Part 25

604 56 2
                                    

Part 25

Sore harinya, Reihan sempat ingin mengantarkan Rina untuk pulang, bisa dilihat dari caranya yang berjalan cepat berniat ingin menghampiri Rina yang saat ini sudah berjalan di depannya. Namun Reihan seketika memelankan langkah kakinya, saat ia baru mengingat satu hal.

"Astaghfirullah, apa yang aku pikirkan ya Allah? Bisa-bisanya aku berpikir untuk mengantarkan Rina pulang, sedangkan dia saja sudah memiliki suami dan anak." Reihan tampak gelisah di tempatnya, ia bahkan tidak peduli dengan beberapa pegawai papanya yang tengah menyapanya.

"Kalau aku memaksa Rina untuk mau aku antar pulang, yang ada dia dan suaminya bisa bertengkar cuma gara-gara aku." Reihan mengeluh frustrasi, ia lupa bila dirinya tidak bisa mendekati wanita itu karena statusnya yang sudah menjadi istri orang lain.

"Aku enggak boleh bersikap berlebihan ke Rina, dan aku juga harus ingat kalau dia itu sudah punya suami. Jadi jangan pernah berpikir untuk mengantarkannya pulang, apalagi sampai ingin mendekatinya. Astaghfirullah. Maafkan aku, Ya Allah."

"Sepertinya aku harus bisa melupakan Rina. Tapi bagaimana caranya kalau sekarang saja kita sekantor? Dan otomatis kita akan saling bertemu." Reihan bergumam frustrasi, ia tak percaya perasaannya bisa tak karuan seperti sekarang.

"Aku harap Mama dan Papa segera pulang, supaya aku juga enggak harus datang ke kantor ini." Reihan mengangguk mantap, berusaha yakin dengan tekadnya kali ini. Namun bila mengingat kebersamaannya dengan Rina tadi siang, rasanya juga sulit untuk tidak memedulikan wanita itu. Karena cuma Rina yang bisa membuat jantungnya berdebar tak karuan, padahal ia sudah tahu bila wanita itu sudah berkeluarga dan yang pasti sudah sangat bahagia.

"Oke, aku harus bisa bersikap biasa saja, anggap saja Rina itu teman lama yang harus aku perlukan dengan baik." Reihan mengangguk mantap lalu berjalan keluar dari gedung kantor, niatnya untuk memanggil Rina dan mengajaknya pulang bersama kini sudah tidak ada lagi di pikirannya.

Setelah keluar dari gedung, sopirnya datang bersama dengan mobilnya, tanpa mau berpikir panjang lagi Reihan masuk dengan berusaha menenangkan pikirannya yang kacau. Namun saat mobilnya keluar dari halaman dan memasuki bahu jalan, Reihan justru melihat Rina tengah duduk menunggu di sebuah halte bis.

"Apa? Jadi dia pulang dengan bis? Bukannya dia punya motor ya? Aku pernah melihatnya naik motor bersama anaknya." Reihan mengalihkan pandangannya saat mobilnya kian jauh dari keberadaan Rina.

"Apa Rina hidup susah ya? Memangnya suami seperti apa yang dia nikahi? Kalau dia enggak bisa bertanggung jawab, harusnya ditinggal." Reihan menggerutu dalam hati, merasa kesal tanpa tahu alasannya.

Entahlah, Reihan hanya berpikir bila tidak seharusnya Rina menderita, sedangkan ia sendiri justru sudah sangat lama ingin membahagiakannya, namun telat karena wanita itu buru-buru menikah. Mengingat kenangan itu membuat Reihan kembali merasa menyesal, padahal sudah lama ia berusaha untuk melupakannya dan berpikir bila perasaannya akan baik-baik saja, namun sampai sekarang rasa itu masih ada di hatinya.

***

Reihan berjalan masuk ke dalam gedung kantornya, seperti pagi biasanya ia disapa dengan senyuman oleh karyawan papanya. Reihan hanya mengangguk sekilas sembari terus berjalan menuju ruangannya. Sesampainya di sana, Reihan langsung membuka pintunya yang tak tertutup rapat dan mendapati Rina tengah membersihkan mejanya.

"Rina," ujar Reihan tanpa sadar yang seketika disenyumi oleh wanita itu.

"Pagi, Pak." Rina menyapa sopan sembari cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya.

"Iya, pagi." Reihan menjawab singkat lalu duduk di kursinya setelah meletakkan tasnya, sedangkan Rina berganti membersihkan lantai dengan mengepelnya.

Rina tampak begitu fokus dengan pekerjaannya sampai tak menyadari bagaimana Reihan tengah memerhatikannya, sedangkan di pikirannya ia tengah berusaha untuk tidak terlalu akrab dengan wanita itu, mengingat dia sudah bersuami dan punya anak.

Rindu Arti Bahagia (TAMAT)Where stories live. Discover now