Part 14

418 47 2
                                    

Part 14

Rina menundukkan kepalanya, air mata yang ia tahan nyatanya tak bisa bertahan di pelupuknya, saat ia mengatakan permintaannya pada suaminya untuk segera menceraikannya. Di dalam hati, tentu saja Rina merasa tidak sanggup dengan keinginannya itu sendiri. Bukan karena ia terlalu mencintai Ali atau karena ia tidak ingin hidup dengan kesulitan ekonomi, hanya saja Rina tidak mau mengecewakan mertua lelakinya dan juga bundanya.

Belum lagi Rina juga harus memikirkan Rian, putranya itu mungkin tidak pernah merasakan kasih sayang papanya meskipun ia dan Ali masih bersama-sama. Namun akan bagaimana nasibnya nanti andai dia tahu orang tuanya berpisah dan memilih untuk hidup masing-masing.

Rina merasakannya sendiri bagaimana ia harus hidup dan menjalani masa kecil, remaja, dan bahkan dewasanya tanpa seorang ayah. Meskipun papanya Ali sudah sangat berusaha membantu dan membimbingnya, namun tetap saja rasanya berbeda. Karena menurut Rina sosok ayah yang sebenarnya hanya bisa didapatkan dari ayah kandung, sosok yang hampir tidak Rina miliki di hidupnya.

Rina hanya tidak ingin putranya menjalani dan merasakan hal-hal yang sudah ia alami, itu lah kenapa ia masih bertahan dengan pernikahan yang tidak pernah membuatnya bahagia. Namun setelah mendengar ucapan Ali dan mamanya, Rina jadi sadar bila tidak seharusnya ia egois dalam hal ini, karena Ali juga tersiksa dengan pernikahan mereka selama ini.

Belum lagi mertua perempuannya yang sering kali memojokkannya dan bahkan sampai menghinanya. Saat ia dan suaminya bertengkar atau saat ada masalah, wanita itu hampir tidak pernah membelanya meskipun dia tahu yang salah adalah putranya.

"Apa maksud kamu, Rina? Tolong jangan bersikap gegabah, semua masalah ini pasti ada jalan keluarnya." Mertua lelakinya berusaha untuk berbicara hati-hati, namun Rina tampak sudah lelah kali ini.

"Aku sudah memikirkan semuanya secara baik-baik, Pa. Jadi keputusanku sekarang, aku ingin bercerai dari Mas Ali," jawab Rina sembari menghapus air matanya, ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan putranya yang tampak bingung sekarang.

"Tapi kenapa, Rina? Kenapa harus bercerai?"

"Karena aku lelah disalahkan, Pa." Rina menatap mertuanya lalu menatap ke arah Ali yang terdiam.

"Seolah semua masalah yang terjadi itu kesalahanku. Aku enggak pernah dianggap sebagai istri, terkadang aku juga disakiti, aku diselingkuhi, dan sekarang aku harus kehilangan calon bayiku. Setelah semua yang aku alami itu, aku juga yang menjadi tersangkanya, seolah aku hidup enggak pernah benar dan pantas untuk disalahkan." Rina menutup matanya diiringi air mata yang mengalir di wajahnya, rasanya ia sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan.

"Baguslah kalau kamu mau kita bercerai, jadi aku bisa bebas dari kamu secepatnya." Ali menjawab sinis yang tentu saja membuat papanya marah.

"Ali," tegurnya.

"Apalagi sih, Pa? Papa dengar sendiri kan, dia yang ingin kami meminta cerai."

"Papa tahu, tapi setidaknya kamu berusaha pertahankan istri kamu supaya kalian enggak sampai bercerai."

"Untuk apa, Pa? Aku dan Rina enggak pernah bahagia dengan pernikahan ini, jadi untuk apa dipertahankan?"

"Tapi, Papa enggak mau kalian bercerai, karena Papa sudah berjanji dengan almarhum ayah Rina untuk menyatukan kalian."

"Papa sudah melakukannya kok, dan aku sangat berterima kasih karena Papa mau mewujudkan keinginan almarhum ayahku. Tapi seperti yang Papa tahu, pernikahan ini enggak berhasil, jadi akan lebih baik kalau kami berpisah." Rina menyahut serius, membuat mertuanya itu terdiam penuh rasa bersalah.

"Papa akan merasa sangat bersalah dengan Ayah kamu, karena enggak bisa buat kamu bahagia ...."

"Kalau Papa ingin aku bahagia, tolong biarkan aku dan Mas Ali berpisah, Pa." Rina menjawab serius, tekadnya sudah bulat sekarang.

Rindu Arti Bahagia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang