EPILOG

9K 255 15
                                    

Di setiap pertemuan, pasti ada perpisahan. Entah itu kita yang ditinggalkan, atau kita yang meninggalkan.

Happy reading

Gadis yang telah ditinggalkan Ayahnya dengan waktu sekitaran sudah hampir tiga tahun belakangan ini. Thalia bersama Athala memakai baju yang warnanya sama, yaitu baju yang berwarna hitam. Di bawah pohon yang rindang dengan tiupan angin yang sejuk dan situasi yang sangat hening. Thalia menoleh ke sampingnya untuk melihat keadaan Athala. Namun untungnya laki-laki itu terlihat nyaman-nyaman saja di tempatnya. Mereka sama-sama berjongkok seraya memandangi nisan yang bertuliskan Ivan Leonard itu.

Athala, laki-laki pertama yang Thalia bawa pergi mengunjungi makam Ayahnya. Selama ini gadis itu hanya ziarah bersama Tasya maupun Thania. Namun kini, ia membawa seorang lelaki yang sangat ia sayangi setelah Ayahnya. Thalia sendiri yang mengajaknya, karena ia pikir tidak ada salahnya jika mengenalkan Athala kepada Ivan.

Athala menatap Thalia kagum. Gadis itu terlihat sangat tegar, walaupun mungkin banyak yang terjadi di dalam kehidupan Thalia yang Athala sendiri tak mengetahuinya. Ini adalah salah satu alasan Athala mengapa ia sangat mencintai gadis ini.

Athala mendekatkan dirinya pada Thalia perlahan-lahan. Kemudian laki-laki itu mengusap punggung Thalia dengan pelan. "Kenapa Atha?" tanya Thalia yang tidak mengerti.

Athala hanya menggeleng. "Nggak papa," jawab Athala. Thalia lalu kembali berfokus pada nisan Ayahnya yang berwarna hitam dengan namanya yang berwarna keemasan.

"Ayah," kata Thalia pelan.

"Aku bawa orang yang hampir sama dengan Ayah. Orang yang selalu jagain Thalia,"

"Ayo kenalin diri kamu," lanjutnya kepada Athala.

Athala lalu kembali ikut menatap nisan tersebut. Tangannya saling bertautan, laki-laki mendadak kaku untuk bergerak. "Assalamualaikum, Ayah." Athala melirik insten Thalia.

"Nggak papa Atha, lanjut aja," ujar gadis itu.

"Kenalin, nama saya Athala. Saya pacarnya anak Ayah, Thalia," papar Athala kemudian menghela nafasnya agar dapat menghilangkan rasa gugupnya.

"Apa lagi yang harus aku bilang?"

Pertanyaan Athala yang membuat Thalia terkekeh. Ia tidak menyangka bahwa Athala akan segugup ini jika berbicara dengan Ivan. Walaupun Ivan tidak dapat membalas ucapan Athala.

"Bilang aja yang pengen kamu bilang Atha. Ungkapin semuanya," ucap Thalia.

"Terlalu banyak yang mau aku ucapin, sampai gak tau mau mulai darimana. Yang intinya aku berterima kasih sama Ayah karena udah pernah buat Thalia tersenyum."

"Iya sama-sama..." Thalia mengucapkannya seolah-olah menirukan suara Ayahnya. Athala tertawa, ia mengambil telapak tangan gadis itu kemudian mengusap-usapnya dengan jari jempol laki-laki itu.

"Berdiri yuk," ajak Thalia. Selanjutnya mereka berdua lantas berdiri dengan Thalia yang tak lupa mengambil satu botol air yang akan disiramkan kepada kuburan Ayahnya.

Thalia menyiramkannya sedikit demi sedikit. Dimulai dari atasnya, sampai turun ke bawah. Setelah itu, Thalia memberikannya kepada Athala. Athala lantas menerima botol tersebut dari tangan Thalia. Ia berlanjut mengikuti yang tadi gadis itu perbuat.

"Gini, kan?" tanya Athala menoleh.

"Iya gitu aja," balas Thalia.

"Kamu dulu pernah gini?"

"Pernah. Tapi sering sama Bunda atau Papa, baru kali ini sama kamu."

"Nanti boleh kita kesini lagi," ucap Thalia tersenyum manis.

ATHALA [END]Where stories live. Discover now