Baikan?

840 185 4
                                    

Jena memandang cukup lama paperbag yang berada di tangannya. Gadis itu mencoba meyakinkan diri sebelum melangkah menuju bel pintu rumah berwarna putih yang ada di depannya itu.

Jena saat ini memang tengah berada di depan rumah Rosi, dia bertekad untuk menyelesaikan semua permasalahan ini agar tidak semakin berlarut-laut.

Ting tong!

Setelah menekan bel, tidak butuh lama pintu rumah Rosi terbuka menampilkan Mama Rosi yang tersenyum melihat Jena.

"Jena? Tumben banget ke rumah, ayo masuk Rosi ada di kamarnya," sapa Mama Rosi.

Jena mengangguk lalu masuk ke dalam rumah Rosi mengikuti Mama Rosi.

"Langsung ke atas aja ya, tante lagi masak soalnya. Nanti sekalian kita makan bareng." Mami Rosi menepuk pelan pundak Jena lalu melangkah menuju dapur meninggalkan Jena sendirian di ruang televisi.

Sejenak Jena kembali mengatur nafasnya lalu melangkah melewati anak tangga satu demi satu menuju kamar Rosi yang berada di lantai 2.

Ayo Jen, gapapa, everything it's okey, katanya dalam hati lalu mengetuk pintu kamar Rosi.

"IYA BENTAR MA, ROSI NANTI TURUN."

Teriakan Rosi dari dalam kamar membuat Jena sedikit terkejut, gadis itu kemudian mengetuk kembali pintu kamar Rosi.

"Iya Ma, seben-" ucapan Rosi terputus saat gadis itu melihat Jena tengah berdiri di depan kamarnya.

Jena tersenyum kikuk melihat Rosi. "Hi, Ci, can we talk?"

Rosi terdiam beberapa detik sebelum akhirnya melangkah menuju tempat tidurnya, mengisyaratkan bahwa gadis itu setuju untuk berbicara dengan Jena.

Jena yang melihat itu segera menutup pintu kamar Rosi kemudian melangkah mengikuti Rosi.

"Ohiya, gue bawain nasi goreng kesukaan lo. Dimakana ya, Ci." Jena menyerahkan paperbag itu pada Rosi.

"Makasih, Jen."

"Gimana Ci, pensi aman?" tanya Jena.

"Aman, Jen."

"Kalau lo sendiri, aman?"

"Gue? Fine."

Entah mengapa setelah mendengar ucapan Rosi, Jena merasa dirinya akan segera menangis. Gadis itu bahkan sudah lupa kapan terakhir mereka bisa berbincang empat mata, terus terang saja Jena sangat merindukan momen-momen seperti ini.

"I'm okey, Jen." Rosi kembali berucap menyakinkan Jena bahwa dirinya memang baik-baik saja.

"Sorry, Ci. Gue gagal jadi sahabat yang baik."

"Jen, jangan kayak gitu. Nanti gue nangis."

"Huhuhu." Jena segera mendekat lalu memeluk Rosi.

Keduanya berpelukan sambil menangis, meluapkan kesedihan dan kerinduan  masing-masing.

"Ci, gue beneran minta maaf sama lo. Gue gak pacaran sama kak Taka kok, kita cuman temen aja. Waktu itu gue diajarin gitar sama dia, jadi gue cuman ngerasa hutang budi aja, Ci."

Rosi melepaskan pelukannya lalu menatap Jena. "Jen, awalnya gue emang marah dan kesal banget sama lo, tapi seiring berjalannya waktu gue juga sadar kalau rasa suka dan cinta seseorang itu gak bisa dipaksain. Jadi gue udah ikhlas kalau lo mau pacaran sama kak Taka."

"Enggaklah! Gue cuman temenan aja sama kak Taka, gak ada niat pacaran, Ci."

"Beneran gue udah ikhlas, Jen. Lo jangan bohongin diri sendiri gitu dong, gue tau kalian saling suka."

"Gue gak mau bikin lo sakit hati lagi, Ci."

Rosi terkekeh. "Udahlah, gue mau ngakak tapi sedih juga. Pokoknya maafin gue ya, gue childish banget gak mau dengerin penjelasan lo waktu itu."

"Gue juga salah karena gak cerita dari awal sama kalian."

"Aaaaa, peluk lagi." Rosi kembali memeluk Jena.

Mereka berdua tertawa sambil berpelukan. Jena merasa senang sekali karena Rosi sudah tidak marah padanya, gadis itu bersyukur bahwa keadaan perlahan membaik seperti semula.










Sebenernya apa yang dilakuim Rosi itu cukup umum gak sih? Ya siapa yang gak marah kalau mas crushnya suka sama temen sendiri wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Sebenernya apa yang dilakuim Rosi itu cukup umum gak sih? Ya siapa yang gak marah kalau mas crushnya suka sama temen sendiri wkwk

Udah ya kita tumpengan aja xixixixi

E T H E R E A L  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang