30

6.9K 783 168
                                    

Lino keluar kelas melihat sang adik dengan rambut berantakan. Ia hanya merapikan rambut sang adik dengan tertawa kecil.

"Dia jambak kamu?" tanya Lino dengan tersenyum tipis.

"Iya, kak. Astaga mau copot pala Mika," adu Mika dengan mengelus kepalanya.

"Haha, iya. Ayo kita ke kelas dulu!" ajak Lino dengan merangkul sang adik.

Jika ada orang yang melihat kemungkinan akan menduga mereka sepasang kekasih. Namun, mereka hanya sepasang kakak dan adik di masa masih kalem. Jika mereka seperti biasa kata yang keluar seperti teman sebaya.

Lino bertujuan untuk mengantar sang adik ke kelas. Ia hanya cuek melihat tatapan mata tertuju kepadanya.

"Hey, cantik. Kok maunya aja punya kakak kayak dia. Kamu nggak takut ke balas kayak gitu."

"Iya, udah nggak normal lalu tukang selingkuh pula. Nggak malu, dek? Mending sama kami aja."

Mika yang mendengar seketika menghentikan langkahnya. Ia melepaskan rangkulan di pundaknya.

Lino menarik tangan sang adik agar jangan bertindak lebih jauh. Namun, kelihatannya gadis itu sudah tersulut emosi.

"Maksud lo apa ngomong begitu tentang kakak gue?" tanya Mika dengan muka datar.

"Eh, si cantik. Kakak itu ngomong fakta, loh."

Mika berdecak kagum. Ia beri acuan jempol kepada sekumpulan cowok yang mengejek kakaknya. Dari segi apapun para cowok itu tidak akan pernah bisa setara kakaknya.

Bugh!

Mika memukul perut lelaki itu dengan tenaga dalam sampai tersungkur. Ia hanya tertawa mengejek dengan merenggangkan ototnya.

"Ini baru gue yang bogem lo. Padahal gue aja baru latihan 4 tahun. Kalau lo lawan kakak gue yang udah latihan 13 tahun mungkin udah died," cibir Mika dengan tertawa puas.

Mika menghela napas dengan mata berkaca-kaca. "Gue nggak suka ada yang ejek kakak. Menurut gue kak Lino merupakan kakak yang terbaik. Dia selalu nemenin gue waktu bonyok sibuk dan ngajarin apapun tentang dunia. Gue nggak peduli dengan kekurangan kak Lino tapi dia cowok yang menghargai wanita lebih dari kalian."

Lino menghela napas panjang dengan berjalan menuju sang adik. Ia menarik sang adik ke dalam pelukannya.

Beberapa orang yang berada di koridor seketika menjadi diam. Mereka melihat ketulusan lelaki itu kepada sang adik. Beberapa ada yang iri karena sang kakak tidak sebaik Lino, ada juga yang iri karena menjadi anak tunggal.

"Kakak gue ... hiks ... dia lebih baik dari kalian," ucap Mika dengan menangis tersedu-sedu.

Lino tersenyum tipis dengan mengelus kepala sang adik. Ia juga bersyukur punya adik yang kuat dan bisa di ajak bekerja sama.

"Udah jangan nangis nanti cantiknya hilang," ucap Lino dengan tertawa kecil.

Lino melepaskan pelukannya. Kemudian ia mengelap air mata sang adik. Jika melihat sang adik menangis entah mengapa rasanya cukup menyakitkan. Hal itu mengingatkan dirinya yang harus berjuang dalam menjaga sang adik hingga tumbuh menjadi gadis cantik.

"Princess punya Lino jangan nangis lagi," ucap Lino dengan tersenyum manis.

Lino melepaskan almamater miliknya. Ia melingkarkan ke pinggang sang adik. Kemudian berjongkok di depan sang adik dengan tersenyum.

Mika tertawa kecil dengan naik ke gendongan sang kakak. Ia sudah bilang jika sang kakak adalah yang terbaik. Jika cinta pertama anak gadis kepada sang ayah maka dirinya kepada sang kakak.

"Anjir jika kayak gini, mah!"

"Dari sini udah keliatan kalau Lino itu tipe cowok yang menghargai cewek dan hubungan."

"Bisa aja mereka pura-pura bukan?"

"Nggak mungkin lo nggak bisa liat tatapan mata mereka apa?"

"Ish, gue iri mau punya kakak kayak Lino juga!"

"Huh, pacar gue mana ada romantis kayak gitu! Kalau Lino nggak punya tunangan udah gue tancap gas."

"Berarti emang ada yang sengaja nyebar gosip palsu."

"Kalau ketemu gue geprek tuh orang! Gue salah hujat orang kan jadinya!"

"Makanya kalian jangan liat dari cover aja! Foto kayak gitu mah udah biasa kalau di drama. Emang ada yang jebak Lino itu."

Di perjalanan menuju koridor kelas 10. Ia hanya tersenyum dengan menatap jalanan. Ia sudah lama tidak dekat seperti ini dengan sang adik.

"Udah sampai kak," ucap Mika dengan menunjuk kelasnya.

Lino mengangguk pelan. Ia menurunkan tubuh sang adik dengan mengambil almamater miliknya.

"Belajar yang bener biar nggak di remehin orang lain," ucap Lino mengacak rambut Mika dengan tersenyum manis.

"Ish! Jangan ngacak rambut gue!" protes Mika dengan menatap tajam.

"Loh, tadi manisnya Lino di mana?" ledek Lino dengan tertawa puas.

Bugh! Bugh!

"Aduh, iya-iya! Kalau gitu gue pergi ke kelas dulu," pamit Lino dengan mengelus lengannya.

Saat Lino mulai ingin beranjak pergi. Tangannya di tahan oleh Mika membuatnya menjadi heran.

"Ada apa?" tanya Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Lo udah bilang sama Kak Arsen masalah mau ke luar negeri?" tanya Mika dengan raut wajah serius.

Lino menepuk jidatnya dengan meringis kecil. Bagaimana ia bisa melupakan hal yang satu ini.

"Gue lupa astaga! Syukur lo ngingetin gue kalau nggak bisa marah tuh makhluk," ucap Lino dengan menepuk pundak Mika.

Mika hanya mengangguk pelan. Ia memaklumi sifat sang kakak yang rada pelupa. Contohnya, baru saja letakkan ponsel berapa detik habis itu lupa menyimpan di mana.

"Nanti bilang ke Kak Arsen takutnya lo bilang pas harinya," ucap Mika dengan beranjak pergi meninggalkan Lino dengan segala pemikiran.

"Ah, bomat! Nanti aja bilangnya," gumam Lino dengan beranjak pergi.

***

Lino masuk ke dalam kelas dengan tatapan kosong. Saat di beri kejutan oleh Adya ia pun hanya cuek.

"Gue denger si Mika nangis. Lalu lo berdua drama dengan penuh harmonis. Gue denger banyak orang yang iri sama kalian," celetuk Adya dengan tertawa kecil.

Lino hanya menatap tajam. "Anjir, ya nggak lah! Itu perasaan real tau. Kami berdua tuh nggak banyak drama kayak orang lain. Lo nggak tau aja sih Mika tuh yang rawat dari kecil itu gue. Jadi wajar kami akrab nggak kayak orang lain. Jangan bilang lo juga iri, ya?!"

Adya memegang kupingnya dengan mengelus pelan. Suara Lino memang tidak main-main bahkan jika di dalam kartun kaca dalam ruangan mungkin sudah pecah.

"Enggak lah! Ribet nanti. Gue aja liat anak tetangga ngerasa ribet," ucap Adya dengan mengelus lengannya.

"Dih, lo bilang gini kena karma nanti gue yang bilang mampus pertama kali! Kali-kali aja emak lo hamil sekarang dan lo punya adik lalu di anggap papa muda!" cibir Lino dengan tertawa terbahak-bahak.

"Eh, anjir! Janganlah nanti gue yang ribet! Enak aja tancap mulu tapi nggak tanggung jawab!" protes Adya yang tidak akan pernah membayangkan hal itu terjadi.

Bruk!

"Astaga, Bu! Kalau buka pintu itu pelan-pelan. Ibu suka yang kasar, ya!" pekik Lino dengan mengelus dadanya.

"Lino! Berdiri lapangan sampai istirahat!"

Dengan begini berakhirnya nasib Lino. Lalu teman-temannya justru hanya menertawai dirinya.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Lino tuh cowok dan kakak idaman 😊
Lanjut!

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now