-29-

12.2K 1.7K 103
                                    

  
   Steve duduk di pinggir ranjang dengan raut wajah kacau. Tangannya bergerak naik menyentuh dada kirinya. Dia merasakan jantungnya berdebar tak karuan. Debaran ini jelas terasa berbeda dengan debaran ketika ia sedang lelah atau ketakutan. Debaran ini memberi gelanyar aneh.

   Ketika otaknya secara otomatis mereka ulang adegan beberapa menit yang lalu. Wajah Candala yang tersenyum manis secara otomatis muncul. Wajah, senyum, dan segala hal yang ada dalam diri gadis itu terekam jelas dalam ingatannya.

   "Shit, berhenti memikirkannya bodoh!" Steve memukul pelan keningnya, berusaha menghapus jejak Candala dari otaknya.

     Namun sayang. Bukannya menghilang, wajah Candala malah semakin terngiang-ngiang di kepalanya.

    Tok! Tok! Tok!

Lamunan  Steve buyar mendengar suara ketukan pintu. Dia berteriak sedikit keras untuk memastikan siapa pelaku yang tengah mengetuk pintu.

    "Siapa?"

    "Ini gue, Candala."

    Deg!

    "M–masuk, pintunya tidak ku kunci." Steve berusaha menormalkan ekspresi wajahnya. Dia benar-benar gugup sekarang. Dia takut Candala salah paham karena perasaan yang belum jelas arahnya ini.

    Cklek

   "Halo?" Sapa Candala seraya menutup pintu pelan.

   "Kenapa?" Tanya Steve menahan napas ketika sadar Candala mempersempit jarak antara keduanya.

   "Lo...Suka sama seseorang, kan?" Tebak Candala. Gadis itu mendekat, seraya berucap, "seseorang yang engga semestinya lo suka."

   "Maksudnya?" Steve benar-benar gugup. Pertanyaan Candala barusan membuat dia semakin yakin kalau gadis ini mengetahui perasaaannya.

   "Ck, engga usah pura-pura gak tau gitu ih. Lo lagi suka sama seseorang yang seharusnya engga boleh lo sukain. Gue tau itu!"

   Steve tak dapat berkata-kata. Candala berhasil membuatnya terpojok. Terlebih lagi, posisi keduanya terkesan ambigu. Steve yang duduk di atas ranjangnya, sedangkan Candala berdiri di hadapan laki-laki itu dengan wajah super dekat. Candala terlihat seperti gadis posesif yang sedang menghukum kekasihnya.

   "Aku tidak mengerti maksud mu. Dan lagi, wajah mu terlalu dekat." Ujar Steve seraya mendorong kening Candala dengan jari telunjuk.

   "Ish, jangan ngeles deh!" Geram Candala. Gadis ini kembali mendekatkan wajahnya, bahkan tangannya tidak segan mencengkram rahang Steve.

   "K–kau." Steve terkejut dengan tindakan Candala. Meski bisa melawan, tubuhnya seakan menolak dan malah patuh.

   "Gue engga bakalan ngejudge lo. Tapi gue cuman ngasih saran." Menghela napas pelan, Candala kembali melanjutkan ucapannya. "Mending lo lupain aja dia. Kalian gak bakalan bisa jadi pasangan."

   "Hah?"

   "Iya, lupain Daniel. Perasaan lo gak bakalan dia bales. Daniel masih suka cewe, bukan cowo."

   Otak Steve mendadak ngebug. Dirinya menyukai Daniel? Bukan Candala, tapi Daniel! Steve seketika melepas cengkraman tangan Candala dari rahangnya, kemudian berdiri.

   "K-kau!"

   "Kenapa? Marah karena gue nyuruh lo lupain Daniel. Lo harusnya bersyukur, masih ada gue yang ngingetin lo."

   "Ck, kau salah paham, aku tidak–"

   "Gak usah malu. Banyak kok di luaran sana yang kayak lo. Cuman bedanya mereka udah pada bablas, kalo lo baru tahap awal," potong Candala.

CandalaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin