-37-

10.2K 1.3K 40
                                    

  
   Di koridor rumah sakit, ketika selesai bertemu dokter, Eleanor dan Candala berjalan beriringan sembari berbincang.

   " Jadi, si pelakor sasimo itu udah mati? Udah end hidupnya?" Eleanor mempraktekkan gerakan memotong leher.

    Mengangguk kecil, " Ivonne udah meninggal. Meskipun dia jahat, gue cukup prihatin sebenarnya. Gak ada yang tau isi hati manusia kayak gimana. Kemungkinan juga, Ivonne ngelakuin hal kayak gitu karena alasan yang kita sendiri gak mungkin ngerti. Semua kejadian yang terjadi baik di masa lalu atau sekarang, gak sepenuhnya salah dia. Karena di sini, Lucas juga bersalah." Eleanor memilih diam, menunggu Candala melanjutkan perkataannya.

    " Siapa sih, yang gak marah kalo pacarnya nikah sama orang lain, padahal pacarannya udah bertahun-tahun. Pasti gak rela, kan?"

    " Apalagi di posisi Ivonne yang dikasih janji manis dengan iming-iming bakal dinikahin setelah cerai sama istrinya, bikin dia jadi berharap lebih." Eleanor masih fokus mendengarkan, tanpa niat menyela.

     " Di sisi lain, karena Lucas udah nikah, otomatis waktunya terbagi. Ivonne udah pasti kesel, karena waktu pacaran mereka berkurang, gak kayak dulu yang mungkin hampir setiap hari ketemuan. Hal ini, bikin dia ngerasa kesepian, haus kasih sayang. Karena saat itu, dia cuma punya Lucas."

     " Ya, namanya juga hubungan, pasti ada aja masalahnya, ada aja godaannya. Entah karena ketemu sosok yang lebih pengertian, atau sosok yang lebih banyak ngeluangin waktu. Pada akhirnya, perselingkuhan itu dimulai."

    " Dari awal si cewek udah salah atas pilihannya bertahan sama laki-laki yang jelas udah beristri. Dia bertahan karena janji-janji manis yang bisa diingkari semudah menjentikkan jari."

    " Intinya, mereka berdua sama-sama salah. Gak ada korban, gak ada pelaku. Karena yang jahat, gak selamanya jahat." Candala tersenyum di akhir. Sedangkan Eleanor menatap kagum gadis itu.

    " Seandainya aja Lucas gak buat kesalahan. Lo pasti bakalan tetap jadi adek gue." Ucap Eleanor berandai-andai.

   " Kak Ele ngomong apaan sih? Gue tetep jadi adek kak Ele. Terlepas gue mau cerai sama Lucas, hubungan kita berdua masih sama. Gak ada larangan buat kakak ipar deket sama mantan adek iparnya, kan?" Eleanor terharu mendengar itu. Dia lantas memeluk Candala.

    " Hiks... Seandainya aja gue cowok, lo bakalan jadi pilihan pertama gue buat di nikahin." Candala tertawa pelan mendengar penuturan ngawur itu.

    Di saat keduanya tengah berpelukan, dari kejauhan datang dua orang perempuan. Dua-duanya sama-sama mengandeng pasangan. Namun bedanya, yang satu tersenyum lebar dan yang satu tampak tertekan.

    " Non, Candala! Rosa kangen!"

    " Saya juga kangen, Non!"

     Candala dan Eleanor melepas pelukannya. Melirik dua perempuan itu bersamaan.

      " Rosa? Endah? Mereka kok bisa ada di sini?" Tanya Candala heran. Dia pikir, hanya Eleanor yang tau dirinya masih hidup.

      " Gue yang ngasih tau. Gak apa-apa, kan?" Candala mengangguk paham. Gadis itu beralih menatap Rosa dan Endah. Kedua perempuan itu berlari dan memeluknya secara bersamaan.

     " Non, saya kangen," ungkap Rosa.

     " Saya juga kangen, Non. Gak ada Non Candala, saya gak punya semangat hidup. Hidup saya jadi berantakan dan suram." Kini giliran Endah yang mengungkapkan perasaannya. Dari wajahnya yang tampak lusuh, Candala menduga Endah tengah ditimpa masalah.

      " Non, kenalin. Ini suami saya, namanya Joshua." Rosa tersenyum cerah, seraya menarik lengan laki-laki yang mendampinginya tadi.

       " Halo, saya Joshua. Suaminya, Rosa." Laki-laki itu mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh Candala.

CandalaWhere stories live. Discover now