Bab 01. Awal Hilang

316 47 117
                                    

Pedal gas yang ditarik secara kuat, sampai ban motornya yang berputar begitu cepat. Beberapa kali melambung kendaraan di jalan. Bak orang kesetanan, bahkan beberapa kali mendapat peringatan dari pengemudi lain dengan suara klakson. Alih-alih minta maaf atau memelankan laju motornya, dirinya hanya menolehkan kepala ke belakang dengan waktu sekejap dan berteriak maaf; sungguh kurang ajar.

Dibalik helm open face-nya, muka kecemasan terpampang di sana. Dari yang diperkirakan, lelaki ini tengah mengejar waktu. Keterlambatan yang sepanjang jalan penuh dengan umpatan. Tak peduli lagi dengan suara-suara nyaring yang berulang, intinya hanya ingin sampai di tujuan.

Ketika kendaraan roda duanya melewati gerbang kampus, bahkan dengan kecepatan yang bisa menimbulkan kecelakaan, sampai parkir pun tidak beraturan. Ingin segera berlari namun tertahan lagi sebab lupa untuk membuka helm.

"Ah! Goblok!"

Rambutnya sudah tidak beraturan pula. Lari sekencang-kencangnya sampai rambutnya yang tertiup angin menampilkan jidat mulusnya saat itu juga. Orang-orang yang melihatnya hanya bisa terheran-heran.

Kelas yang berlangsung lebih sialnya berada di lantai dua membuatnya mau tak mau harus berlari lagi melompati dua anak tangga setiapnya. Sampai di lantai atas sembari ngos-ngosan dan penuh akan keringat. Menormalkan cara berjalannya sampai berdiri di depan pintu kelas.

"Permisi, Pak." Dirinya setengah mati menahan nada suaranya yang masih putus-putus.

Sang dosen yang sementara mengajar itu lantas terhenti dan menoleh padanya. Kacamata yang berada di pangkal hidungnya lantas diperbaiki. Buku dalam tangannya ditutup dan berpose berlagak pinggang. Tidak terlupakan, wajah datar yang terkesan pasrah.

"Kali ini alasannya apa lagi, Henan?"

Lelaki itu, Henan, berdiri di tempat sembari menggaruk tengkuknya. "Telat bangun, Pak."

"Telat bangun, berarti ini yang kelima kalinya kamu telat bangun. Besoknya kalau sampai telat lagi, alasannya ban bocor saja, ya."

Sambil tesenyum kikuk, Henan hanya bisa mengangguk mengiyakan. Untung saja dirinya dipersilahkan masuk dan mengikuti kelas. Mendaratkan pantatnya di kursi datar. Teman duduknya hanya bisa menggelengkan kepala seraya menaha tawa.

"Dosennya sampai hapal lo, Hen. Parah banget sih, lo."

"Diam! Gue cabut mulut lo!"

Tak peduli, teman duduknya malah tertawa semakin jadi. Henan mendelik, mengangkat buku paket yang dia keluarkan untuk dihantamkan pada kepala temannya itu namun tidak jadi.

"Henan." Seketika dirinya berhenti di tempat. "Kamu saya izinkan masuk untuk serius. Kalau tak ingin, silahkan keluar."

"Maaf, Pak."

Dosen yang mengajar saat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan melanjutkan pembelajaran. Henan mendengkus, hanya bisa mendelik dengan tajam ke arah temannya. Dengan dengkusan kesal dia memilih untuk tidak memperdulikan anak itu. Meskipun Henan masih bisa lihat temannya tetap terkikik kecil.

Henandika Tatum namanya. Hari-hari dipanggil Henan, adalah sosok anak lelaki yang berjiwa bar-bar. Mungkin untuk lebih mudahnya, jiwanya terlalu bebas. Modelannya yang super simple namun terkesan fancy, kelakuan yang sangat mudah untuk membuat orang mengumpat, terlalu banyak tingah, sampai-sampai penduduk satu fakultasnya kenal dengan anak itu. Untuk ciri-ciri di atas saja masih terkesan kurang, saking banyaknya kata-kata untuk mendeskripsikan bagaimana modelan orang seperti Henan.

Gampang berbaur dan mencari teman, pintar mencairkan suasana, juga punya sifat yang periang. Salah satu teman dekatnya semasa sekolah adalah Jenanda Ardinata, atau dengan nama harian Nanda. Lelaki dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi dari pada Henan, punya sifat yang hampir sama. Tapi untuk sifat bergaul, Nanda kurang ahli dalam hal itu. Di Universitas Bangsa Nugraha, Henan yang mahasiswa dari Fakultas Seni dan Musik sedangkan Nanda dari Fakultas Kedokteran.

[✓] Campus Love Story [Lee Haechan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang