1

75K 7.5K 258
                                    

Lino menatap langit-langit rumah sakit dengan pikirannya yang entah melayang kemana. Ia berdecak kesal bagaimana mungkin dirinya bisa memasuki dunia novel agak aneh tapi nyata.

Plak

Lino meringis kecil saat wajahnya ia tampar sendiri. Lalu yang sialnya ini benar-benar kenyataan yang membuatnya menjadi gila. Ia berteriak yang membuat sang bunda terkejut dan berlari menghampirinya.

"Elio sayang ... kepala kamu ada yang sakit. Apa perlu bunda panggil dokter? Apa ada yang ingin kamu makan? Apa kamu sedang kehausan?" cerocos Alun dengan menatap putranya khawatir.

"Hmm, bun. Bisa panggil aku Lino aja gimana? Soalnya lebih mudah panggil Lino daripada Elio," ucap Lino dengan berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan wanita itu.

"Kamu yakin, Nak. Biasanya kamu menyukai panggilan itu bukan," ucap Alun dengan menatap putranya kebingungan.

Lino menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu mengangguk pelan. Hidupnya itu sudah sangat sial lalu sekarang masuk ke dunia novel menjadi antagonis yang mati dengan tragis.

Novel ini berjudul "Stupid Love" menceritakan tentang Arsenio Xabier Alexander yang merupakan seorang ketua geng Black Wolf yang dikenal sebagai pria dingin, ketus dan menghargai perempuan. Lalu Arsen bertemu protagonis wanita yang bernama Berlin Gina Wahyuni yang dikenal sebagai wanita berprestasi dengan paras yang cantik.

Percintaan Arsen dan Gina tidak semulus jalan tol karena Elio dari SMA Mawar yang dikenal sebagai pria nakal yang sangat brutal juga beringas. Elio juga merupakan ketua geng yaitu Red Devil yang sangat ditakuti seantero sekolah di kotanya karena selain beringas dia juga anak bungsu keluarga Maheswari. Keluarga Maheswari merupakan keluarga pebisnis yang berpengaruh di negaranya sehingga tidak ada yang berani menegurnya, kecuali kakaknya yang merupakan sahabat Arsen.

"Hey, sayang. Ngapain kamu ngelamun apa kamu beneran baik-baik aja?" tanya Alun dengan mengelus rambut putranya.

Lino menatap Alun dengan tatapan sendu selama hidupnya dia tidak pernah diperlakukan secara lembut juga diperhatikan oleh orang tuanya. Kedua orang tuanya selalu saja sibuk dengan urusan kerjanya tanpa memperhatikan pertumbuhan anak-anaknya sendiri.

"Hmm, Bun. Lino boleh peluk nggak," pinta Lino dengan berhati-hati.

"Boleh, dong! Masa nggak boleh. Sini bunda peluk," ucap Alun dengan membawa putranya kedalam pelukannya.

Lino memeluk bundanya dengan berkaca-kaca. Ia bersyukur walaupun di dunia novel mendapatkan orang tua yang menyayanginya. Namun, yang ia sesali sekarang bagaimana keadaan adiknya juga sahabatnya sekarang.

Ceklek

Didepan pintu terdapat dua remaja dengan seragam sekolah yang berbeda. Ia menyadari salah satu dari dua orang itu terlihat tidak menyukai keberadaannya.

"Eh, Ziel. Kamu sudah pulang, bagaimana keadaan sekolah kamu?" tanya Alun dengan tersenyum lebar.

"Baik, bun. Lebih baik lagi jika Elio masih nggak bangun."

Lino menatap dingin lelaki yang barus saja datang malah mau mengajak ribut. Jika bukan karena dirinya masih sakit mungkin orang itu hanya tinggal nama.

"Hush, nggak baik ngomong gitu," tegur Alun dengan mencubit lengan remaja itu.

"Dia siapa, Bun?" tanya Lino dengan menatap sinis.

"Dia Dilan Aziel Maheswari yang merupakan kakak kamu lalu ini Elvano Gunadhya teman kamu dari SD," jelas Alun dengan tersenyum manis.

Lino hanya mengangguk ternyata orang yang didepannya sekarang adalah kakak Elio. Ziel merupakan orang yang selalu menjadi kaki tangan Arsen dan menegur adiknya agar tidak berseteru dengan Arsen juga Gina. Jangan salah Ziel merupakan kakak yang baik tapi ketutup sama sikap gengsinya. Saat Elio sudah tidak ada malah Ziel yang menangis tiga hari tiga malam, bahkan juga marah-marah kepada Arsen. Namun, karena ini sudah takdir akhirnya ia hanya bisa menerima keadaannya.

Lino sepertinya harus mendekati sang kakak terlebih dahulu agar jika ada masalah penolong utamanya adalah Ziel walaupun sebenarnya dia juga bisa melawan balik. Ia menatap Ziel dengan tersenyum lebar lalu memeluk kakaknya ala pria.

"Lo apa-apaan, sih?! Gila Lo!" Ziel menatap tajam sembari mendorong pelan tubuh Lino. Ia hanya tertawa kecil melihat Ziel sebenarnya dapat dilihat lelaki itu tampak bahagia walaupun ketutup dengan wajah ketusnya.

"Garang banget, bang. Lagipula wajar bukan seorang adik pelukan sama abangnya sendiri," ucap Lino dengan tersenyum lama-lama rahangnya sakit juga karena terlalu sering tersenyum.

Alun tersenyum dengan mata berkaca-kaca akhirnya kedua putranya kembali akur. Adya juga ikut tersenyum melihat kedua saudara yang telah akur karena selama bersahabat dengan Lino ia tidak pernah melihat lelaki itu akur dengan saudaranya.

"Nggak! Sana jauh-jauh! Jijik gue!" ketus Ziel dengan mendorong tubuh Lino.

"Bunda ini Elio kenapa, sih?" lanjut Ziel dengan menatap risih Lino.

"Adik kamu hilang ingatan, Nak. Jadi kamu harus jaga adik kamu selama ayah sama bunda pergi," jawab Alun dengan terkekeh kecil.

Ziel dan Adya terkejut mendengar penuturan dari Alun. Adya segera berlari dengan memegang wajah sahabatnya.

"El, Lo ingat nggak sama gue?" tanya Adya dengan mengguncang tubuh Lino.

"Stop! Kepala gue pusing! Lo Elvano bukan," ucap Lino dengan memutar matanya.

"Bun, itu Elio ingat namanya kayaknya dia lagi bohong," tuduh Ziel dengan menatap sinis Lino.

"Cih, orang gue denger bunda jelasin mana kalian. Dasar pikun!" cibir Lino dengan tersenyum remeh.

"Lo!"

Lino mengangkat alisnya dengan mulutnya bergerak mengatakan kata "Apa" yang membuat Ziel menggeram kesal. Alun hanya bisa menggeleng kepala melihat tingkah kedua putranya.

"Sudah! Kalian itu sudah besar, loh," tegur Alun dengan tersenyum tipis.

Ceklek

Lino tersenyum kecil menatap Satria yang menjadi ayah didunia novel. Ia hanya menatap kedua orang tuanya yang tampak berbicara dengan serius.

"Lino kamu mau ya pindah sekolah ke sekolah kakak kamu. Dengan kamu pindah ayah sama bunda bisa lebih tenang. Lalu kalau Adya itu terserah kamu mau pindah atau tetap di SMA Mawar," ucap Satria dengan tersenyum lebar.

"Tapi ..."

"Ayah nggak terima penolakan! Lalu kamu Ziel harus jaga Lino jangan sampai lecet!" tandas Satria dengan menatap tajam Ziel.

"Iya, ayah," sahut Ziel dengan tersenyum terpaksa.

"Adya ingin pindah bareng Elio, om," celetuk Adya dengan tersenyum.

"Panggil gue Lino, jangan Elio!" seru Lino yang tidak dipedulikan oleh yang lain.

"Baiklah, nanti Om akan urus kepindahan sekolah kalian," ucap Satria yang kembali meninggalkan ruangan.

Lino hanya bisa berpasrah padahal dirinya hanya ingin hidup dengan tenang akhirnya malah dipertemukan kembali dengan para protagonis. Akhirnya Lino berpikir untuk apa menjauhi para protagonis itu lebih baik dia berteman juga membuat geng mereka berdamai hingga tidak akan ada lagi takdir yang tragis baginya. Ia juga berencana untuk membuat Ziel peduli kepadanya dan melindunginya disaat para protagonis tidak menerima keberadaannya selama disekolah.

***

Hay! Kembali lagi!
Jangan lupa vote dan komen ya say🤩

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now