-26-

12.8K 1.9K 144
                                    


    "Ck, gilak! Itu penjagaannya udah kayak protokol kesehatan, ketat banget!" Ujar Candala menatap sebuah pabrik dari balik gundukan pasir.

Niat awalnya adalah mencari tempat teduh agar terhindar dari matahari yang menyengat, tetapi siapa sangka, dia dan Steve malah menemukan markas rahasia milik Joseph. Tempat pembuatan nuklir ilegal.

"Kita harus melumpuhkan penjagaan mereka secara diam-diam," ujar Steve.

"Wah, gelo Lo! Itu yang jaga ratusan! Bunuh diri namanya!" tolak Candala.

Dia ini masih manusia biasa, bukan manusia super yang mampu melawan ratusan musuh bersenjata ini. Yang ada dia menemui sang Pencipta kalau salah langkah sedikit saja.

"Lemah! Tadi saja banyak bicara sampai mulut berbusa. Sekarang malah takut menghadapi musuh! Kau niat tidak sih?" desis Steve.

"Gak kebalik? Lo yang suka nge bacot gak jelas! Sampe-sampe gue pengen ngelem mulut lo pake aibon! Biar mabok sekalian!" dengus Candala.

"Ck, dasar wanita! Merepotkan!" Decihnya dengan suara kecil.

"Ngomong apa Lo!" gertak Candala.

"Jangan geer!"

Steve memilih meninggalkan Candala. Berjalan mengendap-endap mendekati pagar besi dengan tegangan listrik. Dia menelisik sejenak penjaga di garda terdepan. Terhitung ada sepuluh penjaga di pintu bawah, dan 15 di pintu atas.

"Lo jamin kita bakalan berhasil pake tangan kosong?" Tanya Candala yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Steve bagaikan hantu.

"Kalau belum mencoba, kita tidak akan tau hasilnya, kan?" Setelah mengatakan itu, Steve berlari ke sisi paling kiri, tepatnya satu-satunya pagar berlapis kayu tanpa tegangan listrik. Namun masalahnya, pagar itu hanya 20 sentimeter lebarnya. Kemungkinan terkena pagar besi bertegangan listrik lebih tinggi.

"Lo yakin?" Tanya Candala tak yakin dengan keputusan Steve.

"Aku pernah ikut parkour dan panjat tebing. Semoga saja bisa," ujar Steve. Dia seakan menyerahkan segalanya pada takdir.

Dan mulai dari langkah pertama.

Steve mulai menaruh tangan kanannya di salah satu sekat, tangan lainnya berpegang pada pagar kayu yang menonjol.

Dan dalam hitungan 6 detik, Steve melempar tubuhnya dengan massa otot yang ia punya. Dia mendarat dengan mulus. Tentunya Candala terkejut karena pergerakan mendadak itu.

"Woi! Gue gimana!" Seru Candala. Pasalnya Steve malah berlalu pergi meninggalkannya di luar pagar. Laki-laki itu benar tak punya hati, batinnya.

"Pikir sendiri, bagaimana caranya agar kau bisa melewati pagar itu," ujarnya dengan suara agak keras.

Candala hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Menahan emosinya agar tidak mengamuk dan memporak-porandakan pagar ini. Candala agak gila jika sudah emosi.

"Sabar-sabar, orang sabar disayang Tuhan." Bisiknya seraya mengelus dada pelan.

°
°
°

   Beberapa jam berlalu. Penjaga di garda depan, baik lantai atas maupun bawah telah berhasil Steve dan Candala lumpuhkan. Jika kalian bertanya, bagaimana Candala bisa melewati pagar besi bertegangan listrik tadi, jawabannya hanya satu.

Gadis itu benar-benar menghancurkan pagar besi bertegangan listrik untuk melampiaskan amarahnya pada Steve. Ya, dia memang agak gila jika sudah emosi.

"Penjaga di dalam tidak terlalu waspada. Kita bisa melumpuhkannya secara diam-diam," ujar Steve memberi arahan.

Tak lama, keduanya berpencar. Di mulai dari Candala, dia memiting leher penjaga berambut gondrong. Tidak membiarkannya untuk berteriak, karena Candala langsung membuatnya tak sadarkan diri.

Candalaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن