Namun, syukurnya mereka tidak melakukan apapun kepadanya. Mereka mungkin hanya heran melihat orang asing sepertinya.

Pertama kali ia melakukan jalan di tempat untuk melatih otot kakinya. Ia juga latihan angkat beban untuk melatih otot lengannya.

Ia melakukannya cukup lama hingga waktu terus berjalan. Kemudian hingga pada akhirnya waktu menunjukkan pukul 8 pagi.

Ia segera pergi dari tempat gym, tetapi menemukan sesuatu yang lucu. Ia melihat beberapa remaja yang memukul teman sebayanya.

"Woy, bajingan! Ngapain lo pada?!" teriak Lino dengan berkacak pinggang.

"Nggak perlu ikut campur, Om!"

"Heh, Om mata lo buta! Gue ini masih kelas 11 SMA! Udah bajingan buta pula!" cibir Lino dengan merenggangkan ototnya.

Namun, orang-orang itu seketika lari terbirit-birit. Hal itu membuat Lino menjadi bangga dengan apa yang di buatnya.

"Haha, gitu aja takut! Cemen lo pada!" teriak Lino dengan tertawa terbahak-bahak.

Saat berbalik ia menemukan Arsen dan teman-temannya. Ia membuka mulutnya lebar-lebar pantas saja para berandal itu lari terbirit-birit, padahal mereka waktu itu hanya berdua.

"Ngapain ke sini?" tanya Lino dengan cengengesan.

"Beli makan," jawab Arsen dengan muka datar.

"Dih, katanya mau latihan gym tapi kok adu jotos! Liat tuh laki lo marah gitu. Habis ini lubang lo kayaknya bakal hancur," ledek Adya dengan tertawa puas melihat penderitaan sahabatnya.

Lino hanya meringis kecil. Ia kembali menatap seorang pria yang terluka dengan mengerutkan keningnya.

"Vano kayaknya lo harus bawa dia ke rumah sakit, deh!" seru Lino dengan menunjuk keberadaan pria itu.

"Iya, Nyai!" sahut Vano dengan memutar matanya.

Akhirnya mereka segera pergi dengan diam. Pada akhirnya Arsen juga tetap memperhatikan lelaki itu.

"Makan," ucap Arsen dengan menyodorkan salad buah dan sandwich.

"Hehe, thanks! Aku tadi emang beneran ke tempat gym. Tapi di jalan aku liat orang di bully jadi nggak tega," ungkap Lino dengan menggoyangkan lengan Arsen.

"Hmm," sahut Arsen.

"Hayo, Arsen merajuk tuh!" ledek Adya dengan tertawa puas.

Plak!

Adya sekali lagi mendapatkan pukulan telak. Pada akhirnya hanya terjadi perdebatan dari mereka.

***

Lino menatap seragam taekwondo dengan tersenyum tipis. Ia segera berjalan beriringan dengan anggota yang bertahan dalam 12 besar.

Ia berjalan dengan langkah tenang. Ia menatap para teman-temannya juga tunangannya yang menatapnya dengan melambaikan tangan.

Akhirnya babak ke 3 segera di mulai. Pertandingan itu di lakukan cukup singkat karena berisi orang-orang yang sangat lihai.

Awalnya Lino juga sangat gugup melihat perbandingan lawannya. Namun, perasaan gugup itu seketika hilang saat dirinya berada di depan.

Apalagi saat mendengar suara dukungan dari para sahabatnya dan kekasihnya. Ia melakukan pertandingan dengan baik hingga masuk ke babak empat yang akan menentukan siapa juara 1 sampai 3.

"Wah, atlet kita memang membanggakan!" goda Vano dengan tertawa mengejek.

"Oh, lo di sini? Tuh orang udah lo urus?" tanya Lino dengan mengerutkan keningnya.

Vano hanya mengangguk pelan. "Iya, tuh orang emang korban bully. Dia emang sering di perlakuan seperti itu karna berasal dari keluarga kaya dan jenius tapi tubuhnya lemah."

Lino dalam mendengar sudah paham. Ia membaringkan tubuhnya di atas lantai untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Mereka di beri waktu beberapa jam sebelum melakukan pertandingan. Kemudian hingga pada akhirnya tiba.

Lino maju ke depan dengan menatap sang lawan. Pertandingan di lakukan dengan sengit hingga pada akhirnya Lino masuk ke babak 2 besar.

Perasaan Lino semakin gelisah. Seketika ia merasakan demam panggung. Namun, suara orang yang di sayang menguatkan dirinya.

"Lino jangan nyerah!"

"Lino jangan peduliin yang lain!"

"Lino semoga bisa," gumam Arsen dengan tersenyum manis.

Akhirnya Lino kembali ke depan dengan raut wajah serius. Ia memasang kuda-kuda dengan menatap lawannya.

Sekarang ia melawan perwakilan negara Korea Selatan. Perwakilan dari pemilik rumah membuatnya gugup.

Mereka sama-sama melakukan pertahanan. Dari mereka tidak ada yang melakukan untuk menyerang.

"Kalau begini nggak akan berakhir," batin Lino.

Lino sedikit lengah hingga sebuah tendangan mengenai wajahnya. Ia terdorong dengan mengelap darah yang berada di ujung bibirnya.

Akhirnya ke duanya mulai melakukan penyerangan. Lino agak kewalahan karena gerakan sang lawan.

Namun, hingga pada akhirnya tenaga Lino sudah habis. Ia sudah kalah dan lagi-lagi tidak menjadi nomor satu.

Lino menghirup udara berkali-kali dengan mencoba bangkit. Ia memberikan tanda penghormatan kepada pemenang.

"Kamu lawan yang kuat."

"Iya, kamu juga. Selamat atas kemenangannya!" ucap Lino dengan tersenyum tipis.

Setelah itu mereka berdiri dengan di berikan perhargaan dan mendali. Ia mengangkat mendali miliknya dengan tersenyum setidaknya ada peningkatan.

"Jangan sedih kamu sudah melakukan yang terbaik!" seru Arsen dengan tersenyum lebar.

Lino hanya tertawa kecil dengan mengangguk. Perjuangan dirinya setidaknya mendapatkan hasil yang baik walaupun tidak menjadi nomor satu.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Wih, Lino di semangatin ayang 😆
Lanjut!

Ardian S2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang