14. "Penyelesaian masalah dengan Farhan."

107 18 1
                                    

“Apa yang kau lakukan?!” Farhan sedikit membentak Haura.

Haura yang melihat Farhan hanya bisa terdiam. Ia juga tak ingin membuat Farhan menjadi kesalahan bagi orang-orang. Haura hanya ingin menyelesaikan semua kesalahan seorang diri. Meskipun sepenuhnya bukan salah dirinya.

“Kau seharusnya sadar diri. Kau adalah wanita yang tidak pernah bersyukur. Seharusnya ketika kau keterima disini kau tidak membuat kesalahan karena kau tahu bahwa dirimu itu sudah bersalah. Secara logika, rumah sakit mana yang mau dan mampu untuk menerima dirimu disini? Kau bukan orang penting yang harus diselamatkan,” ujar Richard.

“Kalau saya yang berhenti, kau tidak akan menyelamatkan saya kan, Pak?” Seseorang mengangkat tangannya. Terlihat wajah yang adem di mata Haura, lelaki itu adalah suaminya.

“Kalau saya berhenti, kau tidak keberatan, kan?” Wildan sedikit demi sedikit mendekat.

“Kau gila?!” Hasan hampir saja marah namun Ia kaget ketika melihat sudah ada Richard. Hasan mengurungkan niat untuk mendekat.

“Memang kau bisa melakukan hal itu?” tanya Richard sambil tertawa kecil. Matanya benar-benar seperti tidak percaya, bahwa Wildan akan melakukan hal itu.

Wildan memberikan sebuah kertas surat permohonan dan penerimaan dirinya di Rumah Sakit Elvin. Ia mendapatkan penawaran beberapa waktu lalu, jadi dia mendapatkan timing yang pas.

“Dibandingkan dengan rumah sakit lain, Elvin lebih baik. Fasilitasnya juga aman. Elvin juga mau menerima Haura sebagai Psikolog disana. Mereka tidak melihat catatan masa lalu, Rumah sakit itu melihat kemampuan dan keterampilan staffnya! Rumah sakit itu berbeda jauh dengan rumah sakit ini. Meskipun dia besar, tapi mereka tidak sombong! Kalian harus belajar dari ini, seharusnya. Jangan terus menerus menindas, bahkan kalian juga bisa di tindas.” ujar Wildan.

“Ucapanmu sangat pedas melebihi cabai rawit, ya? Bagaimana bisa kau melakukan ini terhadap rumah sakit kami? Kau sudah tanda tangan kontrak! Kau tidak bisa melakukan itu!” ujar Richard.

“Hey, saya bisa melakukan ini. Kau bisa melihat berkas file yang sudah saya kirim lewat e-mail. Saya mengajukan gugatan bahwa rumah sakit ini menyalahgunakan kekuasan. Selamat sibuk untuk 2 hari kedepan!” Wildan membantu Haura untuk berdiri. Kaki Haura sedikit lemas karena sudah duduk hampir lama. Ia harus dibantu oleh Wildan agar bisa mencapai ke parkiran.

Sangat disayangkan bahwa mobil Wildan tak bisa keluar saat ini. Banyak sekali pasien hari ini, entah apa yang terjadi.

“Kau butuh tumpangan, kan? Ikutlah denganku.” ujar Farhan yang berjalan lebih dulu didepan Haura dan Wildan.

Farhan tidak bisa membantu banyak hal. Namun, setidaknya dia bisa membantu hal kecil seperti ini. Farhan sudah memikirkan hal ini sejak beberapa waktu lalu, bahwa apa yang saat ini ada dipikiran Farhan hanyalah emosi belaka. Farhan mulai mengerti bahwa kejadian beberapa waktu silam karena benar kesalahan adiknya. Yang seharusnya Farhan yang meminta maaf.

“Kalian duluan saja. Han, saya titip Haura ya? Jangan disakiti,” ujar Wildan dengan penuh permohonan. Farhan hanya mengangguk. Wildan sudah bergegas masuk kembali ke dalam rumah sakit karena ada beberapa hal yang perlu diurus lagi.

Farhan membuka pintu mobil dan menyuruh Haura untuk masuk terlebih dahulu, Haura secara perlahan masuk ke dalam mobil. Farhan berlari menuju ke pintu mobil satunya, masuk dan melihat Haura yang hanya terdiam. Tampak nya Haura trauma untuk berbicara dengan Farhan.

“Kau tidak apa-apa, kan?” Farhan membenarkan spion dan kaca hingga bisa ke belakang.

Haura hanya gugup, Haura menunjukkan sikap abnormal. Tangannya mulai gemetar, Haura berkeringat dingin. Farhan yang melihat itu menghidupkan AC mobil segera mungkin. Namun Haura masih tampak begitu kebingungan. Badannya gemetar, Matanya bingung. Ia terlihat seperti panik. Farhan yang mengetahui hal itu, segera menepuk pundak Haura.

MAS WILDAN [END]Where stories live. Discover now