Anger

1.2K 72 1
                                    

Zahvi terbangun, diliriknya jam yang menempel di dinding. Jam menunjukkan hampir pukul tiga, mereka memang sempat tidur siang, tentu saja dengan ajakan Mirza, yang tentu saja bukan hanya tidur.

Zahvi memejamkan mata sebentar kemudian membukanya lagi. Diliriknya sang suami yang tertidur pulas, wajah tampan tampak sangat tenang seakan tak ada beban dalam hidupnya. Rahang kokoh itu tampak begitu pantas diwajah, bulu mata lentik dengan kumis dan janggut tipis, khas keturunan Arab menambah kesan tegas dan berwibawa.

Mirza menggeliat, jika tadi hanya tangan kirinya saja yang menjadi bantalan, kini tangan kanannya tanpa sadar memeluk Zahvi seolah tubuh kecil itu adalah bantal. Zahvi bersemu merah, pipinya terasa begitu panas. Apa Mirza mulai memiliki rasa padanya, apa bisa membalas perasaannya saat ini.

"Mas?" Panggil Zahvi dengan suara tertahan, ia cukup malu untuk membangunkan Mirza dalam posisi seperti ini, tetapi ia tetap harus membangunkan sang suami, agar tidak melewatkan kewajiban umat Islam.

"Mas bangun, Udah mau ashar!"

Mata Mirza terbuka perlahan, Zahvi tetap pada posisi diam dan menunduk.

"Kamu mandi dulu." Mirza melepaskan dekapannya pada sang istri, memberikan
ruang agar wanita itu bisa bangkit.

Selesai mandi Zahvi pergi keluar rumah sambil menunggu Mirza mandi dan
mengajaknya solat berjamaah.

Asrama sepertinya ramai sore ini, banyak anak-anak sedang bermain di jalan. Ada tiga orang anak laki-laki yang datang menghampirinya dan menyapa Zahvi yang duduk di teras.

"Zahvi?" Terdengar panggilan dari Mirza. Zahvi berjalan masuk ke kamar terlihat lelaki tinggi itu duduk dibibir ranjang.

"Tolong siapkan baju saya."

Zahvi membuka lemari, meletakkan baju kaos berwarna biru yang beli dan celana panjang di atas ranjang untuk Mirza pakai selesai solat, Zahvi mengambil mukena dan menyiapkan baju kokoh sang suami. Menyiapkan sejadah untuk mereka berdua. Keduanya solat berjamaah untuk ke beberapa kalinya, Zahvi bahagia dengan kebersamaan mereka dalam beribadah kepada sang pencipta.

Kopi hitam sedikit gula Zahvi bawakan kepada sang suami yang duduk di
teras rumah. "Ini Mas kopinya."

"Hmm." Mirza tampak lama melihat Zahvi yang berdiri disampingnya. "Pakai kerudung ketika keluar rumah dan ini terakhir kalinya kamu keluar tanpa kerudung.",

Zahvi menunduk, ia lupa dengan menggunakan kerudung. "Maaf, Mas."

Zahvi segera masuk ke dalam rumah. Kerudung diwajibkan oleh Mirza untuk
dipakai Zahvi kemanapun berada, kecuali didalam rumah dan hanya mereka berdua, tetapi tetap saja Zahvi sering lupa memakai kerudung saat keluar rumah.

Zahvi mengambil ransel yang berada disudut dapur dan mengeluarkan
semua isi didalamnya. Sudah beberapa hari ransel beserta isinya terbengkalai
karena Zahvi belum sempat mencucinya.

Terlalu banyak debu dicelana dan baju-baju Mirza, hingga membuat hidung Zahvi terasa gatal.

Pakaian dan ransel direndam terlebih dahulu, baru sebentar air cucian menghitam. Zahvi berulang kali mengganti air, baru setelah air agak jernih baru baju-baju dan ransel di rendam. Baju lapangan Mirza memang tak bisa dicuci dengan mesin cuci, harus menggunakan tangan dan sikat dengan kekuatan penuh agar benar-benar kinclong.

"Zahvi?"

Zahvi menoleh ke belakang tapi yang terlihat adalah kaki, baru setelah itu
kepalanya mendongak ke atas, tampaklah wajah datar Mirza.

"Kartu anggota dan buku saya kamu keluarkan?"

"Emangnya dimana?" Zahvi seketika panik.

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Where stories live. Discover now