Part 19

366 48 0
                                    

Part 19

Rina dan bundanya saling berpegangan tangan saat menunggu di depan gerbang, sedangkan saat ini suasana masih pagi dan mereka baru saja sampai di sana dengan harapan yang sama, yaitu bisa bertemu dengan Rian. Seperti pada ucapan mertuanya yang akan mengajak putranya jam tujuh pagi ke depan rumah, Rina kini sudah sampai di sana bahkan sebelum waktunya.

Sebagai seorang ibu yang hampir seminggu lamanya berpisah dengan putranya, tentu saja Rina merasa sangat antusias. Begitupun dengan bundanya, wanita itu tak kalah antusiasnya. Dibandingkan dengan Rina, bundanya jauh lebih lama tidak bertemu dengan cucunya tersebut, mereka hanya saling berhubungan dengan video call setiap malam.

"Kok Papa belum keluar juga ya, Bunda? Memangnya ini sudah jam berapa? Belum jam tujuh ya?" ujar Rina terdengar tak sabar.

"Iya, belum. Masih kurang beberapa menit lagi, kita tunggu aja." Bundanya menjawab sabar yang hanya diangguki oleh Rina.

Di sisi lainnya, Rian tengah terdiam di dalam kamarnya, bocah itu hampir tak melakukan apapun padahal hari ini adalah hari Minggu, di mana banyak anak yang bahagia karena bisa bermain sepuasnya tanpa memikirkan sekolah. Namun setelah terpisah dengan mamanya seminggu yang lalu, Rian jadi jarang bermain, wajahnya juga sering terlihat murung, dan tentu saja hal itu disadari semua orang tak terkecuali neneknya.

Itu lah kenapa Rian sempat diajak ke mall kemarin untuk membeli mainan, namun selama di sana Rian hampir tak menikmatinya terlebih lagi memilih mainan yang disukainya. Bocah itu terus teringat dengan mamanya, semua permainannya tak membuatnya lupa terlebih lagi merasa bisa menggantikan sosok mamanya.

"Rian," panggil kakeknya yang baru datang ke kamarnya.

"Iya, Kek." Rian menjawab sopan lalu turun dari ranjang.

"Kamu sudah bangun ya? Mau ikut Kakek enggak?" Lelaki itu menghampiri cucunya lalu menyamakan tingginya dengan berjongkok di depannya.

"Ke mana, Kek?" tanya Rian sopan. Meskipun hatinya merasa sedih, namun bocah itu selalu bersikap baik dengan siapapun, tak terkecuali dengan nenek dan papanya yang jelas-jelas sudah menyakiti mamanya. Mungkin sebagai seorang anak, Rian masih terlalu polos untuk memahami masalah yang terjadi, namun satu hal yang pasti ia tidak menyukai situasinya saat ini.

"Ke depan rumah. Mau enggak?" tanya kakeknya yang langsung diangguki oleh Rian.

"Iya, Kek. Mau," jawabnya terdengar pasrah, seolah takut untuk menolak seperti saat bersama dengan nenek dan papanya.

"Ya sudah ayo ikut Kakek," pintanya sembari menggandeng tangan Rian, lalu menuntunnya berjalan ke arah luar rumah.

"Mau ke mana, Pa?" tanya istrinya saat mereka tiba di ruang keluarga.

"Papa mau cari udara segar di luar," jawabnya sembari terus berjalan.

"Kok Rian Papa ajak?"

"Memangnya kenapa? Toh, setiap hari dia terus-terusan di kamar, jadi apa salahnya kalau Papa mengajaknya keluar?" Lelaki itu menjawab dengan berusaha terlihat tenang, namun di dalam hatinya ia juga merasa ketar-ketir sekarang.

"Oh begitu? Ya sudah." Mendengar jawaban istrinya, lelaki itu seketika menghembuskan nafas panjangnya, merasa lega saja bisa lolos dari kecurigaannya.

Di sisi lainnya, Rina dan bundanya masih menunggu dengan rasa sabar, meskipun keduanya sama-sama merasa takut kalau Rian tidak bisa keluar atau mungkin sudah ketahuan. Namun perasaan itu menghilang saat mereka mendengar suara gerbang terbuka, memperlihatkan seorang bocah bersama dengan kakeknya.

"Rian," panggil Rina tak percaya, air matanya tumpah begitu saja saat melihat putranya dan langsung memeluknya dengan erat.

"Mama ...." Rian yang hanya seorang bocah tentu saja langsung menangis melihat mamanya yang sangat dirindukannya, dengan erat juga ia membalas pelukannya.

Rindu Arti Bahagia (TAMAT)Where stories live. Discover now