4|Hari terburuk|

1.5K 147 185
                                    

Selamat membaca
💜🤗💜🤗
~~


Rani menatap malas pada bangunan yang bertuliskan 'UTAMI'  dengan hurup besar tertera di bagian depan toko.

Jika karna tidak terpaksa, Rani tak akan mau berada di sini.

Entah untuk alasan apa, Utami menyuruh Rani kesini.

Utami seolah lupa kejadian saat makan malam kemarin, tidak ada yang mengungkit apa lagi minta maaf.  Semua terlewat begitu saja.

Saat Rani bertanya, Utami hanya mengatakan Rani perlu kegiatan yang berarti agar waktunya tidak terbuang sia-sia.

Namun hingga jam makan siang tiba, Rani hanya menatap bosan pada karyawan juga pelanggan butik ibunya ini.

Entah sudah berapa jam ia duduk di balik meja kasir, Rani tidak tahu dan tidak mau repot untuk menghitungnya.

Dia baru beranjak dari duduknya saat salah satu karyawan ibu yang Rani tidak tahu siapa namanya, memanggil dan memberitahu Nyonya Utami sudah menunggu di ruanganya yang berada di lantai dua.

Jika lantai satu di gunakan untuk memajang hasil rancangan ibu juga melayani para pelanggan, maka lantai dua di gunakan untuk karyawan menjahit,makan dan tempat mereka brefing juga tempat pribadi untuk ibu. yang tentunya sudah terbagi dalam beberapa ruangan yang lumayan terbuka, untuk ruangan brefing dan ruangan menjahit terlihat lebih luas dari semua ruangan yang ada di lantai dua.

Sedangkan untuk ruangan makan karyawan dan kantor ibu sangat tertutup. Rani yakin lantai tiga adalah gudang penyimpanan.

💜

"kau sudah harus ikut andil dalam usaha butik ini, karna butik ini sudah akan jelas menjadi milik mu setelah ibu merasa yakin untuk pensiun"

Rani tak merespon, memilih sibuk pada nasi kotak yang di hidangan karyawan ibunya.

Saat Rani bertanya kenapa memesan nasi kotak, ibu menjawab agar dirinya tidak begitu banyak makan nasi.

Maka nasi kotaklah yang menjadi pilihan ibu karna porsi nasinya yang tidak lebih dari kepalan tangan Rani.

"Shafa..kau mendengarkan ibu kan.?"

Rani menatap ibu yang makan dengan anggun, hal yang tidak bisa ia tiru. bukan berarti dia heboh saat makan.

Ibu saja yang kelewat anggun seperti mantan putri kecantikan.

"aku mendengar ibu"lihat, tidak sampai lima suapan. Box nasi Rani sudah kosong sementara ibu masih tersisa setengah.

"bagus kalau begitu, kau harus serius kali ini Shafa. Ibu berharap banyak pada mu"permintaan bernada datar itu membuat emosi Rani sedikit tersulut.

"harusnya dulu, ibu dan ayah membuat satu lagi seorang putri. Karna kalau aku tidak mampu memenuhi ke inginan ibu, ibu masih punya satu putri yang bisa membuat ke inginan ibu tercapai. Seperti ayah yang punya abang Al sebagai penerus dan abang El sebagai cadangan jika ayah tidak merasa puas dengan kemampuan abang Al"Rani sama sekali tidak melihat ke arah ibunya, ternyata ia masih perlu waktu untuk membalas tatapan ibunya sendiri.

Utami yang mendengar perkataan anaknya langsung saja menghentikan kegiatan makannya, lalu menatap putrinya tak habis pikir.

Padahal ia sudah sangat berusah untuk membuat putrinya betah di lingkungan kerja, agar putrinya terbiasa.

Tapi perkataan Shafa mampu merusak moodnya.

"apa maksus mu Shafa, tidak ada orang tua yang menganggap anaknya cadangan"apa ibu sekarang sedang berpihak pada ayahnya, pikir Rani.

Bersuami GayWhere stories live. Discover now