Part 24

417 47 0
                                    

Part 24

Kini Reihan dan Rina tengah berada di meja yang sama, keduanya juga sudah memesan makanan. Sedangkan teman-teman mereka berada di meja yang berbeda, tengah menyantap makanannya masing-masing.

Rina menyantap makanannya dengan lahap, karena ia merasa lapar sejak tadi pagi yang terpaksa harus ia tahan sampai siang. Sedangkan Reihan justru memerhatikannya, makanan yang di depannya tak disentuh sedikitpun olehnya. Rina yang baru menyadarinya seketika menatap ke arah Reihan dengan ekspresi keheranan.

"Kenapa, Kak?"

"Enggak apa-apa. Lo selesaikan aja dulu makannya," jawab Reihan seadanya, namun tidak Rina dengar setelah melihat ke arah makanan Reihan yang masih utuh isinya.

"Terus kenapa Kakak enggak makan juga?" tanya Rina.

"Gue enggak lapar."

"Terus kenapa memesan makanan? Kan jadi mubazir?"

"Ha, mubazir? Apa itu mubazir?"

"Mubazir itu seperti sia-sia atau menjadi tidak berguna, di Islam hal itu enggak baik." Rina menjawab jujur, yang hanya diangguki oleh Reihan.

"Oh, gue enggak tau. Gue kan bukan Islam."

"Maksudnya muslim? Orang yang beragama Islam?"

"I-iya. Mungkin," jawab Reihan kaku, merasa tak mengerti saja dengan hal-hal yang berbau Islam.

"Oh ya, Kak Reihan mau bicara apa?" tanya Rina dengan mata polosnya, membuat Reihan sempat terdiam lama dan mengingat saat gadis itu hijabnya terbuka, memperlihatkan kecantikan yang sempurna.

"Sebelumnya terima kasih sudah memaafkan gue, dan gue juga berjanji enggak akan mengulangi hal yang sama lagi." Reihan berujar mantap yang diangguki mengerti oleh Rina.

"Iya, Kak. Enggak apa-apa."

"Gue ajak lo makan semeja karena gue mau tanya sesuatu sama lo."

"Tanya apa, Kak?"

"Kenapa lo pakai hijab? Sedangkan teman-teman lo yang lain enggak? Gue sempat berpikir kalau lo cuma cari perhatian, makanya gue menawarkan uang ke lo, tapi lo selalu menolak, makanya gue berpikir kalau lo itu munafik dan pada akhirnya gue malah membuka hijab lo dengan paksa," ujar Reihan lirih di akhir kalimatnya.

"Di Islam, hijab itu seperti identitas diri bagi seorang perempuan, selain itu juga karena hijab hukumnya wajib, Kak."

"Wajib? Tapi kenapa banyak yang enggak pakai?"

"Itu pilihan mereka sebagai muslim, tapi bukan berarti kita berhak menilai buruk keputusan mereka."

"Memangnya kenapa seorang muslim khususnya perempuan harus pakai hijab? Bukankah mereka lebih cantik tanpa hijab?" tanya Reihan tak habis pikir, yang kali ini disenyumi oleh Rina.

"Ya karena mereka cantik, makanya diwajibkan pakai hijab."

"Ya tapi kenapa?" Reihan masih tak mengerti.

"Menghindari fitnah, Kak. Dan sebenarnya kalau di Islam itu hanya mahramnya saja yang boleh melihat perempuan tanpa hijab, mahram itu berasal dari ikatan darah yang diliputi dari ayah, anak, saudara laki-laki, paman, dan juga suami yang sudah sah menikah. Sebenarnya masih banyak lagi mahram lainnya dengan syarat-syarat tertentu, tapi mungkin Kakak akan lebih pusing kalau aku jelaskan."

"Iya, enggak usah dijelaskan." Reihan hanya bisa menggaruk keningnya saat Rina menjelaskan apa itu mahram.

"Kalau lo sendiri kenapa pakai hijab, sedangkan masih banyak teman-teman lo yang enggak berhijab?" tanya Reihan penasaran.

Rindu Arti Bahagia (TAMAT)Where stories live. Discover now