"Aduh, sakit ogeb! Masa depan gue!" teriak Lino dengan memegang senjatanya. "Tapi bohong! Wlek, nggak kena!"

Lino tertawa terbahak-bahak dengan menjauh dari sang adik. Mika yang melihat seketika menjadi kesal.

"Gue aduin ke bonyok lo!" teriak Mika dengan mengejar Lino.

Lino sontak berlari hingga tanpa sengaja menabrak seseorang. Ia segera berlindung di balik tubuh lelaki itu.

"Ngapain udah kayak bocah?" tanya Arsen dengan menggelengkan kepalanya.

"Itu Kak Lino ngeselin!" gerutu Mika dengan menatap tajam.

"Hehe, bercanda gue tuh! Nggak bisa di ajak bercanda," ucap Lino dengan cengengesan.

Namun, matanya menatap sesuatu yang ganjil. Ia berjalan menuju kursi penonton dengan mengambil almamater miliknya.

Ia berjalan menuju sang adik. Kemudian melingkarkan almamater miliknya ke pinggang sang adik.

"Kamu nembus lagi," bisik Lino dengan muka datar.

Mika seketika menjadi panik. Lino hanya tertawa kecil dengan mengacak rambut adiknya.

Ia mulai menggendong tubuh sang adik. Ia menatap ke arah kekasihnya dengan tersenyum manis.

"Gue nganter Mika dulu," pamit Lino dengan tersenyum tipis.

***

Setelah mengantar sang adik. Ia segera pergi ke kantin untuk membeli pembalut.

"Iya, nggak sih yang ini?" gumam Lino dengan menatap pembalut yang baru saja di beli olehnya.

Lino mengangkat bahunya. Ia hanya tahu sang adik penyuka pembalut yang ada sayapnya. Padahal pembalut itu tidak bisa membuat melayang, kenapa di bilang ada sayapnya?

Tok! Tok!

"Mika ini cepat ambil. Gue mau keluar," ucap Lino dengan memberikan pembalut itu jalur atas.

Lino segera keluar dengan menunggu di depan. Ia hanya mengantisipasi agar orang tidak menduga dirinya penjahat kelamin.

Ia hanya menunggu dengan bersandar di dinding. Ia hanya memainkan ponselnya saat di landa bosan.

"Kak ..."

"Oh, udah selesai? Yuk, balik kelas. Perut lo nggak sakit bukan?" tanya Lino dengan mengangkat alisnya.

Mika hanya menggelengkan kepalanya dengan mengembalikan almamater milik sang kakak. Ia hanya diam saat sang kakak mengantar dirinya ke kelas.

Setelah itu Lino kembali ke dalam kelas dengan biasa. Ia hanya menahan tawa saat Adya yang tampak tersiksa dengan pembelajaran matematika.

Lalu ia tampak menyesal kenapa masuk di mata pelajaran matematika. Ia duduk saat di silahkan oleh sang guru.

"Anjir nyesel gue, cuk!" bisik Lino dengan raut wajah memelas.

"Lo mending nggak ikut pelajaran 2 jam. Gue udah berkarat denger penjelasan tuh guru," bisik Adya dengan meringis kecil.

Akhirnya dengan kekuatan hulk Lino harus memahami pelajaran. Ia melakukan demi masa depannya sendiri.

Arsen saja menjadi orang yang berpengaruh di sekolah. Kemudian lantas mengapa dirinya harus menyerah dan semakin di remehkan orang lain.

"Limit adalah nilai yang didekati fungsi saat suatu titik mendekati nilai tertentu."

"Aaaaah!"

Namun, suara keributan membuat para murid keluar. Lino juga segera keluar dengan tertegun.

Ia melihat kekacauan yang terjadi di lingkungan sekolahnya. Ia menatap seorang siswa yang sudah terduduk di lantai dengan tatapan kosong.

Sekolahnya mendapat teror yaitu lantai yang di penuhi darah. Ia berjalan dengan berjongkok. Ia juga mencolek cairan berwarna merah itu dengan serius.

"Lino jangan hancurkan bukti!"

Lino bangkit dengan mengangkat jarinya. "Bukan darah ini, Bu. Lino cukup kenal darah asli karna udah sering liat darah, hehe."

"Bangga sekali kamu! Cepat kumpulkan semua murid di lapangan utama! Jangan sampai ada yang tersisa!"

"Tunggu, Pak. Ada yang harus Lino cek," ucap Lino dengan berjalan menuju siswa itu.

Ia juga meminta Adya untuk membantunya. Sebelum itu ia meminta untuk menghubungi Arsen dan yang lain.

"Lo tau siapa yang lempar cairan itu?" tanya Lino dengan nada tenang.

"Nggak tau ... gue nggak tau! Tadi udah ada di sana!"

"Oke, kayaknya emang ada yang sengaja bikin masalah," batin Lino dengan muka datar.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Lino mending jadi kakak aku aja😂
Lanjut!

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now