8. "Meminta izin dari Wiliam dan merelakan Haura bersama Wildan."

175 26 3
                                    

“Pak, ada yang merusuh di halaman depan,” lapor satpam yang baru saja masuk setelah Akad selesai dilaksanakan.

“Suruh dia masuk.” pungkas Shiwa yang langsung berdiri untuk berjalan keluar.

Mereka semua berdiri. Wildan membantu Haura untuk berdiri dan berjalan ke teras depan rumah. Mereka melihat seorang lelaki datang dengan baju yang cukup rapi.

“Haura,” panggil lelaki itu sambil berlari.

Wildan yang melihat laki-laki itu langsung sadar. Ia baru saja mengingat kejadian beberapa waktu lalu tentang seorang lelaki yang selalu ada disaat wanitanya tengah depresi.

Haura pernah mengalami depresi yang sangat parah?

Tiba-tiba, tangan Wildan menjauh dari pundak Haura. Ia mulai melamun seketika. Haura yang tidak merasa tangan Wildan berada di pundak nya lagi segera menoleh.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Reza.

“Haura, kenapa kau menikah dengan lelaki ini?” tanya balik lelaki yang bisa dipastikan Wiliam itu.

Haura berjalan maju ke arah Wiliam. Ia menatap Wiliam dengan tatapan yang begitu tajam, seperti ingin melahap siapapun yang berada disana.

“Wiliam, kau tahu..” Haura memutus-mutuskan ucapannya.

“Kita sudah 9 tahun bersama. Tapi.., tidak ada yang bisa kita lakukan untuk masa depan kita. Kita hanya bersama karena terbiasa, kita tidak pernah memikirkan untuk masa depan kita. Apa yang akan kita lakukan di masa depan. Kita tidak pernah memikirkan itu,” Haura menggeleng sambil menatap Wiliam dengan begitu serius.

“Kau tahu? Tidak ada lelaki yang setegas Wildan sejak dulu. Bahkan Wildan selalu bertanya kepadaku tentang pendapatku. Berbeda denganmu yang selalu melakukan segala hal sesuai dengan pendapatmu tanpa meminta pendapat ku. Itu tidak adil, Wiliam.” ujar Haura.

“Haura, aku bisa jelasin, aku memang belum siap menikah. Tapi aku sudah berjanji akan menikah denganmu saja Haura. Haura, jangan begini. Ayo lepaskan lelaki itu. Kembali padaku. Aku berjanji, ketika keuangan ku stabil dan gaji ku stabil. Aku akan melamar kamu,” Wiliam memohon dengan sangat frustasi.

Wildan menghela nafasnya. Ia berjalan maju dan berdiri disamping Haura.

“Dia sudah menjadi milik saya, 9 menit yang lalu kami sudah sah menikah.” ujar Wildan.

“Kau hanya bisa merebut kebahagiaan orang, lelaki biadab seperti mu yang sejak awal juga tidak memikirkan pendapat orang lain. Seorang lelaki yang tidak mengetahui caranya bersikap kepada wanita yang memiliki penyakit mental!” Wiliam sedikit menegaskan di setiap perkataannya.

“Haura memilih saya. Kau bisa pergi,” Wildan tampak begitu ketus.

Haura menghela nafasnya. “Tolonglah!” sedikit berteriak didepan perdebatan antara Wildan dan Wiliam.

“Saya sudah hidup bahagia saat ini. Entah bagaimana kehidupan dirimu selanjutnya, saya tidak peduli. Sejak kapan juga kau mau peduli tentang hidup saya? Yang kau lakukan hanya pekerjaan dan pekerjaan. Jangan lupa, kau bahkan tidak mementingkan diriku. Aku pernah sakit, pernah sakit parah. Yang kau lakukan hanyalah fokus pada kerjaanmu yang begitu berharga bagi dirimu itu,” Haura menghela nafas berkali-kali.

“Haura, saya bekerja keras hanya demi dirimu. Agar saya bisa menghasilkan uang yang banyak dan bisa menikahi mu,” jawab Wiliam.

“Siapa yang menyuruhmu untuk mencari uang? Uang bisa dicari kapan pun. Tapi, jangan lupa bahwa kau bisa kehilangan seseorang juga kapan pun, Wil.”

“Haura, kau bilang akan menikah dengan saya. Kau memohon agar menikah dengan saya, sekarang kenapa begini?” tanya Wiliam.

“Tapi kau tidak mau, saya sudah mengajak, kau yang tidak mau. Kau takut reputasi mu gagal. Kau takut kau akan diserbu oleh haters ku. Kau takut aku akan membuat mata pencaharian mu gagal. Bukan begitu?”

MAS WILDAN [END]Where stories live. Discover now