Peak Operational (3)

957 105 17
                                    


"Nang? Kau masih kuat?" tanya Letnan Handoko saat melihat Letnan Mirza kelelahan.

"Tidak apa-apa. Ayo!" Letnan Mirza memperdulikan apapun, hanya keberhasilan operasi ini, dengan keadaan fisiknya yang kurang baik, tubuh yang telah kehilangan kekuatan, setelah menerima penyiksaan ditambah lagi dengan operasi ini, Letnan Mirza tidak memperdulikan itu lagi.

Kelompok ini terus mengejar dan terus menembaki tanpa arah. Letnan Mirza tumbang saat saat peluru musuh mengenai tubuhnya.

"Nang!! Nang? Kau ...." Letnan Handoko menghampiri Letnan Mirza yang tertembak.
"Pergilah dari sini!" usirnya, bagaimanapun ia telah kehilangan tenaga dan tidak bisa berjalan karena luka tembak di bagian perut. Ia tidak ingin menjadi beban, ia telah siap mati, asal rekannya yang masih sehat kembali dengan selamat.

"Tidak! Aku tidak akan meninggalkan kau!"

"Pergilah!!"

"Tidak!! Ayo! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu kawan!!" Tubuh lemah kesakitan itu dibopong melewati sungai dangkal. Begitu susah karena Letnan Mirza memiliki tubuh yang lebih tinggi dan kekar dari tubuh Letnan Handoko terlebih dalam keadaan genting seperti ini.

Tim terus mengejar dan menyerang Tim Alpha, sedikitpun mereka tidak ingin melepaskan.

Bruk!

Letnan Mirza jatuh dari punggung rekannya. "Pergilah dari sini!"

"Tidak akan pernah! Bangkitlah bodoh!!"

Lettu Handoko akan menyesal seumur hidup jika sampai meninggalkan rekannya, hidup atau mati mereka semua harus pulang. Tubuh-tubuh tegas itu seketika lemas memandangi ruas-ruas hutan belantara yang telah dihadang musuh, musuh yang telah siap membantai mereka.

"Pergi!" Komando dari Kapten Adiyan. Tugasnya sebagai komandan adalah melindungi anggotanya, jika yang harus mati, itu adalah dirinya.

Tim Alpha kembali masuk dalam hutan, mereka mengambil posisi menembak. Hingga akhirnya saling tembak menembak kembali pecah. Gean naik ke atas pohon, dimana ia dapat menentukan target tembakannya. Lelaki hitam brewok itu menjadi incaran. Senapan ia arahkan tepat di jantung lelaki yang sedang berteriak.

Dor ...!

Senapan tanpa peredam itu meletus, peluru tepat mengenai target dan secara perlahan tubuh itu oleng dan tumbang.

Pasukan bergerak terarah memecah konsentrasi musuh yang telah kehilangan ketua kelompok. Letnan Handoko menyeret Letnan Mirza bersembunyi didalam tumbuhan rambat yang begitu rindang, Letnan Handoko tidak bisa pergi apa melawan, jika ia melakulam kedua hal itu bagaimana nasib sahabatnya yang telah kehilangan banyak darah.

"Bertahanlah, Nang!" Letnan Handoko merobek seragamnya, melilitkan robekan itu diperut Letnan Mirza terus mengeluarkan darah. Di dalam hutan yang mencekam hanya ini yang bisa ia lakukan. Rasanya ia telah kehilangan harapan melihat keadaan sahabatnya yang telah putus asa.

"Uhuk ... uhuk ...!" Letnan Mirza terbatuk-batuk.

"Bertahanlah, Nang!"

"Katakan ... kepada ...." Napas itu mulai tersengal-sengal. "saya ... saya mencintai ... Zahvi ... katakan ... padanya."

"Katakan sendiri bodoh!!" Letnan Handoko frustasi. "Kau harus bertahan, Nang. Ingat Allah, ingat istri dan anakmu."

Deru napas Letnan Mirza terdengar berat, Letnan Handoko mengusap matanya yang berair, tubuh kekar perlahan ia bopong keluar dari persembunyian. Mereka tidak bisa hanya bersembunyi para prajurit yang terluka butuh penanganan medis, terlebih lagi Sertu Nawan dan Lettu Mirza yang sudah kritis.

"Kau tidak boleh mati sia-sia!" Peringat Lettu Handoko kepada dua rekannya, ia telah frustasi bahkan air mata tidak bisa menenangkan.

Sertu Hendri dan Kopka Yusri menggotong tubuh Sertu Nawan yang tak berdaya, bahkan hembusan napasnya terdengar sangat berat.

Dengan tetap waspada, langkah demi langkah berjalan ditengah hutan peluru yang siap merenggut nyawa mereka. Letnan Handoko menyandarkan tubuh Letnan Mirza di pohon besar yang ditutupi oleh semak sesuai keinginan sahabatnya. Tatapan tajam waspada mengedar, senapan ditangannya siap meletuskan tembakan jika sewaktu-waktu musuh tahu keberadaan mereka.

"Han?" Panggil Letnan Mirza dengan begitu pelan.

Letnan Handoko menekan jemari sahabatnya, dengan cara itu ia sedikit meredam kesal. "Sabarlah sebentar, kita ke akan segera pergi. Kau akan selamat, Nang."

"S-saya ... tidak ... kuat."

Mata Letnan Handoko terasa panas mendengar kalimat putus asa ini. "Apapun yang terjadi bertahanlah. Ayo!"

"Ayo cepat!" Lelaki tinggi jangkung yang masih lengkap dengan senjata itu mendekat. Ia ikut membopong tubuh Letnan Mirza yang begitu lemah. "Saya sudah menghubungi helikopter untuk menjemput." ucap Kapten Adiyan.

Letnan Mirza ditandu oleh dua prajurit menggunakan seragam khusus mereka yang telah diikat hingga memanjang. Pasukan merayap menuju lokasi yang telah ditetapkan. Sebagian bertugas membuat tempat untuk helikopter mendarat, rumput-rumput liar dan tanaman merambat di ratakan agar menjadi lapangan, dibalik tanaman liar itu pasukan bersembunyi.

Terdengar deru helikopter mendekat, prajurit segera meluncur mendekati helikopter yang telah siap, dua prajurit segera membawa Letnan Mirza yang tidak sadarkan diri masuk terlebih dahulu ke dalam helikopter, baru setelah itu giliran pasukan.

Dor ...! Dor ...! Dor ...!

"Argh ...." Gean tumbang saat peluru mengenai tubuhnya.

"Naiklah!" teriak Kapten Adiyan mengulurkan tangannya karena helikopter hendak take up.

Pemuda itu menggeleng, senyum ia ukir untuk para rekan seperjuangannya. Di sini, ditempat seharusnya pemuda itu berada. Ia telah menyelesaikan tugas. "Pergilah dari sini! Terimakasih! Terimakasih! Saya akan mengingat kalian dan ucapkan terimakasih pada Letnan Mirza!"

Tim Alpha tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tidak bisa lagi menghentikan helikopter telah meninggi, meninggalkan pemuda yang telah dikerumuni oleh kelompok teroris. Perjalanan Gean dan kelompok teroris berakhir saat serbuan ratusan prajurit marinir yang baru saja berlabuh dipinggir pantai, tugas mereka membersihkan hutan secara menyeluruh tanpa ada satu bahayapun tersisa

"Nawan!!" teriak Sertu Hendri histeris, terdengar tangis yang begitu pilu.

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un." Lafaz itu terucap setelah Sertu Nawan menghembuskan nafas terakhirnya. Prajurit bangsa telah gugur, gugur dalam menjalan tugas menjaga negara dan bangsa.



𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz