Torture (1)

901 78 3
                                    

Ilmu bela diri dan melarikan diri sangat dibutuhkan ditengah situasi genting, terkadang bela diri sulit digunakan sehingga harus melarikan diri demi terlindungi diri dan informasi yang belum terlaporkan. Mungkin mustahil rusa melarikan diri dari puluhan singa kelaparan.

Srak!

Tubuh itu terperosok masuk ke dalam jurang, dengan sigap tangan kekar menyambar sebuah dahan pohon. Sayang, tangan sigap menyambar namun senapan harus terlepas dari genggaman dan terjatuh ke bebatuan. Senapan itu hancur karena terhempas dari ketinggian, tidak ada lagi pertahanan kuat, senjata pertahanan telah hancur.

"Sial!"

Tidak ada lagi lebih sial dari ini. Melompat akan hancur seperti senapan dan pasti akan mati secara konyol. Perlahan-lahan kaki Sang Letnan menekuk dan memeluk batang pohon. Kemudian, bergerak perlahan menuju permukaan tanah. Berjalan senyap dan cepat menuruni bukit. Hutan belantara bukanlah tempat yang mudah bagi manusia untuk beradaptasi, banyak sekali halangan untuk bertahan hidup. Pohon-pohon besar menjulang tinggi dengan dahan-dahan yang rimbun dan berselok-selok. Dedaunan kering dan ranting-ranting kayu yang sudah lapuk menimbulkan suara injakan. Hutan ini kurang penerangan, cahaya yang harusnya masuk terhalang oleh dedaunan pohon.

Dalam medan tugas ini keberadaanya sudah diketahui musuh. Saat ini dirinya hanyalah manusia keras kepala. Mengingatkan bahwa ia telah berlayar sangat jauh dari pelabuhan. Kini hanya ada dua pilihan. Teruslah berlayar atau ia akan tenggelam. Kesalahan dalam misi intelegensi ini, saat dirinya hendak menyamar menjadi salah satu bagian dari anggota teroris ini, keberadaan dirinya diketahui dan sekarang dirinya berstatus buronan teroris.

Srak!

Kaki terlilit oleh tali, tarikan kuat hingga mencengkram kedua kaki yang menancap ditanah. Tubuh besar itu terseret tanpa bisa bertahan lagi.

Bruk!

Ransel terjatuh! Kaki berada diatas sedangkan kepala berada dibawah. Saat itu juga puluhan orang bersenjata melompat dari pohon dan keluar dari dalam tumpukan dedaunan kering. Penjahat-penjahat mengacungkan senjata dan siap menembak jika memberontak.

Bagi seorang tentara hal yang paling memalukan adalah tertangkap oleh musuh dan gagal di medan tugas. Ia telah tertangkap dengan cara yang begitu konyol. Wilayah ini sangat strategis dan penuh jebakan, keahliannya dalam membaca situasi tidak berjalan dengan baik, semua terjadi secara spontan dan tidak dapat dibaca. Kelompok teroris ini memiliki keahlian tempur yang bisa disamakan dengan keahlian tempur pasukan komando, terlebih lagi mereka telah menguasai medan. Antisipasi sejak awal yang ia lakukan ternyata gagal.

Semua peralatan dan informasi yang ia dapatkan telah di rampas musuh. Tetapi tetap optimis jika kelompok itu tidak akan bisa membacanya karena berbentuk sandi dan hanya dirinya yang mengerti. Pikiran terus bekerja menerka-nerka bagaimana caranya bebas tanpa dibebaskan pasukan dan itu akan mencoreng nama dan jiwa ksatria. Bukan itu saja sebagai tentara ini sangat bodoh dan memalukan, sangat pantang baginya tertangkap oleh musuh apalagi gagal dalam medan tugas. Mirza menendang dinding penjara karena marah dengan kelemahannya, teledor dan kurang waspada.

"Hei!! Kenapa kau!!" bentak penjaga penjara.

Letnan Mirza diam, hanya tatapan tajam sebagai balasan.

"Sekuat apapun kau berusaha bebas, kau takkan bisa!!"

Tidak mungkin hanya diam, tidak mungkin mengharap dibebaskan, dirinya harus punya cara sendiri untuk bebas dan tentunya menghancurkan. Tetapi bukanlah suatu yang mudah, dirinya tidak mempunyai senjata apapun, semua senjata sudah dilucuti tanpa sisa bahkan saat inipun ia tidak mempunyai rencana.

"Buka pintunya!!"

Pintu penjara dibuka setelah dapat perintah dari salah satu orang dari gerombolan orang yang berjalan mendekat.

"Seret si bodoh itu keluar!!"

Lettu Mirza diseret kasar keluar dari penjara, pukulan-pukulan telak diberikan seiring langkah kaki berjalan menuju sebuah kayu yang disusun rapi. Kaki dan tangan diikat menggunakan tali.

"Siapa kau?" Lelaki hitam berjenggot menekan kuat dada Lettu Mirza. "katakan pecundang!!" teriaknya.

"Dia pasukan khusus yang dikirim untuk memata-matai kita, Ketua." ucap salah satu orang teroris.

Lelaki hitam memberikan tamparan keras pada wajah Lettu Mirza yang disamarkan dengan penyamaran berwarna hitam hijau. Seragam Lettu Mirza yang berkamuflase dengan alam disobek, meninggalkan baju kaos yang kemudian disobek-sobek. Disiksa dan dipaksa untuk mengatakan apa rencana pemerintah untuk menghancurkan gerakan mereka.

"Shit!!"

Pukulan-pukulan telak tak berhenti mendarat di sekujur tubuh sang prajurit. Namun tak sedikitpun kalimat yang keluar dari mulutnya. Anggap saja pita suara sang Letnan telah putus, karena sudah tertanam dalam hati, sekalipun mati ia tidak akan mengatakan apapun. Darah merembes keluar dari bibir dan sudut-sudut wajahnya. Tubuh itu telah lunglai, hampir seluruh tenaganya telah dikuras.

Byur ...!

Seember air disiramkan pada tubuh sang Letnan, tak kalah itu pula sang Letnan menahan pedihnya luka-luka yang disiram dengan air garam.

"Katakan! Atau kau akan mati!!" teriak sang Ketua.

"Bunuh saja, Ketua. Dia tidak akan mengatakan apapun!"

"Dia aset kita untuk mengetahui rencana lawan, untuk sekarang kita tidak bisa membunuhnya. Terus siksa dia, sampai dia memberitahu apa yang kita inginkan!!"

"Baik, Ketua!"

Penyiksaan terus menerus dilakukan namun sedikitpun kalimat tidak terucap. Tubuh lunglai itu dihempaskan ke tanah, teriak-teriak marah dan cacian terus dilontarkan. Sampai waktu malam tiba, sang Letnan diikat dan dirantai kembali pada balok kayu. Dimana semua anggota kelompok ini berkumpul dan gencar melakukan interogasi.

"Katakan!!" Ketua teroris mencengkram kuat tenggorokan Letnan kemudian melepaskannya dengan kasar.

"Ketua sebentar lagi hujan."

"Jaga dia, jangan ada yang memberinya makan!"

"Baik Ketua."

Hujan begitu deras, kilat dan suara petir menyambar dan saling bersautan. Tubuh itu semakin lemah sesaat kemudian semua gelap.

𝐑𝐀𝐘𝐍𝐎𝐑 [𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍] 𝐄𝐍𝐃Where stories live. Discover now