41

26K 3K 63
                                    

Di kegelapan malam sosok berpakaian hitam sedang memperhatikan layar komputer. Sosok itu tampak lihai dalam bidang ini dan terlihat menikmati permainannya.

"Lino! Ada orang cariin Lo!"

Lino mengangkat alisnya saat mendengar ada seseorang yang mencarinya. Ia menatap jam yang menunjukkan pukul 8 malam semakin membuatnya ragu.

Saat menuruni tangga yang ia lihat Arsen dengan segala kegantengan juga pakaian yang rapi. Ia melangkah menuju Arsen lalu memeluk leher lelaki itu dari belakang.

"Mau ngapain kesini?" tanya Lino dengan tersenyum manis.

Lino terkekeh kecil melihat tingkah laku Arsen yang terlihat menghindari tatapan matanya. Ia bahkan lupa jika Ziel tidak berdehem dan menatapnya tajam.

"Sepertinya kalian sangat akrab," celetuk Satria dengan tersenyum tipis.

"Iya, Yah. Kami ini sudah seperti sahabat, bahkan lebih dari itu," ucap Lino mengucapkan dengan pelan pada kata terakhir.

Arsen memang terlihat tenang, tetapi dalam hati sudah ketar-ketir sendiri takut hubungan mereka ketahuan. Ia melihat Lino terlihat santai saat menjawabnya bahkan seusai mengucapkan kata terakhir.

"Tujuan Nak Arsen kesini apa?" tanya Alun dengan tersenyum tipis

Arsen meneguk ludah dengan susah payah menjawab, "Ehm ... itu ... saya mau ngajak Lino jalan-jalan Tante."

"Emangnya berdua aja? Ziel nggak diajak gitu?" cecar Alun dengan mengerutkan keningnya.

"Itu ..."

"Ziel mau ngerjain tugas, Bun. Awalnya mau ikut tapi ingat ada tugas jadi nggak jadi. Bunda tahulah Arsen itu orangnya jenius jadi sudah selesai tugasnya," sela Ziel dengan muka datar.

Lino yang mendengar penjelasan itu segera menatap Ziel dengan tatapan berbinar. Disaat butuh bantuan abangnya sangat peka dan membantunya membuat tokoh sampingan itu menjadi tokoh favoritnya.

"Udahlah, Bun. Anaknya itu sudah gede, loh. Masa ditanya-tanya gitu biarin dulu lah menikmati masa remajanya," tegur Satria dengan mengelus pundak istrinya.

"Tapi ayah tahu bukan, Bunda hanya tidak ingin kejadian seperti dulu terjadi lagi. Ini nih alasan Lino sering memberontak karena kamu terlalu memanjakannya," ungkap Alun dengan menatap tajam suaminya.

Lino mengerutkan keningnya melihat tangan ayahnya yang mengipas-ngipas seolah memperbolehkan pergi. Ia menyeringai kecil kemudian berjalan perlahan dengan menarik tangan Arsen.

***

"Heh, sepertinya habis ini gue harus berterima kasih kepada ayah juga bang Ziel," ucap Lino dengan tertawa terbahak kecil.

Lino menatap jalanan malam yang dipenuhi cahaya lampu. Ia terlihat tidak peduli dengan tujuan perjalanan mereka. Ia menyeringai melihat Arsen yang terlihat fokus menyetir.

"Apa wajah gue ada yang salah?" tanya Arsen dengan mengangkat alisnya.

"Wajah Lo malam ini terlihat lebih cerah atau mungkin bisa disebut ... tambah ganteng," goda Lino dengan tersenyum mengejek.

Arsen menyeringai kecil tapi tatapannya mulai bertambah tajam berkata, "Heh, ceritanya ini goda gue. Apa Lo minta dicium sampai terbang ke langit?"

"Mau dong dicium sampai terbang ke langit. Eh, tapi nggak jadi deh gue masih mau hidup," sahut Lino dengan terkekeh kecil.

Arsen yang melihat itu tidak bisa untuk menahan senyumannya. Lelaki itu mengendarai mobilnya dengan suasana berbunga-bunga biasalah baru beberapa hari official.

Saat sampai ia mengeryikan keningnya untuk apa mereka datang ke sekolahan. Jangan bilang lelaki itu mengajaknya untuk uji nyali seperti anak-anak sekolah biasanya.

Ia memegang lengan Arsen takutnya terpisah dan saat ingin menemui ternyata bukan lelaki itu nanti jadi cerita horor bukannya romansa. Namun, ia terkekeh geli tapi tidak ada fungsinya juga mengikuti alur karena ceritanya sudah berubah semenjak kedatangannya.

Saat membuka pintu rooftop ia dikejutkan oleh pemandangan malam. Sejak kapan rooftop sekolahnya bisa berubah menjadi suasana romantis begini bahkan dihiasi lampu kelap-kelip.

"Lo ..."

"Tanyanya nanti dulu yang penting kita duduk," sela Arsen lalu menggenggam lembut tangan Lino.

Mereka duduk dilantai yang sudah ada kain agar tidak kotor sembari menikmati indahnya suasana malam. Ia tersenyum tipis melihat persiapan yang dilakukan oleh Arsen karena saat ini memiliki suasana yang romantis tapi tidak seperti gaya cewek.

"Jadi tujuan Lo bawa gue untuk kencan malam," duga Lino dengan tersenyum lebar.

"Bisa dibilang begitu lagipula gue juga pernah janji sama Lo. Kali ini kencan pertama kita apa bagus? Menurut gue karena kita sama-sama cowok jadi gue tebak Lo nggak suka yang terlalu alay juga terlalu seperti cewek. Jadi gue cuman menyediakan lampu kelap-kelip dan makanan disini karena menunjukkan keromantisan cinta remaja kita," ungkap Arsen dengan tersenyum tipis.

Lino mengangguk pelan lalu merebahkan kepalanya dipangkuan Arsen. Ia terlihat menikmati elusan yang diberikan oleh lelaki itu.

"Omongan Lo ada bebernya juga karena kita masih remaja jadi harus menikmati kencan kita tanpa harus yang mewah. Menurut gue yang lebih penting itu kenangan yang indah," sahut Lino dengan tersenyum manis.

"Nanti dulu bicaranya ayo makan, Lo belum makan bukan," ucap Arsen dengan menyodorkan makanannya.

Lino menatap Arsen dengan tersenyum lebar. Ia sangat menyukai sifat dari lelaki itu walaupun Arsen sangat susah mengekspresikan dirinya.

***

Saat diperjalanan ia mengeryikan keningnya karena jalan ini bukan menuju arah rumahnya. Ia menatap Arsen dengan memegang tangan lelaki itu.

"Kok jalan ini beda sama arah rumah gue," ucap Lino dengan mengangkat alisnya.

Arsen terkekeh kecil berkata, "Siapa bilang kita akan ke rumah Lo? Kali ini gue mau memperkenalkan keluarga gue walaupun Lo kenal sama mereka."

"Kata siapa gue kenal?" tanya Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Bukannya ingatan Lo sudah balik," ucap Arsen dengan mengerutkan keningnya.

"Hah, jadi Lo percaya sama omongan gue dulu!" seru Lino dengan tertawa terbahak-bahak.

"Jadi dulu itu bohongan," ucap Arsen dengan mengangkat alisnya.

"Iya, lah! Ya kali habis ehem tiba-tiba ingatan langsung balik," sahut Lino dengan tertawa kecil.

"Kita udah sampai rumah gue," ucap Arsen dengan tersenyum tipis.

Lino mengeryikan keningnya kenapa rasanya cepat sekali sampai. Ia meringis kecil rasanya ada rasa takut saat ingin menemui orang tua dari pacarnya. Masalahnya Elio yang asli sering membuat masalah kepada keluarga Arsen mau ditaruh dimana wajahnya.

Arsen yang melihat itu hanya tersenyum tipis dengan menggenggam lembut tangan Lino. Ia membawa lelaki itu memasuki rumahnya.

Lino berjalan dibelakang Arsen dengan memegang erat pundak pacarnya. Ia hanya takut sekaligus malu untuk bertemu dengan orang yang hampir dibuatnya bangkrut.

"Arsen kenapa baru pulang sekarang?"

"Tadi Arsen jalan-jalan sama Lino, Mah," jawab Arsen seadanya tanpa berbohong karena itu faktanya.

"Lino? Siapa Lino? Apa kamu punya teman bari lagi?"

Arsen menggelengkan kepalanya menjawab, "Bukan dia Lino itu adiknya Ziel, Pah."

Arsen menarik tangan Lino hingga berdiri disampingnya. Lino juga hanya menundukkan kepalanya kenapa rasanya sangat menakutkan ini seperti bukan dirinya.

"Dia?"

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Aduh, gimana ya reaksi kedua orang tua Arsen tentang Lino🤔
Lanjut!

Ardian S2 (END)Место, где живут истории. Откройте их для себя