5. "Pertemuan itu tidak penting, Wildan."

196 36 5
                                    

“Biar saya bantu bilang ke Tante. Saya bisa bantu membicarakan hal ini,”

Langkah Wildan terhenti setelah mendengarkan ucapan dari Hasan. Sepenuhnya ia sangat ingin kedua orangtua nya bisa terima usaha yang dilakukan Wildan.

“Tidak perlu, Can.” tutur Wildan sembari tersenyum. Ia menoleh ke arah Hasan, “Kau tahu bahwa kau tidak boleh melewatkan Kedokteran, bukan? Kau harus tetap masuk bagaimana pun caranya.”

“Harusnya saya yang bilang itu, lakukan saja seperti yang saya bilang. Kau harus mendapatkan feedback atas apa yang kau lakukan!” jelas Hasan.

Wildan hanya menggeleng, “Bukan. Saya tidak menginginkan hal itu. Jujur, saya melakukan semua ini dengan Ikhlas. Tanpa ada keinginan atau butuh balasan atas apa yang saya lakukan, Can.”

Mereka berdua berjalan terus hingga ke kantin. Wildan sudah mencoba duduk, Hasan juga terus mengekor Wildan sepanjang hari. Wildan menaruh berkasnya diatas meja, begitupun sebaliknya, Hasan demikian.

Tiba-tiba mereka mendengarkan sesuatu. Mereka mendengar bahwa ada seorang wanita yang terus saja mengomeli seorang wanita.

“Makanya jadi orang itu harus bisa lebih cantik, nggak akan orang-orang akan berlaku kasar terhadapmu.”

Wildan dan Hasan hanya mendengarkan dengan bijak. Mereka tidak ingin ikut campur, Wildan juga hanya menghela nafas agar jiwa ingin ikut campur nya tidak ikut juga.

“Bodoh! Jadi wanita jangan terlalu bodoh! Sudah jelek, kamu juga sangat bodoh! Kenapa nggak mati saja sekalian? Kau hidup juga tidak membuahkan hasil apa-apa,” wanita itu adalah Kakak alumni dari SMA ini.

“Jangan cuma nangis, Bodoh! Nangis tidak akan menyelesaikan apapun! Makanya sudah saya bilang, belajar! Belajar dan belajar! Sekarang SNMPTN saja kamu tidak lulus, memalukan!” ujar Wanita itu.

“Ada apa ini?” Hasan sudah berdiri di antara mereka. Wildan yang kaget melihat itu segera mendekati Hasan.

“Jangan ikut campur masalah orang lain, kalian mundur saja. Anak-anak hanya bisa banyak omong daripada tindakan,” jelas Wanita itu.

Wanita yang memakai baju serba tertutup dan menjaga auratnya itu segera mengangkat sebuah telepon yang tidak lain dari santriwatinya. Setelah mengangkat telepon, ia kembali ke wanita yang tadi hanya menangis sambil menunduk.

“Hey, Bodoh! Kau masih mau menangis?”

“Bagaimana wanita yang paham agama sepertimu mengatakan hal buruk ke adikmu sendiri?” tanya Wildan tiba-tiba.

“Karena dia memang bodoh! Lagipula kami berbeda Ibu, jadi bagi saya dia bukan siapa-siapa.” jelas Wanita itu.

“Kau paham artinya Mahram? Dia masih Adik Kandungmu. Jangan munafik, karena dia bodoh kamu seakan menjatuhkan dia sangat jauh. Emang kenapa dia sampai terlihat bodoh? Apa yang kau lakukan sehingga bisa menghakimi dirinya?” tanya Wildan.

“Saya pintar dalam banyak bidang, bahkan saya sangat pandai dalam mengaji dan mengajar mengaji. Saya paham agama, saya selalu membayar zakat tepat waktu, selalu bersedekah. Saya lebih baik dari wanita ini, saya Lulusan S1 Hukum terbaik.” jawab Wanita yang diketahui bernama Azizah ini.

By The Way, Apakah ada istilah dalam Islam jika seorang wanita yang selalu mengaji dan sholat tepat waktu, tapi dia ternyata bisa masuk Neraka?” tanya Hasan sambil menggaruk-garuk tengkuknya bingung.

“Pernah ada kisah, dulu sewaktu di zaman Rasul ada banyak sekali wanita yang selalu taat beribadah. Ia terkenal dengan sholatnya, bahkan ia juga terkenal dengan ibadah puasanya, zakatnya pun sempurna. Bahkan, sedekahnya MasyaAllah sangat luar biasa! Tapi, Can. Wanita ini sering banget menyakiti hati dan perasaan tetangga serta banyak orang dengan lisannya. Apa kata Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, ‘Tempat perempuan itu di neraka.’” Ucap Wildan sembari melirik Azizah dengan tatapan begitu dingin.

MAS WILDAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang