-22-

16K 2K 55
                                    


Suasana hening setelah Candala masuk ke ruangan seukuran kamar hotel itu. Gadis itu tengah berdiri tepat di hadapan Steve yang tengah duduk dengan kedua kaki di atas meja kerjanya.

Gadis itu merutuki sikap tidak sopan Steve. Bagaimana bisa pemimpin tim elit tidak mencerminkan sikap terpuji? Candala benar-benar ingin mematahkan kaki Steve sekarang. Terutama wajah angkuh itu. Ingin rasanya ia lumuri dengan kotoran anjing.

"Sudah selesai menyumpahi aku?" Ucapan tiba-tiba Steve membuat Candala langsung berdiri tegap. Bagaimana bisa pemuda itu tau dirinya tengah menyumpahi dia? Apakah dia cenayang aka Mbah dukun?

"Tidak, saya sedang berpikir betapa hebatnya anda sebagai ketua tim elit. Bukan menyumpahi seperti yang anda katakan barusan," ujar Candala beralasan. Padahal hatinya tengah misuh-misuh.

"Ah! Sungguh? Biasanya orang-orang akan menyumpahi ku setelah mendapatkan pelatihan gila tadi. Aku tidak menyangka, ada orang yang terkagum-kagum denganku. Sudah ku duga, pesona yang aku pancarkan sangat luar biasa menarik."

Steve menatap Candala dari atas sampai bawah, bibirnya kembali terbuka, "kau-- tidak menyukaiku kan?"

Candala mendelik, menyadari betapa percaya dirinya manusia di hadapannya ini. Mana mungkin ia menyukai laki-laki seperti Steve. Yang ada dia bisa gila menghadapi tingkah narsis dan mulut samyang-nya.

"Apa maksud anda? Saya ini laki-laki normal, tidak suka batang, tetapi suka melon," ujarnya di selingi tawa kecil.

Steve hanya mengangguk-angguk kecil, kemudian kembali berucap, "untunglah. Aku pikir kau seorang gay. Habisnya, wajahmu terlalu cantik untuk ukuran seorang laki-laki. Jadi, aku berpikir kau sengaja datang kemari untuk menarik perhatianku."

Candala hanya tersenyum simpul. Dalam hatinya, ia ingin memukul wajah Steve. Pemuda itu terlalu narsis.

"Kalau boleh tau, untuk apa anda menyuruh saya kemari?" tanya Candala berniat mengakhiri ke narsisan seorang Steve.

"Tidak ada. Hanya iseng."

Cukup! Candala tidak kuat lagi. Steve benar-benar manusia paling menyebalkan yang pernah ia temui. Bagaimana bisa dia mengatakan hal tersebut dengan ekspresi polos?

"Anda bercanda? Anda sengaja mempermainkan saya, hah?" Candala berbicara dengan nada yang tidak sesantai sebelumnya. Kesabarannya sudah habis menghadapi tingkah Steve. Dia bahkan lebih menyebalkan dari Lucas, pikir gadis itu.

"Tidak. Siapa yang mempermainkan mu? Aku tidak main-main dengan ucapan ku. Aku memang iseng menyuruhmu ke sini. Dan perkataanku itu serius."

Steve menurunkan kedua kakinya dari atas meja. Bangkit dari duduknya untuk menghampiri Candala.

"Lihat, buktinya kau sekarang ada di kantor ku. Itu artinya, ucapan ku serius bukan?" Steve kembali berbicara dengan kedua tangan di rentangkan. Ekspresinya seolah mengejek Candala. Benar-benar menyebalkan, rutuk Candala.

"Haha, terserah anda," respon Candala mencoba tertawa sebisa mungkin. Dia menahan tangannya untuk tidak memukul pemuda itu.

"Bagus, bagus. Aku suka bawahan yang tidak banyak mengeluh sepertimu." Steve sudah berdiri di sebelah Candala, menepuk-nepuk pundak gadis itu pelan.

"Berbuat baiklah padaku. Di jamin, gajimu akan naik tiap tahunnya nanti," bisiknya tepat di telinga Candala.

Candala kembali merespon dengan tertawa. Tertawa paksa lebih tepatnya. Saat ini, sangat sulit untuk sekadar membuat ekspresi bahagia. Steve benar-benar membuat Candala kesal hingga ingin gantung diri.

CandalaWhere stories live. Discover now