To Be Happy (2)

1.1K 108 34
                                    

Mirza sudah dipindahkan ke ruang rawat inap VIP pukul sembilan pagi, kondisinya sudah stabil dan kini proses pemulihan. Keadaannya masih lemah, masih belum bisa bergerak bebas. "Berapa lama saya koma, Dok?" tanya Mirza.

"32 hari."

Mirza tidak menyangka jika dirinya mengalami koma selama itu, ntah apa
pula yang terjadi selama sebulan ini dan dimana pula keluarganya tidak muncul sejak ia sadar. "Dimana keluarga saya, Dok?"

"Keluarga Anda akan segera datang."
Mirza mencoba mengingat apa yang terjadi, tugas intelejen dan operasi penumpasan teroris hampir merenggut nyawanya. Sesaat kemudian ia teringat dengan seluruh rekan-rekannya dan pemuda itu ... bagaimana nasibnya?"

"Anda harus full beristirahat, jangan terlalu banyak bergerak luka diperut Anda belum sembuh total."

"Baik Dokter. Apa saya boleh meminta tolong?"

"Tentu."

"Beritahu keluarga saya agar segera datang."

"Baik. Kalau begitu saya permisi."

Mirza menghela napas, operasi khusus telah membuat dirinya cacat, ia telah kehilangan satu alat ekskresi utama. Pantas saja saat itu luar biasa sakit ginjalnya telah disusupi timah panas.

Pintu ruangan terbuka, tampaklah pemuda jangkung dengan hoodie jumper abu-abu yang menutupi kepala, pemuda itu langsung duduk di sofa.

"Assalamualaikum, Bang."

"Waalaikumsalam. Dimana yang lain?"

"Ibu sama Mbak Zahvi lagi dikantin, Eder disuruh duluan sama, Ibu."

Mirza sedikit kesal, bukan cepat-cepat datang kemari istrinya malah bebas pergi ke kantin, atau memang sudah melupakan dirinya yang tak berdaya.

Pintu terbuka, masuklah Santi dengan mendorong stroller bayi. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Santi mengelus kepala Mirza dan mencium pucuk kepala sang putra. "Alhamdulillah, Abang udah sadar. Gimana keadaan Abang sekarang, udah baikan?"

"Allah bersama saya, Bu. Allah memberi saya kesempatan hidup."

Santi menatap wajah putranya yang masih pucat, ia bahagia putra sulungnya diberikan keselamatan oleh yang kuasa.

"Zahvi dimana, Bu? Kenapa tidak kemari? Apa sudah melupakan saya?"

"Istri Abang lagi beli makanan untuk kita, Abang jangan gitu dong, pakaibilang Zahvi lupa, Abang gak tau aja gimana perjuangannya."

"Bagaimana tidak ibu, saya menunggu sejak pagi. Tidak ada yang datang, termasuk ibu."

"Maafin Ibu. Ibu mau cepat-cepat ke sini tapi dedek bayi nangis terus, istri kamu juga kesana-kemari repot ngurusin bayi."

"Bayi ini?" Mirza menatap Santi dengan wajah penuh tanya. "Bayi siapa?"

Muncul pertanyaan itu membuat Santi tersenyum. Ia mengangkat bayi cantik yang tertidur, diperintahnya Mirza agar membuka lebar tangan, bayi itu ia letakkan pada telapak tangan Mirza yang lebar. "Anak coba perhatikan dan tebak anak siapa."

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Donde viven las historias. Descúbrelo ahora