Early Trip

4.6K 156 3
                                    

Lika-liku mencari pasangan hidup memang memiliki banyak jalan. Salah satu jalannya adalah melalui perjodohan. Orang tua menjadi perantara dan anak harus menerima perjodohan dengan latar berbakiti kepada orangtua. Orangtua percaya bahwa cinta akan hadir karena terbiasa.

"Mirza laki-laki baik, Sayang. Cuma dingin aja karena dia itukan tentara." Kalimat selembut itu terlontar dari mulut lelaki paruh baya kepada wanita muda yang terduduk lemas di sofa.

"Tapi itu kuno, Pa. Gak zaman tau, ini bukan lagi zamannya Siti Nurbaya, ga ada jodoh-jodohan, Pa. Izah juga takut nanti si Mirza itu kayak Datuk maringgih gimana? Papa mau putri kesayangan Papa nasibnya kayak si Nurbaya?"

Lelaki yang disebut Papa itu kaget mendengar penuturan putrinya. "Papa gak mau lah, tapi Papa tau dan yakin Mirza lelaki baik."

"Papa ... gak mau!"

"Please, Sayang. Mirza itu baik."

"Izah bisa pilih sendiri jodohnya Izah, gak usah main jodoh-jodohan."

"Siapa? Laki-laki pecundang itu? No no masih mikirin laki-laki yang ninggalin kamu itu. Papa gak setuju!"

"Papa yang paling ganteng seantero dunia. Izah juga gak mau sama dia, ya sama laki-laki lainlah."

"Dan laki-laki itu adalah Mirza, Sayang."
Masih berbalik kepada lelaki bernama Mirza itu.

"Pah please ...." Zahvi memelas.

"Ayolah Nak, sekali ini aja."

"Izah gak mau nikah sama lelaki itu kalau Papa maksa Izah bakalan pergi dari rumah ini," ucap Zahvi dengan tegas, kali ini ia tidak akan mau menuruti kemauan orangtuanya.

Tetapi semua hal itu tidak pernah bejalan baik.

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Zahvira Fadhilah Ayyash binti Rahman Ahyandra dengan mas kawin tersebut, tunai!"

Kalimat itu terucap dengan iringan kata "Sah" memenuhi kepala Zahvi. Apalah statusnya sekarang bukan lagi seorang gadis tapi seorang istri. Istri dari seorang Mirza Haddan Muddazir. Kabur mungkin jalan yang benar untuk menghindari perjodohan, tapi itu hanya omong kosong bagaimana Zahvi bisa kabur saat dirinya ini berstatus dokter disalah satu rumah sakit di Jakarta, tidak bisa meninggalkan tanggungjawabnya. Terlebih lagi Papa-nya mengeluarkan berbagai macam kalimat yang mutiara, Zahvi harus menerima perjodohan.

"Di Jakarta kamu sendirian, Nak. Ga ada yang jagain, kami gak akan selalu bisa jagain kamu, Lampung dan Jakarta itu jauh gak bisa ditempuh dengan jalan kaki."

"Ya gak bisa lah, Pa. Cari makan di lorong depan aja harus pake motor."

"Nah ... karena itu lah kamu harus menikah sama Mirza tinggal di asrama TNI yang dekat dengan tempat kerja kamu dan juga Mirza bisa jagain kamu. Kalau kamu menerima perjodohan ini, berarti kamu berbakti kepada orang tua."

Ya Zahvi berbakti, sangat berbakti! Menikah dengan pilihan orang lain mungkin juga pilihan. Baik pilihan sendiri atau dijodohkan, keberhasilan pernikahan dilandasi oleh penerimaan dan bagaimana kedua belah pihak menjaga komitmen. Lalu adakah perjodohan yang salah? Tentu tidak untuk pernikahannya, tapi mediator juga memiliki peran penting dan sangat berkaitan dengan masa depan.

Suara sunyi malam mulai datang suara ingin mengalun berhembus, lampu seperti semakin temaram walau sebenarnya tidak meredup, hanya saja Zahvi sudah sangat mengantuk, kelopak mata mulai mengatup tak kuasa menahan beban kelelahan karena sudah tiga jam Zahvi berkutat dengan laptopnya. Ia menghanyut ke dalam dunia mimpi, terasa begitu nyaman, aman dan damai tidurnya.

Suara bariton keras mengagetkan Zahvi hingga mata itu terbuka lebar, suara itu bergema-gema ditelinga. Zahvi panik, untung saja ia tidak lari dan melakukan tindakan awal yaitu lari. Setelah benar-benar terkumpul semua nyawanya. Zahvi baru sadar, ternyata itu suara Mirza bukan alarm bahaya yang mengharuskan Zahvi pergi menyelamatkan diri.

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Where stories live. Discover now