2

64.2K 7.1K 118
                                    

Saat ini Lino sedang berada didepan rumah keluarga Maheswari. Ia tidak menyangka kalau keluarga Elio sangatlah luar biasa kaya. Dulu keluarganya juga kayak, tetapi tidak lebih kaya dari sekarang. Rumah keluarga Maheswari lebih pantas disebut istana daripada rumah.

"Ayo masuk, Nak! Tunggu apa lagi," ajak Alun dengan tersenyum.

Lino mengangguk sekarang rasanya seperti orang katrok yang tidak pernah melihat rumah mewah. Ia meringis kecil keluarga Elio ini sudah masuk keluarga yang sempurna. Elio memiliki harta melimpah dan kedua orang tua yang selalu menyisihkan waktu bersama. Lalu Elio juga memiliki saudara yang sangat menyayanginya walaupun agak gengsian. Ini patut disyukuri karena ia dapat merasakan kasih sayang dari keluarganya.

Lino mengiringi dari belakang dengan mulut terbuka memang dunia novel pikirnya. Didunia novel mana ada orang yang sederhana walaupun ada itupun mereka dapat makan juga berpakaian bagus. Ini bisa disebut kesetaraan harta!

"Ziel, tolong antar adik kamu ke kamarnya," pinta Alun dengan mengelus lengan putranya.

Ziel mengangguk lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata meninggalkan Lino dengan kebingungan. Hey! Dirinya itu bukan Roy Kiyoshi yang bisa tahu isi pikiran orang lain.

"Lino ikuti Abang Ziel, kamu harus sabar jika berhadapan dengan Abang kamu tapi dia baik kok," ucap Alun dengan tersenyum manis.

Lino mengangguk sebelum pergi ia mengucapkan kata pamit. Setelah itu ia segera berlari menyusul Ziel yang sudah berjalan agak jauh.

Lino menatap Ziel dengan tatapan bingung saat lelaki itu hanya bergeming tanpa mengatakan apapun. Ia juga turut diam menunggu perkataan dari abangnya.

"Cek, ini kamar Lo!" geram Ziel dengan menunjuk pintu yang berwarna abu-abu.

"Ya bilang, dong! Gue mana tahu kalau Lo diam aja!" seru Lino dengan berdecak kesal.

Lino tercengang melihat Ziel yang meninggalkannya tanpa sepatah katapun. Ia akhirnya hanya bisa menahan amarah memasuki ruangan yang akan menjadi kamarnya.

"Sabar Lino tuh orang memang laknat," gumam Lino dengan mengelus dadanya.

Ini padahal baru saja 1 hari dirinya masuk kedalam dunia novel tapi sudah disuguhi oleh orang yang membuatnya emosi. Awalnya para dokter tidak membolehkannya untuk pulang tapi dirinya terus memohon akhirnya ia diperbolehkan tapi dengan bisa-bisa menjaga kesehatan. Hey! Dirinya tidak menyukai terlalu lama tanpa aktivitas apapun dan ia tidak selemah itu.

Lino hanya menepis pikiran yang membuatnya capek batin. Ia menatap sekeliling ruangan kamar ini sesuai dengan tipe favoritnya ternyata mereka memiliki gaya yang sama termasuk fashion, berarti ini akan lebih mempermudah dirinya untuk berakting sebagai Elio.

"Aduh, capek banget gue. Tidur bentar nggak papa kali ye," gumam Lino dengan merebahkan dirinya di atas kasur.

Namun, mungkin karena kelelahan atau sudah mengantuk dirinya tidur dengan nyenyak. Ia bahkan lupa membersihkan tubuhnya yang baru saja pulang dari rumah sakit.

***

Kring Kring

Lino mengucek matanya dengan perlahan dirinya masih agak mengantuk. Ia menatap jam yang menunjukkan pukul 7 pagi lalu kembali tidur.

Lino tiba-tiba saja bangkit dengan melotot tajam berteriak, "ANJIM! SUDAH JAM 7 MANA SETENGAH JAM LAGI MASUKKAN!"

Lino segera berlari tanpa berhati-hati ia menabrak pintu sehingga menimbulkan bunyi tabrakan. Ia mengelus jidatnya tidak peduli yang penting sekarang urusan sekolah.

Seusai mandi ia segera memakai pakaian dengan terburu-buru bahkan memasukkan semua buku catatan dan buku paket. Ia juga memasukkan dasi kedalam tasnya untuk sekarang pakaian acak dulu baru dibenarkan disekolah.

"Eh, wait?! Alamat sekolahnya gimana, ye? Kan gue nggak tahu apapun daerah kota ini. Adya ... iya bener!" seru Lino dengan menjentikkan jarinya.

Lino segera berselancar menggunakan aplikasi chat dan dia bersyukur karena Elio sudah menyimpan nomor sahabatnya. Ia mengotak-atik keyboard ponselnya dan menunggu jawaban dari lelaki itu.

Adya my best
Di jalan raya 1, cepat woy! Gue nungguin Lo diparkiran kayak orang gila!

Lino segera berlari dan pamit kepada art. Kenapa juga orang tuanya juga abangnya tidak ada yang membangunkan dirinya. Ini mah sudah pembiaran bersama!

Ditengah jalan Lino segera menancap gas dengan kecepatan tinggi karena waktu masukkan tinggal 15 menit lagi. Ia tertawa kecil mendengar makian para pengguna jalan.

Dalam kecepatan tinggi akhirnya ia telah sampai didepan gerbang utama SMA Cendana. Aneh tapi nyata sekolah di cerita ini memiliki nama yang absurd, bahkan SMA Cendana dan SMA Mawar berada bersebrangan apa mereka tidak akan tawuran tiap hari jika begini.

Ia segera masuk kedalam sekolah dengan kecepatan pelan takutnya nanti nyenggol orang. Ia memarkirkan motornya disamping motor Adya. Ia melirik sepertinya orang-orang tampak membicarakan mereka.

"Eh, itu bukannya anggota inti geng Red Devil bahkan ketuanya ada disini."

"Berani banget mereka datang ke wilayah sekolah kita."

"Jika ketahuan anggota inti Black Wolf bisa gawat ini!"

"Wah! Ngapain pacar gue kesini?!"

"Ngaco Lo!"

Lino hanya menatap datar tanpa minat disini dia hanya untuk menuntut ilmu bukan mencari cewek. Ia berjalan berdampingan dengan Adya tanpa ada rasa takut. Hey! Ini tempat umum bukan milik mereka jadi buat apa takut.

"Dya, Lo tahu dimana ruangan kepsek?" tanya Lino dengan mengangkat alisnya.

"Mana gue tahu, No. Gue juga murid baru gimana sih Lo," geram Adya Deng tersenyum palsu karena saking gemesnya.

Lino mengangguk apa yang dikatakan oleh Adya memang ada benarnya. Ia melihat ada seseorang gadis yang tampak ketakutan melihat mereka. Ia mengerutkan keningnya dirinya itu bukan hantu.

"Tunggu! Gue tanya Lo jawab dengan to the point! Dimana ruangan kepsek?" tekan Lino dengan muka datar.

"Anjir! Kurangi woy muka beringas Lo! Nanti orang-orang pada takut lihatnya!" tegur Adya dengan muka masam.

"Emang ini sikap gue gimana, dong?" ucap Lino dengan mengangkat bahunya.

Adya hanya bisa tepok jidat mau amnesia ataupun biasanya sifat ketus juga wajah beringasnya masih saja melekat. Ia menatap siswi yang sedang ketakutan melihat mereka berdua padahal mereka tidak akan gigit siapapun.

"Jadi sekali lagi kami tanya ruangan kepsek ada dimana, ya?" tanya Adya dengan nada lemah lembut.

"Ehm ... itu lurus nanti belok kanan ruangan kepsek ada di sana."

Siswi itu segera berlari meninggalkan mereka berdua dengan penuh tanda tanya. Lino hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal padahal ini memang muka aslinya memangnya harus dirubah bagaimana lagi.

"Udahlah! Orang penakut gitu nggak perlu dikhawatirkan! Lalu yang lebih penting nasib kita," celetuk Lino dengan merangkul pundak Adya.

Mereka berjalan menuju ruangan kepsek dengan malas. Jika tidak karena permintaan ayahnya mana mungkin dirinya mau pindah sekolah. Mereka mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk.

"Kalian pindah dari sekolah seberang bukan? Kalian berada di X IPS 4."

Lino hanya tercengang belum bertanya apapun guru itu langsung tahu. Memang keajaiban dunia novel!

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Terima kasih :)
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang