Part 09

318 33 1
                                    

Part 09

Setelah kepergian Sinta dari rumah suaminya, kini Rina merasa sedikit lega, wanita yang menjadi pengganggu rumah tangganya itu tak akan lagi datang terlebih lagi bersikap seenaknya. Itu karena ia sempat mengancam Ali agar mau meninggalkannya, atau kalau tidak ia akan mengatakan semuanya pada orang tuanya terutama pada papanya.

Sebenarnya Rina juga bukan wanita sejahat itu, karena pada kenyataannya hati dan pikirannya tidak bisa sejalan. Mungkin pikirannya sudah sangat lelah dan bahkan berkali-kali ingin menyerah, namun lagi-lagi hatinya menolak seolah enggan untuk memberontak.

Untuk saat ini Rina memilih untuk mengambil tindakan, entah Ali akan menuruti keinginannya atau mungkin lelaki itu memiliki rencana lain, Rina sudah tidak peduli lagi. Karena yang penting sekarang Sinta sudah pergi dari rumah suaminya itu, dengan begitu putranya tidak harus melihatnya dan berpikir yang tidak-tidak tentang rumah tangga orang tuanya.

Rina tahu, Rian masih kanak-kanak, bocah itu tidak akan paham apa-apa. Namun sebagai orang tua, tentu saja Rina merasa takut dan perlu waspada. Ia tidak mau Rian mengalami trauma atau hal-hal buruk lainnya, Rina sendiri tidak bisa menyetir ataupun mengontrol perasaan putranya, mencegahnya adalah caranya untuk melindunginya.

Setelah mengantarkan Sinta tadi malam, suaminya itu memang langsung pulang, namun entah kenapa Rina merasa tidak bisa percaya dengan lelaki itu begitu saja. Karena ia yakin, ada rencana yang sedang disusun bila mengingat sikap buruk suaminya yang tak pernah ingin mengalah.

Sedangkan saat ini Rina memasak untuk sarapan seperti biasanya, ia juga membuatkan putra dan suaminya itu bekal. Karena sejak awal memang tidak pernah ada kehangatan di rumah tangganya, tentu saja acara sarapannya dilakukan secara bergantian tanpa pembicaraan. Ali memakan makanannya, sedangkan Rina menyiapkan putranya untuk siap-siap bersekolah, baru setelah itu menyuapinya untuk sarapan, sedangkan pada saat itu Ali sudah berangkat bekerja.

Hal-hal itu sudah biasa terjadi, dan Rina memilih bertahan untuk menjalaninya, meskipun ia sering merasa bosan dan lelah, namun entah kenapa senyum putranya selalu menguatkannya. Terlebih lagi sekarang ada janin yang berada di kandungannya, memberi Rina energi yang lebih besar lagi untuk semangat menjalani kehidupannya saat ini.

"Tante Sinta sudah pergi ya, Ma?" tanya Rian setelah melihat Ali berangkat bekerja, tentu saja ia tidak akan menanyakan hal itu saat papanya masih berada di rumah.

"Iya, Sayang. Kenapa?" Rina menyunggingkan senyumnya sembari menyuapkan makanan untuk putranya tersebut.

"Enggak apa-apa, Ma. Tapi bagus lah kalau Tante itu sudah pulang." Rian mengunyah makanannya sembari menjawab dengan nada polosnya.

"Ada apa? Kok ngomongnya gitu?"

"Ya karena Tante Sinta orang jahat, Ma." Rian menjawab dengan kesal, ekspresi wajahnya bahkan berubah cemberut sekarang.

"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?" Rina bertanya hati-hati, diam-diam ia merasa khawatir dengan apa yang dirasakan putranya saat ini.

"Mama ingat kan tadi malam Mama dan Papa bicara di kamar? Dan aku sama Tante Sinta di sini, di ruang makan?"

"Iya, ingat. Kenapa?"

"Masa Tante Sinta bilang kalau dia itu calon mamanya aku sih, Ma? Kan mamanya aku cuma Mama." Mendengar ucapan Rian, Rina seketika terdiam, karena apa yang ditakutinya ternyata kejadian meskipun tidak bisa dikatakan keterlaluan, namun tetap saja sebagai ibu Rina merasa takut.

"Tante Sinta cuma bercanda kok, Sayang. Jangan dipikirkan ya?" jawab Rina dengan berusaha terlihat baik-baik saja.

"Awalnya aku juga berpikir kaya gitu, Ma. Tapi Tante Sinta bilang kalau sebenarnya dia adalah pacarnya Papa, yang sebentar lagi akan menikah dengan Papa, terus jadi Mama tiri aku, Ma." Rian tampak sedih saat bercerita membuat Rina merasa kesal dan ingin marah, kenapa harus putranya yang diintimidasi, padahal bocah itu tidak tahu apa-apa selama ini.

Rindu Arti Bahagia (TAMAT)Where stories live. Discover now