Deg!

Jantung Anya seketika ingin copot. Dia menatap dua temannya mencoba meminta bantuan namun yang ada mereka justru mendelik padanya.

"Sebentar Pak saya ambilkan dulu, ada di dalam mobil soalnya."

Setelah mendapatkan anggukan dari dua polisi itu Anya melenggang masuk ke dalam mobil. Dengan tangan gemetar dia mengambil kunci mobil yang menyatu dengan sebuah dompet kecil berisi STNK.

"Papa tolongin Anya." Gadis itu memejamkan mata berharap keajaiban datang membawa Papanya kemari, walaupun itu mustahil.

Anya kembali keluar. Dia mengambil STNK dari dalam dompet kecil itu lalu memberikannya pada polisi.

"Kartu SIM nya?" tanya polisi.

Dengan polos Anya menggeleng, "Gak ada, Pak."

Dua polisi itu saling pandang, sedangkan tiga gadis di sana berbisik saling menyalahkan. Lagi-lagi sebuah kecerobohan terulang. Diantara mereka tak ada yang punya SIM. Jangankan SIM, KTP saja mereka belum punya.

*****

"Bisa-bisanya orang ganteng macam Chiko ditinggal."

Sesil meringis, "Sorry, Kak. Lagi pingin liburan sama Anya dan Bella."

"Setidaknya kabarin dulu kek."

"Iya, Maaf."

"Mana gak ada yang cowok lagi. Kalau ada apa-apa di jalan gimana?"

Sesil mendelik tajam saat Anya dan Bella sudah hampir bersuara, "Ada yang cowok kok. Pak sopir kan cowok."

Memang, setelah kejadian Anya yang ditilang polisi akhirnya mereka bisa melanjutkan perjalanan dengan menyewa mobil rentalan beserta sopirnya. Bagaimana dengan mobil Anya? Polisi sudah mengurusnya, mereka menghubungi Adi Wijaya yang tidak lain papa Anya untuk menyelesaikan semua masalah.

Jangan dikira Adi Wijaya tidak marah pada putrinya, tentu saja marah. Tapi hati nuraninya masih bekerja baik. Setelah memarahi Anya beliau memberikan izin untuk mereka melanjutkan perjalanan, tapi dengan satu syarat harus ada sopir.

"Pak sopirnya ganjen gak tuh?"

"Enggak kok. Sopirnya baik, udah bapak-bapak juga."

"Mau bapak-bapak kek, mau mas-mas kek, sampai yang udah kakek-kakek yang namanya doyan pasti diterobos juga."

Sesil menghela napas, "Kak Chiko udah ya jangan marah-marah terus."

"Gimana gak marah?! Kamu pergi gak ada izin sama sekali. Ganteng-ganteng gini juga calon imam kamu."

"Iya. Kemarin aku lupa minta nomor Kak Chiko, ponsel aku hilang jadi aku ganti ponsel. Nomor pun harus kembali minta sama temen satu persatu."

Hening, tak ada jawaban. Di seberang sana Chiko menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Setelah mengamuk karena satu kesalahan Sesil kini dia mulai berkaca ternyata dia juga salah telah mencuri ponsel gadis itu. Tapi tak masalah, semua ini demi keselamatan gadis itu.

"Hallo?"

"Hm."

"Kak Chiko masih marah?"

Terdengar helaan napas di seberang sana, "Berikan ponselnya sama Pak Sopir."

Sesil menatap Pak Sopir di samping Anya dengan perasaan tidak enak. Dia cukup takut mengganggunya menyetir, tapi demi ketenangan Chiko Sesil memang harus melakukannya.

"Pak, maaf. Ini ada yang mau bicara sama Bapak," kata Sesil sopan.

Sang sopir menoleh sekilas sebelum mengambil ponsel yang disodorkan Sesil tidak kalah sopan, "Siapa, Neng?"

"Emmm... Tunangan saya." Sesil merasa malu mengatakannya.

"Waduh. Kecil-kecil udah punya tunangan aja," goda pria paruh baya itu sebelum menempelkan ponsel pada telinganya. "Hallo?"

Anya mati-matian menahan tawa, Sesil yang menyadari itu mencubit lengan sepupunya cukup keras. Untuk pertama kalinya Sesil berani mengatakan bahwa Chiko adalah tunangannya. Biasanya hanya Chiko yang mengatakannya, selebihnya Sesil mengangguk saja mengiyakan.

Setelah sang sopir dan Chiko saling berargumen Sesil memilih menyandarkan punggungnya di sandaran jok. Dia menghela napas, belum apa-apa dia sudah merasa capek duluan.

"Sesil. Itu mobil yang orangnya mau menghampiri kita tadi kan?" bisik Bella menatap ke belakang.

Sesil menoleh ke belakang, "Mobil kayak gitu kan banyak yang punya, Bel."

Bella menatap Sesil, "Aku masih ingat sama ciri-ciri mobil tadi. Ada stiker emoticon tertawa di pojok kanan atas."

Sesil kembali mengamati mobil di belakangnya, benar ada stiker di tempat yang Bella maksud.

"Bahkan aku masih ingat sama plat nomornya. Tadi sengaja aku hafalin."

Sesil kembali duduk tegak, "Masuk akal gak sih? Itu mobil udah melaju duluan waktu kita masih di interogasi polisi, belum lagi nunggu mobil rentalan datang. Masa iya tiba-tiba dia ada di belakang kita?"

"Memang gak masuk akal," kata Bella.

"Kalian bicarain apa? Kok gue gak di ajak sih! Cemburu nih." Anya menekuk wajahnya kentara marah.

Bella membenarkan letak kacamatanya, "Bicarain hal berat, Nya. Kamu gak usah ikut-ikutan nanti stres. Pikirin aja gimana cara agar papa kamu gak marah," katanya tak mau berbagi informasi pada Anya.

"Sialan lo, Bel!"

Sesil yang kembali menoleh ke belakang langsung beralih menatap Anya, "Iya nanti kita cerita kalau udah sampai lokasi. Malu di dengar pak sopir," bisiknya di akhir kalimat.


________________

Bersambung.....

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang