41

1.5K 111 4
                                    


  SELAMAT MEMBACA
😘💜😘💜

"kupikir akan sangat sulit untuk kita memikat pelanggan, tapi ternyata tidak begitu sulit. Mungkin, aku saja yang terlalu takut"

"bukankah kita harus sangat bersyukur karena itu, lihat? Pembeli kita datang dari berbagai jenis usia"Zeea tersenyum bahagia, membalas perkataan Rani.

"lagi pula kita juga cukup gencar dalam melakukan promosi, kerja keras kita tak akan berakhir sia-sia"lanjut Zeea lagi, masih dengan senyum di bibirnya.

"ya, aku harap begitu"balas Chika masih dengan seyum bahagia.

Lalu untuk sesaat mereka larut dengan pikiran masing-masing, hingga salah satu karyawan mereka datang dan mengatakan ada seseorang yang ingin menemui Rani.

"Siapa.? Aku tidak memiliki janji temu dengan siapa pun"tanya Rani dengan ekspresi bingung juga ingin tahu.

"temui saja dulu, mungkin itu hal yang penting"ucap Chika, sambil mendorong pelan bahu Rani.

"mungkin saja itu Daryan"Zeea menambahkan, yang langsung di bantah Rani dengan gelengan kepala.

"itu tidak mungkin, dia memang tahu kita sedang memulai usaha. Tapi pria itu tidak tahu di mana lokasinya, aku tidak pernah mengatakannya"bantah Rani sedikit kesal, ia jadi mengingat bagaimana kelakuan Daryan akhir-akhir ini.

"lalu siapa? Aku jadi penasaran"
tanya Chika dengan wajah ingin tahu.

"biar aku saja yang turun, Chik. Kau tetap duduk di tempat mu"Ucap Rani saat melihat Chika yang sudah akan beranjak dari posisinya.

Chika tentu saja mendengus kesal, sementara Rani bergegas keluar dari ruangan mereka bertiga yang berada di lantai dua.

💜💜💜

Rani tak bisa menyembunyikan ketidaksukaanya begitu melihat siapa yang ingin menemuinya.

"ada apa?"tanyanya langsung, tanpa ikut duduk di kursi yang tersedia di hadapan Alqan.

Karena sejujurnya, Rani sudah ingin menghilang dari hadapan abang pertamanya itu.

"duduk dulu, ini juga waktunya makan siang. Mari makan bersama dek, kita sudah lama tidak makan bersama"Alqan menatap sendu sang adik, yang tentu saja di abaikan Rani.

"apa itu perlu, kurasa kita tidak sedekat itu untuk makan di meja yang sama. Apa kau berpura-
pura tidak tau dengan apa yang terjadi di antara kita"dengus Rani tak suka.

Di hadapannya, Alqan menghela nafas panjang. Ia kehilangan akal untuk membujuk adiknya sendiri.

"apa kau akan diam saja, lagi pula aku tidak pernah memberitahu mu alamat toko ku. Lalu mengapa menampakkan diri di sini, seharusnya kau paham. Kau dan orang-orang di sekitar mu tidak izinkan menginjakkan kaki di sini"Rani benar-benar meluapkan amarahnya.

"jangan berkata seperti itu, dek. Bagaimana pun kita ini adalah keluarga. Aku ini abang mu, dan ibu juga merindukan mu. Ibu ingin sekali bertemu dengan mu tapi ia tak.."

"kau yakin dia ibu ku? Apa menurut mu aku pernah di perlakukan seperti anaknya? Keluarga apa yang kau maksud, aku tidak merasakan ada ikatan kekeluargaan di antara kita. Oh..aku paham, mungkin maksud mu, keluarga tanpa ada aku di dalamnya"

💜💜💜

Rani meremas kuat jari-jarinya, pertemuanya dengan Alqan baru saja berakhir beberapa menit yang lalu.

Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya jatuh juga, meski detik berikutnya Rani hapus dengan kasar.

"jadi siapa yang menemui mu tadi?"

Bersuami GayWhere stories live. Discover now