap melihat aneka kue di meja pantry.

    " Permisi...." Panggilan itu Candala abaikan. Ia masih sibuk mengunyah, kemudian menenggak jus jeruk di tangan satunya.

    " Nona, maukah kau berdansa denganku?" Candala menoleh sekilas dengan kepala menggeleng cepat.

   " Saya sibuk." Jawab Candala singkat, kemudian kembali melanjutkan aksi kalap makannya.

    " Sibuk? Bukannya anda hanya sedang makan saja? Tidak sesibuk seperti yang saya lihat. Anda bisa melepas kuenya sekarang, dan berdansalah dengan saya." Laki-laki asing itu tetap kekeuh mengajak Candala berdansa.

   " Ck, bangsat!" Umpat Candala kecil. Gadis ini merasa kesal karena kegiatannya terganggu.

  " Maaf, Tuan. Tapi saya benar-benar sibuk sekarang," menunjuk aneka kue kering di meja pantry, " aku harus menghabiskan mereka semua. Sayang kalau makanan seenak ini tidak dihabiskan."

   " Saya bisa membelikan anda kue yang lebih enak dari ini. Jadi, berdansa dengan saya sekarang. Kue itu bisa saya dapatkan dengan mudah. Tidak perlu mengkhawatirkan tentang kue-kue ini." Lihatlah, laki-laki ini mulai menggoda Candala.

    " Sorry, I still don't want to sir."

    Pria itu menatap Candala kesal karena ditolak untuk kedua kalinya. Dia segera pergi seraya menggerutu. Sedangkan Candala tampak tak peduli. Dia justru kembali melanjutkan makannya.

   Namun, sepertinya pengganggu lain datang lagi.
  
    " Candala! Aduh, udah dong ngeraup makanannya. Kan bisa nanti. Sekarang temenin Papah dulu ketemu menteri Owen." Thomas tiba-tiba datang entah darimana. Sejak 1 jam yang lalu meninggalkan Candala tanpa kejelasan. Sekarang, datang-datang malah mengomelinya.

    " Pah, darimana aja sih? Tau gak, Candala kayak anak ilang tau! Papah kok lama amat perginya. Candala pikir Papah sengaja ninggalin Candala di sini."

    " Enggak, Papah habis dari toilet. Biasa, panggilan alam." Ucapnya beralasan.

     " Udah-udah makannya. Kita harus sapa tuan rumahnya dulu." Lanjut Thomas membuang kue kering di tangan Candala ke atas piring.

    " Ih, Papah! Kan sayang kalo gak dibungkus. Jarang-jarang loh dapet makanan gratis." Thomas memutar bola matanya malas mendengar alasan sang putri.

     " Kamu lupa siapa Papah, hah? Papah bahkan bisa beli satu pabrik kue kayak gitu. Jadi sekarang, tinggalin kuenya, dan temenin Papah." Candala mendengus kesal mendengarnya.

    " Mau kaya atau miskin, yang namanya gratisan pasti gak bakalan ada yang nolak." Cerocosnya melangkah lebih dulu menuju tempat di mana Menteri Owen berpijak sekarang.

CandalaWhere stories live. Discover now