Delayed Happiness (1)

1K 98 15
                                    


Duka bagi angkatan bersenjata, telah gugur pahlawan bangsa, seorang prajurit pembela bangsa. Hari ini, hari pemakaman Sertu Nawan yang dilaksanakan secara militer sebagai penghormatan terakhir. Terdengar tangis pilu dari anak, istri dan keluarga yang telah ditinggalkan. Begitu besar jasa Sertu Nawan tidak ada balasan apapun yang dapat membalas semua pengorbanannya.

Anggota tim yang berjumlah 10 orang telah kehilangan 1 anggotanya, Sertu Nawan, seorang prajurit berdedikasi dan tidak kenal menyerah. Kapten Adiyanto, Lettu Handoko, Letda Izan, Serka Yunan, Sertu Hendri, Serda Izan, Kopka Yusri, Praka Fahri dan Prada Dika, orang-orang merasakan sebuah kesalahan karena tidak bisa menyelamatkan rekannya, rekan yang begitu hebat. Sertu Nawan telah gugur dengan terhormat dan bermartabat.

"Selamat jalan, Kawan! Semoga surga berada didalam genggamanmu."

Semua berduka, semua merasakan kesedihan tetapi semua akan kembali, mahluk diciptakan oleh Allah dan akan kembali kepada-nya pula.

***

Zahvi memandang lama wajah sang suami yang begitu tenang dalam ketidaksadaran. Sejak dua hari terakhir Mirza masih belum sadarkan diri pasca operasi. Zahvi mencium lama tangan Mirza. Sesekali menempelkan tangan hangat itu diperutnya yang sudah terhitung bulan-bulan ini ia akam melahirkan. Zahvi ingin Mirza sadar dan menemaninya saat melahirkan, ia ingin disaat-saat perjuangannya melahirkan buah hati Mirza dapat mendampingi dan mendampinginya seumur hidup. "Mas? Pergi baik dan sehat, kenapa Mas pulang keadaan begini? Gak capek tiduran terus, Mas? Bangun, Mas! Anak kita udah mau lahir. Kalau gak nemenin aku periksa, Mas harus temenin aku lahiran."

Zahvi tidak lelah mengajak Mirza bicara karena dalam dunia medis berbicara dengan orang koma akan meningkatkan kerja otak. Zahvi mencium wajah Mirza, sesekali mengelus wajah tegas walau saat tidak sadar itu. Ia sangat mencintai suaminya, lelaki yang sudah tertanam dalam dan tidak bisa diganggu gugat. "Sadar, Mas. Sadar! Aku butuh, Mas. Anak kita butuh, Mas."

Malam ini Zahvi ingin tetap di rumah sakit. Dada semakkn gemuruh setiap detiknya. Suaminya terbaring lemah di hospital bed. Alat-alat medis terpasang untuk menunjang hidupnya. Genggaman erat di tangan Mirza, perlahan air mata tumpah tanpa bisa dikendalikan. Air mata kesedihan telah ia tahan, rasa rindu dan khawatir yang begitu dalam, berminggu-minggu ia menunggu kabar dan saat kabar yang ia tunggu datang, keadaan cintanya tidak baik-baik saja. "Bangun, Mas ... Bangun."

Zahvi mencium tangan Mirza berulang kali, mencium kening dan pipinya. "Bangun Mas! Hiks ... Mas jangan ... buat aku sedih, Mas. Udah sebulan Mas buat aku sedih, Mas udah ninggalin aku lama ... bangun Mas, jangan buat aku sedih lagi, Mas."

Zahvi menghapus air matanya kemudian meletakkan tangan Mirza diperutnya. "Anak kita, Mas. Mas ... Mas udah janji mau nemenin aku periksa kandungan. Mas udah janji dari berapa bulan yang lalu, kan. Mas harus tepati janji. Bangun Mas!"

Malam ini Zahvi menceritakan semua kesedihan dan hari-harinya tanpa Mirza, walaupun suaminya sama sekali tidak merespon. "Setiap hari aku nangis karena khawatir sama, Mas. Semuanya terlalu berat buat aku ... Mas jahat. Mas jahat karena udah buat aku sedih ...."

Zahvi menenggelamkan wajahnya di telapak tangan besar Mirza. Menangis sesenggukan mengeluarkan seluruh kesedihannya, hingga perlahan wanita itu terbang ke alam mimpi.

Setelah jam sepuluh malam Zahvi dibangunkan, ia diajak pulang namun ia menolak keras, ia ingin tetap menjaga suaminya dan tidur didekatnya. "Kenapa sih serba gak boleh! Izah cuma mau jaga Mas Mirza!"

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Where stories live. Discover now