14

10.3K 1.1K 165
                                    

Lino memicingkan matanya saat pertama kali terbangun. Ia menatap ke samping dengan tersenyum masam saat tidak menemukan keberadaan Arsen.

"Arsen ... kamu di mana!" teriak Lino dengan muka cemberut.

Ia merasa malas untuk bangkit dari tempat tidur. Di tambah rasa sakit pada bokong akibat kejadian semalam.

Ia menatap sekeliling dengan muka masam. Kemudian ia menemukan selembar kertas yang berisi tulisan.

Ia hanya bisa menggerutu karena lagi-lagi lelaki itu meninggalkan dirinya. Jika ia tidak memahami lelaki itu mungkin sekarang dirinya berpikir Arsen tidak bertanggung jawab.

Namun, ia tidak menyadari sesuatu jika sekarang kesialan akan menghampiri dirinya. Ia melotot tajam saat menatap jam yang menunjukkan 9 pagi.

Ia meraba ke atas meja dengan membuka ponsel. Ia meringis kecil saat mendapat panggilan dari teman-temannya.

Namun, lagi-lagi ia mendapatkan panggilan telepon dari Adya. Ia mengangkat telepon dengan mengerutkan keningnya.

"No, lokasi?"

"Tumben lo nggak banyak bacot. Gue di apartemen Arsen."

"Lo bisa datang sekolah sekarang nggak?"

"Males, ah! Udah jam 9 juga mending lanjut tidur."

"Tapi ..."

"Nggak ada tapi-tapian. Asal lo tau tuh cowok kasar ..."

"Lino ... cepat datang ke sekolahan atau kamu ibu tarik dari rumah."

Lino meneguk ludahnya dengan susah payah. Apa dia tidak salah dengar? Sekarang ia mendengar suara sang guru yang terkenal killer bahkan tanpa ampun.

"Eh, ibu. Maaf nih, Bu. Saya nggak bisa ke sekolah soalnya lagi sakit."

"Datang ke sekolah sebelum jam 9.10. Jika lewat kamu saya hukum."

"Loh, ibu! Masa gitu! Ibu nyuruh saya balapan liar gitu? Saya lagi sakit ini."

"Jangan batah perintah saya atau kamu dapat poin!"

"Iya, Emak!"

Tit!

Lino hanya bisa pasrah dengan berjalan gontai. Hal ini tidak terlalu sakit saat pertama kali melakukannya. Namun, tetap saja menyakitkan untuk di bawa berjalan maupun buang air besar.

"Sial!"

***

Lino hanya meringis kecil dengan menggigit pelan bibirnya. Selama di perjalanan tadi bokongnya terus saja menghantam jok motor dan itu cukup menyakitkan.

Namun, ada baiknya jika dirinya licik. Ia mulai menabur bedak milik sang adik di wajah dan bibirnya hingga terlihat agak pucat. Ia tidak sengaja membawa bedak milik sang adik.

Ia mulai bersuara dengan pelan untuk mempertahankan akting dirinya. Ia menatap satpam yang hanya berdiri di depan gerbang.

"Pak ... tolong buka saya nggak bisa berdiri lama," lirih Lino dengan berpura-pura batuk.

"Tidak bisa saya hanya menjalankan perintah."

"Dan perintah itu adalah tantangan. Saya ini lagi sakit, loh," ucap Lino dengan tatapan memohon. Ia tidak berbohong sepenuhnya karena ada sesuatu yang menyakitkan.

"Kalau sakit untuk apa datang ke sekolahan, Dik? Sebaiknya istirahat di rumah."

"Nggak bisa, Pak. Soalnya Ibu Yuli nyuruh saya ke sini jadi harus masuk," ucap Lino dengan tersenyum masam.

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now