Ketahuan

1.1K 227 21
                                    

"Nih, ice cream-nya." Taka memberikan sebuah ice cream vanilla pada Jena.

Saat ini mereka tengah beristirahat di salah satu bangku yang tidak jauh dari rumah hantu tadi, sambil menenangkan Jena yang masih tersedu-sedu.

"Katanya lo berani, tapi kok nangis?"

"Lo juga tadi teriak ya, kak Taka. Diem deh, gausah tanya-tanya."

"Iya-iya."

"Lagian juga tadi gue teriak bukan karena takut, tapi karena hantunya mirip Mino."

"Mino? Pacar lo?"

Jena seketika tertawa, sejak kapan kakaknya yang menyebalkan dan bermuka seram itu menjadi pacarnya. "Sejak kapan Mino jadi pacar gue?"

"Ya terus, siapa dong?"

"Mino itu kakak gue, kakak kandung."

Alis Taka mengerut. Jadi, selama ini dirinya salah paham?

"Terus kenapa banyak orang yang salah paham kalau Mino itu pacar lo."

Jena menarik nafas lalu mulai menjelaskan keadaan yang sebenarnya pada Taka. "Banyak orang yang ngira gue sama Mino pacaran karena Mino selalu comment di semua sosial media gue. Dan gue juga sering hang out sama temen-temennya Mino."

"Terus kenapa lo gak klarifikasi kalau lo adiknya Mino?"

"Gue males, waktu di SMP gue gak fokus sekolah karena selalu dimintain tolong kasih barang-barang atau surat ke Mino. Gue juga gak punya temen yang tulus karena kebanyakan mereka deketin gue karena gue adiknya Mino. Sejak SMA gue memutuskan untuk gak mau terlibat sama Mino di sekolah."

"Tapi kenapa kayaknya lo benci banget sama Mino? Lo juga gak panggil dia 'kakak' "

"2 tahun lalu, tepat di ulang tahun gue yang ke 15. Waktu itu gue masih kelas 9 dan Mino baru masuk ke SMA. Mino sama temen-temennya pernah bikin kejutan dengan ngiket gue di pohon depan rumah terus disiram pake telur, terigu, sama air comberan. Alhasil gue gak masuk sekolah selama 1 minggu karena baunya yang nempel di badan gue. Meskipun ayah udah kasih hukuman ke Mino, rasa dendam gue belum ilang. Gue sebel banget, bisa-bisanya punya abang tolol kayak Mino."

Taka tertawa mendengar cerita Jena, jadi itu sebabnya Jena sangat tidak menyukai Mino. "Gue gak nyangka, ternyata karena hal sepele gitu doang lo benci ke kakak lo."

Jena mendengus. "Enak aja hal sepele, cobain deh jadi gue waktu itu. Sumpah seisi kamar gue bau telor busuk!"

"Hahahahaha."


"Hm permisi, kalian pacaran yah?"

Jena dan Taka kompak menoleh ketika mendengar suara seorang perempuan yang bertanya pada mereka.

"Jihan?" Jena melotot ketika melihat Jihan yang tengah berdiri di hadapannya sambil tersenyum lebar memegang ponsel.

"Aduh, kayaknya gue bakal pegang rahasia negara nih," kata Jihan lalu mendudukan diri diantara Taka dan Jena

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aduh, kayaknya gue bakal pegang rahasia negara nih," kata Jihan lalu mendudukan diri diantara Taka dan Jena.

"Sumpah Jihan, lo kenapa ada dimana-mana sih?" tanya Jena frustasi.

Jihan tertawa. "Jena, lo gak tau ya kalau gue tuh aslinya intel."

"Serah lo," sahut Jena lalu merotasikan matanya.

"Hahahah." Jihan menoleh pada Taka lalu tersenyum penuh arti. "Kak Taka, lo gak beliin gue ice cream juga?"

Taka meringis lalu segera bangkit dari duduknya kemudian melangkah menuju kedai ice cream. Laki-laki itu tahu jika Jihan hanya mau berbicara 4 mata dengan Jena, maka dari itu dia memilih untuk mengalah dan pergi.

"Demi Tuhan, Jihan. Dari sekian banyak orang kenapa gue ketemu lo."

"Itu namanya takdir, Tuhan gak mau lo bohong lagi soal hubungan lo sama kak Taka."

"Hubungan apa sih? Gue gak ada hubungan apa-apa."

"Ya mana gue tau, lo kan yang menjalani. Atau jangan-jangan kalian masih PDKT ya?"

"Matamu! Gue beneran cuman temenan sama kak Taka. Dia yang bantuin gue dan ngajarin gue main gitar."

"Seriously? Keren juga gerakan bawah tanah, lo."

"Apaansi, lo."

"Tapi serius deh, lo gak ada rasa sama kak Taka?"

"Enggaklah! Gila kali gue."

"Engga atau emang gak peka?"

"Peka apaan, Jihan?"

"Nevermind."

"Ya pokoknya lo harus keep silent. Awas aja bocor sampe ke Rosi, nanti bakal ada perang dunia ke tiga."

"Siap boss! Tapi lo harus buat kak Jauzan ngedate sama gue, gimana? Deal?"

Sumpah, Jena rasanya ingin melempar Jihan ke kutub utara.

"Gak janji tapi, yes."

Jihan tersenyum senang lalu bangkit dari duduknya. "Okey kalau gitu gue pamit undur diri, have fun ya! No need to worry, I'll keep the secret. Bye ayang!" katanya lalu berjalan perlahan menjauhi Jena sambil melambaikan tangannya.

"Sinting!"

"Sinting!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
E T H E R E A L  ✅Where stories live. Discover now