37.🍊

157 36 0
                                    

"Reza lelah, sangat lelah, sampai rasanya Reza ingin berhenti"

*****

Satu Minggu telah berlalu, dan selama itu kondisi Reza perlahan pulih. Namun, bukan berarti rasa takutnya sudah benar-benar hilang. Anak itu masih belum mau kembali kerumah. Alhasil, selama seminggu ini anak itu tinggal di toko bersama Naka.

Selama itu juga Luki belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Wanda belum ada niatan untuk memberitahu yang sebenarnya kepada laki-laki itu. Meskipun sudah ratusan kali Luki bertanya, yang di dapat hanyalah kata 'entahlah'.

"ENTAHLAH MATAMU!" Luki kesal sendiri mendengar jawaban itu dari Wanda.

"Nanti juga lo bakal tau sendiri"

"Tau sendiri gimana? gue tanya sama lo, jawabannya ngga ada. Tanya sama bang Naka, dia geleng kepala. Tanya sama Reza ngga boleh! terus gue harus tanya sama siapa lagi!"

"Ngga semuanya butuh jawaban! lo punya otak? dicerna baik-baik."

"Masalahnya gue bukan Albert Einstein anjing! otak gue ngga setinggi yang lo bayangin goblog!"

Wanda mengedikkan bahunya, ia kembali mengunyah nasi goreng udang yang ia pesan kepada Sheo. Sedangkan Luki, Wanda sendiri tau bahwa laki-laki merasa sangat kesal kepadanya. Tapi Wanda tidak perduli, Wanda sedang malas membahas hal ini.

Tak ada pilihan lain, Luki hanya menyedot americano. Padahal dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia ingin sekali meninju wajah laki-laki yang ada dihadapannya itu sekarang juga. Jujur saja, beberapa hari ini tidurnya terganggu, karena ia terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Wanda.

"Jadi–"

trriiring!

Ponsel Wanda berdering. Saat laki-laki itu melihat layar ponselnya, ternyata itu adalah nomor yang tidak dikenal. Lantas saja Wanda mengabaikan panggilan itu.

"Kenapa ngga di angkat?" Luki heran.

"Penipuan. Lo tau sendiri korbannya udah banyak"

"Dih. Kalo itu nomor baru Reza gimana?"

"Ngga mungkin!"

"Atau secret admirer lo?"

"Gila"

Akhirnya ponsel itu berhenti berdering, namun detik selanjutnya ponsel kembali berdering. Dengan sigap Luki langsung mengangkat panggilan itu, tak perduli bagaimana reaksi Wanda selanjutnya.

"Halo, assalamualaikum!"

"Selamat siang. Apakah benar ini dengan saudara Wanda?"

"Iya. Benar"

"Saya sudah berada didepan rumah anda, ada urusan yang harus kita bicarakan sekarang"

Luki mengangkat ponselnya ke atas, kemudian ia membisikkan sesuatu di telinga Wanda.

"Ada yang nyariin lo, katanya dia udah didepan rumah sekarang"

"Siapa?"

Luki menggelengkan kepalanya.

"Maaf anda siapa ya?"

"Saya yang mengurus hak asuh Reza. Bisakah anda kembali kerumah?"

"Hak asuh?"

Srapp

Wanda langsung merampas ponsel itu dari tangan Luki. Ekspresi wajahnya berbubah, pandangannya nyalang. Entah setan apa yang merasuki anak itu saat ini, yang jelas itu bukanlah ekspresi wajah yang Luki kenal.

Mengheningkan Cipta || RenjunWhere stories live. Discover now